" Kami lapar, tolong belikan dulu nasi goreng di dekat sana, " kata si perempuan mengeluarkan uang lima puluh ribu dari balik kutangnya. Anak itu melirik ke samping perempuan itu, ada tubuh yang sedang terbaring tapi hanya kelihatan kakinya saja dan baru rokok dan anyir yang menyengat. " Lekas ya! Satu bungkus saja, pedas, nanti kembaliannya kamu ambil. Kalau mau pesan nasi goreng buatmu juga ngga apa-apa. "
      Perempuan itu menyadari bahwa anak itu melirik ke arah sampingnya, melihat kaki itu. " Heh, lihat apa anak kecil, ngga usah tahu urusan dewasa! " senyum perempuan itu menggoda. " Sudah sana cepat belikan nasi goreng! "
      Anak itu menerima uang yang belum pernah ia lihat sebelumnya, berwarna biru, sedikit lebih besar daripada ukuran uang yang biasa ia pegang, begitu halus dan wanginya enak. Ia lalu memutar badannya menuju ke tukang nasi goreng yang ada di turunan jalan.Â
Nasi goreng itu tidak terlalu ramai dan ia memesan dua, satu dibungkus dan satu ia akan makan sendiri. Setelah puas melahap nasi gorengnya, ia menerima kembalian yang cukup banyak dan ada uang sepuluh ribu di situ. Ia memegang uang itu erat-erat, ah apakah ini pertanda aku bisa melakukan itu sekarang? Aku punya lebih dari cukup uang, aku ingin mencoba. Dadanya berdegup kencang, ada arus darah yang ia tidak pernah kenal sebelumnya, keningnya berkeringat dan senyum merekah di bibirnya.Â
Ya, ia akan mencobanya! Dengan setengah berlari, ia kembali ke tempatnya berdiri tadi dan berjalan beberapa langkah menuju tempat perempuan tadi. Ia akan mencoba membeli apa yang perempuan itu biasa jual, tapi apakah perempuan itu akan menjual kepada anak-anak sepertinya? Â Â Â
      " Mbak? " anak itu memanggil si perempuan. " Mbak ini nasi gorengnya. "
      Sunyi. Tidak ada suara sama sekali. Apakah perempuan itu sudah pergi karena ia kelamaan?
      " Mbak? " ia mencoba memasuki area bekas kuburan itu dengan melangkahi got kering yang menjadi pembatasnya. " Mbak? " ia memanggil lagi dan kakinya terantuk. Sepatu. Ia terantuk sepatu. Ia mencoba mendekat dan melihat dengan lebih jelas dan ia terkejut luar biasa.Â
Ada sesosok tubuh dengan perut penuh darah dan pisau menancap disertai mulut yang menganga yang juga mengeluarkan darah serta mata yang melotot. Anak itu ingin berteriak tetapi suaranya tidak keluar. Napasnya tersengal-sengal, ia melangkah mundur tanpa menyadari got kering yang menjadi pembatas sudah ada satu senti tepat di belakang tumitnya.Â
Ia terjatuh dan nyaris terperosok ke dalam got itu kalau tidak ditahan dengan lengannya. Tiba-tiba ia mendengar suara orang berjalan ke arahnya, lebih dari satu orang.
      " Hey! Anak gendeng, kenapa kamu liat liat ke situ !? " tanya seorang perempuan tapi dengan suara mirip laki-laki. " Marta! Ini anak yang tadi kan??"