Pertama kali bertemu,Â
Pesonamu menghanyutkan nalarku lengkap dengan tebaran senyum menawan menggoda raga
Menggayut heningnya nuraniku seperti sang bayu merayu masuk pada jendela yamg tertutup
Dirasa sejuk jendela pun mengijinkan dan sang bayu mampu membawa angan kepada hasrat yang lama terkubur
Senja temaram kali pertama itu membuahkan perjumpaan demi perjumpaan tanpa sadar membuat jiwa ketagihan
Hingga pada suatu saat dimana pengorbanan dan kerelaan sebagai jawaban pada sebuah ajuanÂ
Dengan sadar, niat makin menggelora membayangkan kemesraan akan menjadi nyata
Kau hanya perlu mengguncang sedikit gunung yang tampaknya kokoh menjulang namun penuh lahar kehausan akan elusan
Tak perlu kau ragu mustinya ketika tiada tanda keraguan di mata penuh dahaga tak tertahan
Namun entah mengapa kesempatan itu berlalu begitu saja tanpa usaha yang membuat hampir putus asa
 Seribu satu pertanyaan berputar-putar namun tak satupun ada jawaban
Mungkin aku yang terlalu bodoh seperti orang kekenyangan terbius keenakan
Kini mau mati rasanya jika sampai nanti kutak bisa mencecap manisnya kehangatan
Maka masuklah hai penggoyah tembok, aku akan bentangkan permadani berwarna merah sebagai alas percumbuan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H