Sebagai contoh kecil, pada sebuah bundaran jalan, kita sebegitu seringnya melanggar jika berada di jalur kiri dan ingin masuk ke jalan yang ada di sebelah kanan bundaran. Ketimbang mengikuti lingkaran bundaran yang berputar ke kanan, kita lebih suka langsung memotong kompas tanpa melewati lingkaran. Padahal kan aturannya kita harus berputar dulu mengikuti lingkaran untuk mengambil arah ke kanan.
Dari segi efektivitas, ya memang memotong langsung ke arah kanan itu mungkin tindakan yang wajar. Bukankah dengan potong kompas seperti itu berarti kita memilih jarak terpendek yang berarti lebih efektif?
Benar.
Tapi dalam dunia lalu lintas, ini bukan semata-mata urusan efektivitas. Ini berkaitan dengan keselamatan kita sesama pengendara. Kita boleh saja mengejar nilai efektivitas, tetapi keselamatan pengendara lain harus tetap jadi prioritas kita.
Jika Anda "manusia yang bisa selalu luput dari kecelakaan" karena begitu gesitnya mengemudi atau berkendara sehingga dapat menyelamatkan diri dari situasi genting, pertimbangkanlah orang lain yang mungkin harus ekstra hati-hati agar selamat saat berada di jalan.
Ketika berada di jalan raya, egoisme haruslah diletakkan paling belakang. Atau kalau bisa, taruhlah untuk sementara di rumah. Kita harus menjunjung tinggi kepentingan pengguna jalan yang lain. Jika dalam jual beli, "pembeli adalah raja"; maka dalam berlalu lintas, "pengguna jalan lain adalah raja". Termasuk pejalan kaki.
Ini tentu butuh kedewasaan untuk bisa menekan ego saat berada di jalan raya. Itulah sebabnya, anak-anak yang masih usia SMP tidak seharusnya dibiarkan membawa kendaraan sendiri di jalan raya, selihai apapun ia mengemudi atau berkendara. Atau biarpun ia titisan Valentino Rossi. Sebab di jalan raya, yang lebih dibutuhkan adalah kematangan emosional, berikutnya barulah kelihaian.
Tetapi sudah menjadi pemandangan sehari-hari, anak-anak yang masih belum pantas mendapatkan SIM hilir mudik di jalan raya kita. Dan perhatikanlah bagaimana ugal-ugalannya mereka. Bahkan mereka dapat berboncengan saling memunggungi di atas motor yang bahkan Marc Marquez pun tidak pernah melakukannya!
Atau pernahkah kita melihat anak-anak usia SMA dan mahasiswa, yang secara usia sudah pantas mendapatkan SIM, tetapi mereka masih mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan?
Itu jelas karena emosional mereka yang sedang labil atau memang tidak matang. Â
Tetapi bagaimana dengan 'mak-mak yang seinnya ke kiri tetapi beloknya ke kanan?