Dan meski anak itu jujur, namun tak semua yang disampaikannya pasti benar. Apa benar demikian adanya? Apa benar karena dipengaruhi teman? Apa benar karena ikut-ikutan?
Terlebih saat kita memberi pertanyaan terbatas plus tertutup seperti: "Kenapa Kakak jadi minta main game terus? Siapa yang ngajarin Kakak? Siapa yang ngasih tahu Kakak?"
Hmmmmm. Bagi saya, pertanyaan demikian adalah pertanyaan tertutup dan terbatas. Ya, karena ada unsur judgement dalam pertanyaan tersebut.Â
Ada unsur mencurigai orang alias suuzhan terhadap orang lain. Karena soal pengaruh teman, itu soal pertanyaan berikutnya. Sedangkan pertanyaan awal-awal, sejatinya adalah bertanyaan tentang alasan, sejatinya tentang bagaimana mengorek dasar hati, dan tentunya menggali tentang motif.Â
Bukan langsung bertanya tentang siapa (orang lain) yang memiliki andil negatif. Adapun adanya pengaruh teman, biarlah secara alamiah mengalir dalam alasan yang kelak disamapikan anak.
Ini sederhana, memang. Tetapi, sebagai orangtua, kita perlu belajar dong untuk bijak dengan salah atau khilaf yang dilakukan anak. Artinya, tak semua kesalahan anak kita adalah karena faktor eksternal. Sebaliknya, sebagian besar masalah pada anak, itu tersebab oleh ragam dinamika di dalam rumah (orangtua, keluarga, dan lain-lain).
Dan ada pula contoh yang cukup ekstrem. Seorang anak dengan kondisi cukup berenergi lebih, cukup sering menganggu kehidupan sosial, cukup menganggu pertemanan, cukup mericuhkan proses pembelajaran di sekolah.Â
Saat disampaikan dan dikonfirmasi dengan baik kepada pihak orangtua, kedua orangtuanya mengelak habis-habisan.Â
Konon, anaknya tak mungkin salah, anaknya tak mungkin berbuat sebagaimana dilaporkan. Karena menurut mereka, kesalahan yang dilakukan anaknya, semata-mata karena alasan kondisi teman-teman yang membuat tak nyaman.
Hmmmmm. Edisi mengurut dada sambil bertanya dalam hati, "Ada yaaaa, orangtua yang bersikukuh merasa tak ada apa-apa dengan anaknya?"
Sahabat sholeh sholehah. Ngeri-ngeri sedap. Begitulah kurang lebih gambaran dalam menghadapi dinamika pertemanan anak. Jika kita kurang bijak menyikapi, jika kita kurang sabar menghadapi, jika kita terlalu mudah reaktif, maka hal kecil pun bisa menjadi besar. Hal biasa pun menjadi rumit.Â