Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seekor Burung yang Meninggalkan Sarangnya

6 Februari 2022   02:29 Diperbarui: 6 Februari 2022   09:45 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: WenPhotos via pixabay

Aku terbangun dari tidur panjangku. Lagi-lagi aku terbangun dari mimpi aneh itu. Aku meraih botol air mineral yang mulai berembun. Aku meminumnya dengan sangat cepat, mengikuti degup jantungku yang bergerak terlalu cepat dari biasanya.

Aku menyandakan diriku pada dinding. Mencari sesuatu yang bisa menopangku saat ini ini juga, mencoba menanangkan diri. Aku menutup mataku, seperti memutar rekaman ulang dari mimpiku tadi.

**

Setelah sekian lama tersesat dalam gelap, aku kembali bermimpi. Aku bermimpi menjadi seekor burung yang tinggal di sebuah sarang yang hangat dan nyaman. Pohon tempat sarangku pun selalu menjatuhkan embun dan buah-buahan di saat aku membutuhkan. Kurasa itulah yang disebut-sebut sebagai kebahagiaan.

Aku menghabiskan hari-hariku di dalam sana, tanpa ada yang bisa mengusikku. Dari waktu ke waktu, hari demi hari, minggu-minggu berganti bulan, lalu beranjak dari tahun ke tahun yang panjang. Tak ada yang berubah; pohon tempatku bersarang masih kokoh dan makin melidngiku dengan daun-daun lebatnya, persediaan makanan dan minuman yang makin hari justru makin melimpah. Tidak ada yang benar-benar perlu kukhawatirkan saat itu. Hingga suatu hari kau datang.

Kau memanjat pohon tempatku bersarang entah dari mana. Aku amat gusar menyadari ada seseorang menginjakkan kaki ke satu-satunya tempat yang selama ini kutempati seorang diri. Apa yang sebenarnya kau cari saat itu? Buah-buah ranum yang tak terhitung banyaknya di pohon ini kah? Atau kayu dari pohon yang bertahan hidup lebih dari satu dekade ini?

Aku masih tak mengerti dan terus bertanya-tanya dalam hatiku. Insting menyalakan alarm tanda bahaya. Aku paham betul kalau aku harus melarikan diri, tapi bagaimana? Aku tidak pernah menggunakan sayapku untuk terbang seumur hidupku. Dan memanggil kawanan untuk membantuku? Aku bahkan lupa bagaimana cara mengeluarkan suaraku.

Aku ketakutan setengah mati. Kupikir keberadaanku saat itu akan langsung berakhir, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Semua kekhawatiranku menghilang saat mendengar kamu berkata, "Akhirnya, aku menemukanmu."

Kau mengatakannya dengan getaran yang tak bisa kujelaskan. Mendengar kata-kata itu seolah mengatakan bahwa aku begitu istimewa. Kalimat itu membuatku merasa ada seseorang yang menginginkanku untuk pertama kalinya dan aku merasa sangat bahagia dibuatnya.

Saat itu aku benar-benar tersihir. Kau mengangkatku dari sarang dan membawaku pergi ke tempat yang belum pernah kukunjungi. Sebuah padang luas dengan bunga-bunga bermekaran sepanjang waktu, lengkap dengan sepotong pondok yang kau gunakan untuk berteduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun