Mohon tunggu...
Mia Aruka
Mia Aruka Mohon Tunggu... Freelancer - ♥

Suka membaca, sekali-sekali menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tawa Corona Salah Siapa? Jangan Diam Saja!

27 Juni 2021   21:26 Diperbarui: 27 Juni 2021   21:33 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: inspirensis.id)

Sebuah pengakuan, sebulan terakhir ini terus terang aku menjadi semakin takut mendengar dan melihat kondisi Covid yang makin menggila. Teman-teman dan kerabatku mulai terpapar dan terkonfirmasi positif. Ada yang sempat panik karena sudah berkeliling mencoba membeli oksigen untuk merawat suaminya di rumah, tapi ternyata semua stok habis. Ia sudah menyambangi belasan apotek dan toko peralatan medis di Bandung.

Sungguh, weekend ini adalah weekend yang galau.

Akhir-akhir ini aku menjadi waswas mengecek chat di grup keluarga dan kerabat. Walaupun sudah disampaikan secara santai, tapi kalimat seperti ini, "Gaes... aku positif..." tetap saja menakutkan dan membuat syok. Apalagi bila yang mengirim pesan itu adalah teman yang sangat hati-hati dan sangat menjaga prokes.

Aku tak habis pikir, orang yang sudah hati-hati sekali pun tetap tertular. Sudah WFH, pakai masker terus, ngga ke mana-mana, kena dari mana?

Beberapa gagasan berikut ini kukutip dari curcolan seorang rekan di salah satu artikel blog opininya. Ia baru menulisnya kemarin (26 Juni 2021). Bukan bermaksud menjiplak, tapi tulisan itu telah menyadarkanku betapa rentannya kita. Ada titik-titik lemah yang selama ini luput dari perhatian kita, dan tak sengaja membuat kita berisiko. Sebetulnya aku anti menulis ulang tulisan orang lain, tapi kali ini aku sedikit keluar dari kotak itu. Aku juga sudah meminta izin langsung darinya. "Silakan bila bermanfaat. Semoga kita sama-sama sadar dan bisa saling mengingatkan, berjuang bersama menghadapi situasi ini," begitu balasnya. Terima kasih banyak, kawan! Berikut ini beberapa gagasannya, menurut persepsiku sendiri.

Lonjakan Bulan Juni

Sudah sebulan terakhir ini kasus Covid-19 menanjak terus di Indonesia. Lonjakan ini terjadi setelah musim liburan dan mudik Lebaran bulan Mei lalu. Sudah dua hari terakhir ini penambahan kasus baru harian mencatatkan rekor tertinggi. Hari ini (27 Juni 2021), tercatat rekor tertinggi lagi, yaitu 21.342 kasus baru.

Mengapa begitu? Bukankah bulan lalu pemerintah sudah mengupayakan mengurangi cuti Lebaran, melarang mudik, dan cara-cara lainnya untuk mengurangi mobilitas dan kerumunan? Apakah cara-cara itu tidak efektif?

Efek Samping Euforia Vaksin

Di sisi lain, pemerintah juga sudah menggenjot vaksinasi nasional. Bulan ini vaksinasi sudah mulai menyasar masyarakat umum. Kemenkes pun berupaya menargetkan vaksinasi mencapai satu juta dosis per harinya.

Program vaksinasi ini menurutku sudah cukup baik perkembangannya. Masyarakat pun menunjukkan animo yang tinggi untuk mengikuti vaksinasi. Namun, di lapangan terjadi hal-hal yang culun, yang mungkin tidak terpikirkan dengan seksama sebelumnya.

Pada beberapa acara vaksinasi massal, ternyata ada juga yang bobol prokesnya, sehingga malah menimbulkan risiko penyebaran baru. Kemudian, ada juga fenomena euforia vaksin, ketika orang merasa dirinya kebal setelah disuntik vaksin, padahal masih dini. Imun tubuh belum terbentuk sempurna, tetapi karena merasa sudah kuat, ia pun mulai kendor prokes. Ini ditambah lagi dengan maraknya penggunaan tali gantungan masker, yang membuat prokes semakin kendor tanpa sadar.

Merebaknya Klaster Keluarga

Setelah sebelumnya sempat trending adanya klaster perkantoran dan klaster pabrik, baru-baru ini media massa hangat memberitakan tentang adanya klaster keluarga. Penularan tingkat keluarga ternyata melonjak drastis, dan tak terduga.

Maksudnya gimana?

Selama ini banyak orang merasa bahwa rumah adalah tempat yang paling aman untuk berlindung dari Covid. Ini juga seiring dengan imbauan #dirumahaja. Celakanya, orang cenderung lalai dan lupa menerapkan prokes ketat saat di lingkungan rumah.

Hanya pergi keluar sebentar ke warung, atau bahkan hanya ke depan pagar untuk menerima paket online, terkadang saat kembali masuk ke rumah, bisa saja kita lupa tidak cuci tangan, langsung memegang pintu dan barang-barang lainnya.

Jujur, aku pun terkadang malas untuk ganti baju apalagi mandi dan keramas setelah keluar dari rumah. Masa setiap kali keluar rumah harus mandi dan ganti baju lagi? Begitu pikirku. Ternyata setelah dipikir-pikir lagi baik-baik, hal seperti itu membuka jalan masuk untuk tertular virus. Apalagi saat ini sudah mulai merebak virus varian Delta yang katanya terbukti bisa menular hanya dengan berpapasan beberapa detik saja.

Satu orang yang lupa kurang ketat prokes, maka seisi rumah jadi sasaran empuk penularan virus. Ini adalah salah satu titik lemah yang tak terduga.

Tertawa Corona Karena Apa?

Dalam curcolannya itu, kawanku mengibaratkan Corona sedang tertawa melihat tingkah polah manusia yang saling menyalahkan, saling tidak percaya, ketakutan, keheranan, ada yang terus bersemangat, ada juga yang bersedih dan berduka. Kalau aku, jelas aku tidak rela membiarkan Corona tertawa, menertawai kita manusia.

Bagaimana pun keadaan kita saat ini, kita tetap harus punya semangat dan harapan, bukan untuk siapa-siapa, tapi setidaknya untuk menjaga diri sendiri, dan menjaga orang-orang terdekat kita. Jangan lalai dan kendor jalankan prokes, bukan semata-mata karena kita takut tertular, tapi untuk menjaga agar jangan sampai justru kita yang menulari orang lain. Kita tidak pernah tau (kecuali memang sengaja dites antigen ataupun PCR), dalam tubuh kita yang sehat bugar ini bisa saja ada virus yang bersembunyi, yang tidak kita rasakan dan sadari.

(@mia.aruka)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun