sambil mondar mandir
"Untuk mendengarkan kata-kata taik, menyimpan nama-nama taik, mengamankan rahasia-rahasia taik, menyembunyikan rencana-rencana taik, memback-up data-data taik, sekali lagi kukatakan kepalaku bukan WC."
suaranya makin nyaring. Kakinya menendang kursi yang ada didepannya. Ruangan itu sunyi kembali. Tubuhnya lunglai. Matanya tertutup. Ruangan itu senyap seakan semua berdaulat pada tanduk yang mulai tumbuh. Badannya roboh. Tertelungkup di lantai. Memegangi kepalanya yang tiba-tiba sakit.Â
Babak 2
Di ruang bertembok putih dengan segala miniature kepala beserta lukisan saraf-saraf otak terpampang disemua sisi. Pemandangan yang sebagian orang menakutkan. Diruangan itu terjadi perdebatan dua lelaki yang kontras. Ibram berusaha menjelaskan keluhannya kepada dokter Mugni kawan akrabnya sewaktu kuliah.Â
Ibram             : "Rasanya bagai ada yang hendak tumbuh di kepalaku ini, Dok. Dan benjolan itu membuat kepalaku seolah mau bertanduk."
                  Ibram menjelaskan dengan seksama
Dr Mugni       : "Ah, apa benar Bram."
dr Mugni tersenyum konyol, setengah tak percaya dengan penjelasan Ibram
Ibram            : "Benar dok. Saya serius."
Wajah Ibram menimpali dengan serius. Matanya melotot memandangi dokter agak kesal.