Ah, sungguh kening ini berkerut. Apa motifnya kira-kira, orang yang salah melafalkan landasan yang begitu sakral bagi negara, malah dijadikan ikon. Nilainya di mana? Haruskah negeri ini mendapat julukan sebagai Negeri Narsis Kronis?
Menyedihkan sangat. Atas ketersediaan idola bagi anak-anak kita. Belum lagi jamuan-jamuan berita yang menghadirkan informasi "sangat receh". Dan bukan hanya receh, melainkan warta tentang borjunya para idola. Padahal negeri ini jelas-jelas berada pada krisis.
Boleh kita lihat, contoh headline yang ditautkan pada dinding sosial media.
* Dapurnya Artis A yang Bergaya Klasik, Bikin Salfok
* 10 Artis yang Tak Sungkan Bermain Peran Bersama Mantan
* Salfok dengan Aquarium Milik Artis C yang Menjadi Dinding Ruang Tamu
* Artis D Blak-blakan Urusan Ranjang
Sebuah paradoks. Sebuah anomali. Di saat negara kita butuh gagasan dan butuh solusi, ini malah disuguhi berita yang tidak penting.
Bahkan bukan tak ada, orang dengan sangat "niat" berkomentar dengan cukup keras. Ada yang menghujat, ada yang menyindir, dan ada pula yang membela habis-habisan.
Uniknya lagi, dia yang membela dengan sangat fanatik, rata-rata berujar bahwa "Semangat guys. Semakin dibulyy semakin banyak rizki."
Dan betapa maha benarnya para netizen di negeri enam dua. Berkomentar seolah paling benar. Membela sang idola begitu subjektifnya. Mendukung sang pujaan (meski sang pujaan jelas kekurangan atau kesalahannya), benar-benar tak ada batas.
Dan kalau ditakar secara psikologis, nampak para netizen alias komentator itu bak pengangguran. Tak ada kerjaan. Karena jika saja mereka (para netizen itu) orang sibuk, produktif berkarya A dan B, rasanya tak mungkin menulis komentar recehan di kolom yang tersedia di akun-akun para selebgram dan sejenisnya.
Sangat benar memang, bila dikatakan bahwa negeri kita mengalami krisis idola.
Maka ini menjadi jalan juang tersendiri bagi kita para orang tua dan para guru. Sepertinya memang kita perlu BERLOMBA dengan para selebgram, dengan para influencer, untuk MENCURI HATI anak-anak.