Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seekor Burung yang Meninggalkan Sarangnya

6 Februari 2022   02:29 Diperbarui: 6 Februari 2022   09:45 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: WenPhotos via pixabay

Mulai saat itulah aku menghabiskan hari-hari yang panjang bersamamu. Kau bilang seekor burung harus bisa menggunakan sayapnya untuk terbang. Karena itulah kau melatihku dengan melambungkanku ke udara lalu kembali menangkapku dalam pelukkanmu, bak seorang putri.

Tak begitu lama waktu yang dibutuhkan untuk membuatku bisa terbang dengan kedua sayap ini. Karena tak lama kemudian, kita berdua sudah melintasi padang luas itu berdua. Kau yang berkeringat saat berlarian mencoba menyamai kecepatan kepakkan sayapku, saat itulah kau paling terlihat bersinar.

Aku tidak akan melupakannya. Langit berwarna keemasan bercampur semburat-semburat ungu yang telihat begitu megah. Aroma senja bercampur aroma nectar dari bunga-bunga di padang luas itu, aku masih mengingatnya dengan baik.

Di momen yang terasa begitu agung itulah kau mengatakan padaku bahwa seekor burung, selain bisa menggunakan sayapnya untuk terbang, aku juga harus bisa beryanyi. Sejak saat itu, kau mulai bersiul-siul, menyenandungkan nada-nada lembut setiap kali berada di sampingku. Itu adalah suara terindah yang pernah kudengar seumur hidupku.

Aku menyukai lagu-lagu yang kau gumamkan padaku. Hingga suari, dari hari ke hari aku mulai bisa menyenandungkan setiap nada yang kau ajarkan padaku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menemukan suaraku.

Kau bilang, "Jika ada seekor burung yang kehilangan suaranya, itu berarti dia juga kehilangan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan cintanya."

Aku tidak tahu apa itu cinta, tapi jika hal itu dikatakan olehmu, aku percaya itu adalah sesuatu yang indah dan menyenangkan. Layaknya kehadiranmu yang membuatku menemukan hari-hari penuh warna di padang ini.

Karena itulah, aku ingin menyanyikan lagu-lagu ini bersamamu. Lagu-lagu yang kadang kala kau ajarkan dengan binar penuh semangat, lalu di waktu lain kau nyanyikan dengan derai air mata. Aku menangis dan tertawa bersamamu saat bernyanyi. Kupikir begitu, tapi...

Hei... kenapa kamu hanya diam saja menatap matahari terbenam? Bukankah harusnya saat ini kamu menyenandungkan sesuatu yang terdengar menyakitkan dan indah di waktu bersamaan?

Hei... Apa yang terjadi? Kenapa kamu hanya menangis tanpa mengeluarkan suara apapun? Kenapa kamu hanya diam dan tidak berkutik seperti itu?

Hei... Apakah kamu tidak mendengarku? Apakah semua lagu ini tidak mencapaimu? Apakah lagu ini tidak pernah sampai padamu?

**

Aku kembali membuka mataku. Selalu berhenti pada titik itu. Setiap kali memimpikannya, aku akan terbangun tanpa bisa mendengar suaranya lagi. Aku yang selalu terbangun dengan peluh dan air mata. Aku masih bisa merasakan sakit yang tersisa di dadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun