Aku tertunduk lesu bukannya pertolongan yang kudapatkan. Lagi-lagi ibu yang selalu dipersalahkan. Tuhan pada siapakah aku harus mengadukan semuanya. Ya allah, sekiranya hamba kuat akan kulawan perlakuan Ayah dengan akalku. Rampan, bagaimana kabarmu di sana?Â
"Rampan semoga kau bisa mewakili hidupku yang sunyi. Akan kutunjukan kepada Ayah. Layung tak selemah yang semua orang kira. Layung ingin dicintai seorang lelaki istimewa dalam hidup Layung. Kutatap wajahku dicermin kamar itu, Layung itukah wajahku, tersirat wajah ayah di mata dan hidungku, rambut dan kulitku mewarisi kecantikan ibu. Tapi mengapa ayahku selalu menganggapku taka da? Apakah karena aku tak bias bicara? Ayah, suatu hari nanti, Layung ingin menjadi kebanggaan Ayah."Â
Kuusap Rampan tokoh utama sketsa karakter yang menjadi pemeran utama di komik berseri itu. Â
***
"Layung sebentar lagi kakakmu akan menikah. Dan adikmu akan lahir ke dunia. Ibu berharap kamu menjadi kakak yang hebat." Ibu memelukku erat dari belakang kursi laptopku.
"Saat ini ibu hanya bisa di rumah, warung makan kebanggaan ibu kini sudah rata dengan tanah. Ntahlah Nak, apa yang ada dipikiran Ayahmu itu. Ibu selalu berusaha menjadi ibu yang baik. Istri yang setia. Apapun yang dimaui Ayahmu ibu turuti. Tapi ibu sangat sakit jika kamu dijadikan bahan cemoohan Ayahmu sendiri.
Layung maafkan ibumu, Nak. Ibu dengan sekuat tenaga supaya kamu tetap bisa sekolah, berpendidikan. Tidak seperti ibumu. Wanita bodoh dan tidak bisa berbuat banyak bahkan untuk tubuhnya sendiri." Aku mendekat. Kubahasakan tubuhku dengan tangan dan mimikku.
"Bu Layung tak pernah bersedih hati. Layung justru menghawatirkan ibu tak lagi menerima Layung sebagai anak manis. Layung bangga menjadi anak ibu. Ibu yang tak hanya sekadar cantik tapi ibu yang kuat. Percayalah ibu Layung akan menjadikan ibu istimewa. Layung berdoa Ayah menerima Layung dan menjadikan ibu sebagai bidadari."
Mata ibu berkaca-kaca. Sesekali tangannya memegangi perutnya yang buncit.
Dunia begitu sunyi tak banyak yang dapat kuperbuat. Hanya coretan pencil di kertas HVS putih itu kuukir kisahku. Bergelut dengan tokoh imajiner yang kubuat dalam komik berseri "Rampan" namanya. Seorang  anak lelaki tangguh berpetualang mencari Ayah ibunya.
Dia dilahirkan di panti asuhan di pinggir kota. Seperti anak kebanyakan Rampan berharap memiliki keluarga utuh. Ayah ibu, kakak, adik. Dia berharap kepada setiap pengunnjung panti adalah bapak atau ibu yang pernah meninggalkannya.