Mohon tunggu...
Imam Kuncoro
Imam Kuncoro Mohon Tunggu... -

Just a simple man who love coding, painting and science

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suara Hati dari Pinggir Jalan

10 September 2014   18:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:06 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUARA HATI DARI PINGGIR JALAN

dengarlah
diantara bising kendaraan
baik ketika debu beterbangan menggapai matahari lalu terjatuh 
baik ketika silau lampu bergantian menyapa wajah

geram
aku geram
hatiku geram menyaksikan kemewahan
yang lebih berpihak pada hati yang curang
yang lebih suka bersembunyi di balik kantung celana bermerek
geram
aku geram
hatiku geram dalam kebuntuan
doa-doa yang tak terjawab
membentuk amarah
membalik norma

begitulah
mereka menjadi sosok-sosok seram
di tempat parkir, terminal dan pasar
lalu rehat diujung gang yang berbau alkohol

begitulah
mereka menjadi hiasan malam
di temaram pinggir jalan
lalu rehat di kegelapan taman

engkau yang mengaku berilmu
tak guna peringatan dan nasihatmu
karena mereka telah tahu
mungkin sebelum kau tahu

engkau yang memperoleh kelapangan
kekuasaan dan kemampuan

Tuhan menunggumu
menjadi saluran kasih dan sayangNya
mengabulkan doa-doa mereka
dalam perbuatan mereka sekarang
ada andil kelalaianmu

belumlah dermawan dengan menyisakan dua setengah persen
belum pula dermawan dengan tambahan sodakoh
belum cukup dermawan sebelum

kau masuki liang-liang gelapnya
kau temui segala yang menyesatkan
kau pahami kesulitan-kesulitannya
kau kenali yang membatasi pandangannya

bawalah mereka ke permukaan
agar melihat jalan di antara cahaya
kau kenyangkan perut mereka
agar mampu melangkah
kau bimbing mereka
agar sampai di tujuan

begitulah
nasihat dan peringatan kadang tak berguna
zakat dan sedekah bisa tak berarti
karena yang mereka butuhkan bukan itu
melainkan
"pertolongan"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun