Gereja Tugu ini tampak sederhana, selain bangunan Gereja yang merupakan peninggalan sejarah, benda-benda yang terdapat di dalamnya juga memiliki nilai historis tinggi. Salib serta mimbar khutbah yang terbuat dari kayu merupakan benda yang sudah ada sejak awal pendirian Gereja Tugu yakni pada tahun 1744. Bangku diakon antik dan piring-piring logam tertata dengan apik. Di kanan-kiri mimbar terdapat kursi-kursi yang dipagari kayu berwarna cokelat untuk tempat duduk anggota majelis gereja dan grup paduan suara.
Sementara lonceng gereja yang terdapat di sisi kanan bangunan, telah berumur sekitar tiga abad. Lonceng yang sampai saat ini masih terlihat kokoh tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 1880, sedangkan lonceng paling tua yang dibuat 1747 sudah rusak dan disimpan di rumah pendeta.
Renovasi yang Kontroversi
Karena usia bangunan yang tua dan dipandang perlu melakukan beberapa perbaikan atas usul masyarakat Tugu, pemerintah DKI membantu melakukan pemugaran sejak bulan Oktober 2009 silam dan selesai dipugar setelah Natal atau akhir Desember di tahun yang sama. Namun sayangnya pemugaran yang dilakukan justru menuai kontroversi karena struktur bangunannya tidak lagi mencerminkan bangunan asli.
Pihak gereja dan masyarakat menilai setidaknya terdapat tiga kejanggalan yang merusak struktur asli bangunan :
2. Pinggiran atap kurang lebar 2 meter sehingga dindingnya rawan terkena air dan lembab yang menyebabkan tembok gereja berjamur.
[caption id="attachment_176592" align="aligncenter" width="531" caption="foto : pribadi"]
3. Ketiga, pendingin ruangan atau AC kurang fleksibel alias tidak bisa dipindah-pindah seperti dahulu.
Selain itu, warna cat juga sempat dipermasalahkan. Pasalnya, kontraktor mengecat dinding luar dengan warna yang tidak sama alias belang-belang sehingga terlihat kusam. Swadaya melalui kantong jemaat maka Gereja tersebut di cat ulang, sehingga kini terlihat rapi.
AKSES