Sebuah pengakuan, sebulan terakhir ini terus terang aku menjadi semakin takut mendengar dan melihat kondisi Covid yang makin menggila. Teman-teman dan kerabatku mulai terpapar dan terkonfirmasi positif. Ada yang sempat panik karena sudah berkeliling mencoba membeli oksigen untuk merawat suaminya di rumah, tapi ternyata semua stok habis. Ia sudah menyambangi belasan apotek dan toko peralatan medis di Bandung.
Sungguh, weekend ini adalah weekend yang galau.
Akhir-akhir ini aku menjadi waswas mengecek chat di grup keluarga dan kerabat. Walaupun sudah disampaikan secara santai, tapi kalimat seperti ini, "Gaes... aku positif..." tetap saja menakutkan dan membuat syok. Apalagi bila yang mengirim pesan itu adalah teman yang sangat hati-hati dan sangat menjaga prokes.
Aku tak habis pikir, orang yang sudah hati-hati sekali pun tetap tertular. Sudah WFH, pakai masker terus, ngga ke mana-mana, kena dari mana?
Beberapa gagasan berikut ini kukutip dari curcolan seorang rekan di salah satu artikel blog opininya. Ia baru menulisnya kemarin (26 Juni 2021). Bukan bermaksud menjiplak, tapi tulisan itu telah menyadarkanku betapa rentannya kita. Ada titik-titik lemah yang selama ini luput dari perhatian kita, dan tak sengaja membuat kita berisiko. Sebetulnya aku anti menulis ulang tulisan orang lain, tapi kali ini aku sedikit keluar dari kotak itu. Aku juga sudah meminta izin langsung darinya. "Silakan bila bermanfaat. Semoga kita sama-sama sadar dan bisa saling mengingatkan, berjuang bersama menghadapi situasi ini," begitu balasnya. Terima kasih banyak, kawan! Berikut ini beberapa gagasannya, menurut persepsiku sendiri.
Lonjakan Bulan Juni
Sudah sebulan terakhir ini kasus Covid-19 menanjak terus di Indonesia. Lonjakan ini terjadi setelah musim liburan dan mudik Lebaran bulan Mei lalu. Sudah dua hari terakhir ini penambahan kasus baru harian mencatatkan rekor tertinggi. Hari ini (27 Juni 2021), tercatat rekor tertinggi lagi, yaitu 21.342 kasus baru.
Mengapa begitu? Bukankah bulan lalu pemerintah sudah mengupayakan mengurangi cuti Lebaran, melarang mudik, dan cara-cara lainnya untuk mengurangi mobilitas dan kerumunan? Apakah cara-cara itu tidak efektif?
Efek Samping Euforia Vaksin
Di sisi lain, pemerintah juga sudah menggenjot vaksinasi nasional. Bulan ini vaksinasi sudah mulai menyasar masyarakat umum. Kemenkes pun berupaya menargetkan vaksinasi mencapai satu juta dosis per harinya.
Program vaksinasi ini menurutku sudah cukup baik perkembangannya. Masyarakat pun menunjukkan animo yang tinggi untuk mengikuti vaksinasi. Namun, di lapangan terjadi hal-hal yang culun, yang mungkin tidak terpikirkan dengan seksama sebelumnya.
Pada beberapa acara vaksinasi massal, ternyata ada juga yang bobol prokesnya, sehingga malah menimbulkan risiko penyebaran baru. Kemudian, ada juga fenomena euforia vaksin, ketika orang merasa dirinya kebal setelah disuntik vaksin, padahal masih dini. Imun tubuh belum terbentuk sempurna, tetapi karena merasa sudah kuat, ia pun mulai kendor prokes. Ini ditambah lagi dengan maraknya penggunaan tali gantungan masker, yang membuat prokes semakin kendor tanpa sadar.