" Sahabatku mengirimkan surel. Sudah lama sekali kami tidak berkontak karena aku sangat sibuk dan ia juga ternyata ada kesibukan yang tidak kalah menantangnya, " jawab Ramona sambil duduk di meja pantry. Harum masakan menggugah seleranya.
     " Kau harus mengontaknya lebih sering kalau begitu, "
     " Iya, aku akan meneleponnya via video call lusa nanti. Besok aku masih ada rapat dengan donatur organisasi. "
     Laki-laki itu tersenyum dan kembali kepada panci dan masakannya yang sudah setengah jalan. Ramona menatap punggung laki-laki itu dengan hangat. Ia mendadak rindu sekali pada Adinda dan ingin sekali menghabiskan berjam-jam bercerita, seperti dulu kala. Yang terpenting, ia ingin menyampaikan pada Adinda bahwa ia sama sekali tidak kecewa atau membencinya. Ramona ingin mengatakan bahwa cinta itu ternyata lebih sulit ditebak, abstrak dan tidak bisa dikungkung dengan aturan moral atau apapun. Betapa Ramona tidak sabar untuk mengatakan pada Adinda, bahwa ia sekarang mencintai  laki-laki di depannya ini selain laki-laki yang menikah dengannya 7 tahun lalu dan bahwa laki-laki ini dan laki-laki yang menikah dengannya 7 tahun yang lalu, dulunya adalah sepasang kekasih.
     " Hei, kok bengong? Itu makananmu sudah matang dan ponselmu berbunyi. "
     Ramona tersadar dari lamunannya. Ponselnya berbunyi dan nama suaminya di situ. " Iya sayang? Oh anak-anak sudah makan malam? Oke. Oke, salam untuk Mama dan Papa ya. Ya, ini aku masih di kantor. Oke, akan kusampaikan salam untuk yang lain. Bye, sayang. " kata Ramona lalu menutup ponselnya dan mulai makan malam dengan riang, tak sabar akan hari lusa.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H