Dampak negatif pemanenan hutan lainnya yakni perubahan bentang alam, keterbukaan dan pemadatan tanah, kerusakan vegetasi hutan, kerusakan habitat fauna dan flora, erosi, pengeruhan air sungai, sedimentasi dan pendangkalan badan sungai dan danau, kerusakan habitat kehidupan liar di dalam eksistem perairan sungai dan danau, kelangkaan akan kepunahan jenis-jenis fauna dan flora tertentu, sering terjadi becana banjir pada musim hujan dam bencana kekeringan pada musim kemarau, dan kehidupan masyarakat di sekitar hutan terganggu akibat berkurangnya sumber-sumber air bersih, pencemaran air sungai, pendangkalan sungai, berkurangnya sumber penghidupan atau penghasilan dari pengambilan hasil hutan dan penangkapan ikan di sungai (Elias 2015).
Teknik Reduced Impact Logging (RIL)
Pengelolaan hutan lestari adalah instrumen penting dalam kegiatan pemanenan kayu untuk menghasilkan produksi kayu yang berkelanjutan, pendapatan yang meningkat secara terus-menerus dengan tetap menjaga kualitas lingkungan dan tanggung jawab sosial. Pengelolaan hutan lestari adalah proses pengelolaan hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang ditentukan secara jelas sehubungan dengan produksi berkelanjutan dari produk dan jasa hutan yang diinginkan, tanpa pengurangan yang tidak semestinya dari nilai-nilai yang melekat dan produktivitas masa depan dan tanpa dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan fisik dan sosial (ITTO 1998).
Pengertian awal konsep kehutanan berkelanjutan terfokus pada sumber daya kayu, yang pengelolaan hutannya berorientasi dari sejumlah spesies pohon komersial yang terbatas. Konsep pengelolaan hutan berkelanjutan terus mengalami perkembangan. Banyak peneliti menyimpulkan bahwa produksi kayu yang berkelanjutan harus mempertimbangan lebih dari sekedar pohon kayu saja. Pendekatan berubah menjadi pengelolaam sumber daya yang berkelanjutan dengan fokus pada hutan sebagai penghasil kayu, dengan anggapan bahwa produksi kayu hanya dapat dipertahankan saat mampu diterima secara ekonomi dan ekologis. Pentingnya produk dan jasa lain yang disediakan oleh hutan telah mendapat banyak perhatian dalam pembangunan kehutanan, terutama perhatian terhadap aspek ekonomi dan aspek sosial, seperti peran hutan dalam mata pencaharian masyarakat lokal, pembangunan pedesaan, dan pengentasan kemiskinan (Werger 2011). Konsep pengelolaan hutan lestari sekarang mencakup kelanjutan rotasi produk dan jasa lain seperti perlindungan pasokan air bersih, tanah dan situs budaya, dan hasil hutan non-kayu yang berkelanjutan, serta kayu.
Reduced Impact Logging atau penebangan berdampak rendah (RIL) adalah pendekatan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pemanenan kayu (Elias et al. 2001). RIL merupakan pelengkap kegiatan pemanenan seperti pembuatan jalan, penebangan, dan penyaradan. Penerapan RIL bertujuan untuk meminimalkan kerusakan pada tanah dan tegakan hutan (Muhdi et al. 2012) serta dampaknya terhadap kehidupan satwa liar (Elias et al. 2001). Langkah awal yang perlu diambil menuju pengelolaan hutan lestari di sebagian besar daerah tropis adalah meminilmalkan dampak lingkungan dari pemanenan kayu selektif melalui penerapan teknik RIL (Putz & Romero 2015). Kerusakan yang terjadi akibat pemanenan kayu melalui penerapan RIL lebih kecil dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi pada petak pemanenan kayu secara konvensional (Muhdi  et al. 2012). Tingginya kesadaran dan kepeduluan terkait masalah lingkungan yang disebabkan oleh jenis penggunaan lahan, perubahan menuju pelestarian alam, dan perlindungan mengarah pada pembentukan prinsip Reduced Impact Logging (RIL) yang bertujuan untuk menghindari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan penebangan menjadi alasan (Hawthorne et al. 2011).
Sistem penebangan konvensional tidak mempertimbangkan masalah keberlanjutan, karena orientasi terfokus hanya pada keuntungan moneter. Untuk meminimalkan dampak negatif tersebut, penerapan teknik Reduced Impact Logging (RIL) menjadi hal sangat penting dalam kegiatan pemanenan. Penerapan RIL adalah metode pemanenan ramah lingkungan, yang memperhatikan aspek lingkungan sebagai satu kesatuan. Untuk mencapai keberhasilan dalam konsep RIL, maka dibutuhkan perencanaan pemanenan yang baik dan tepat untuk memperoleh hasil yang optimal dan berkelanjutan.
Dampak Reduced Impact Logging (RIL) Pada Hutan
Hutan hujan tropika, meski hanya mencakup 10% dari luas bumi permukaan, merupakan rumah bagi 50-80% dari semua spesies darat (Wood 2018). Indonesia memiliki hutan hujan tropis terluas ketiga setelah Brazil dan Republik Demokratik Kongo, disusul Peru dan Kolombia yang menempati luas hutan tropis keempat dan kelima. Hutan hujan tropika adalah rumah bagi setengah spesies fauna dan flora di seluruh dunia.
Persebaran hutan hujan tropis di Indonesia berada di pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Sumatera, Papua dan Sulawesi. Keberagaman fauna dan flora di Indonesia termasuk tinggi di dunia, jauh lebih tinggi daripada Amerika Selatan dan Afrika yang juga beriklim tropis. Beragam manfaat yang dapat diperoleh seperti memberikan layanan ekologis, termasuk menyimpan ratusan milyar ton karbon, melindungi dari banjir dan kekeringan, mestabilkan tanah, mempengaruhi pola curah hujan, dan menyediakan rumah bagi satwa liar dan penduduk asli (FSC 2021).
Hutan adalah sumber penghidupan dan pendapatan masyarakat lokal. Dibutuhkan pengelolaan ekosistem hutan yang sesuai untuk memastikan keberlanjutan dari penggunaan dan pemanfaatan hutan. Pendekatan paradigma pemanfaatan sumber daya hutan modern menekankan pada pemanfaatan fungsi-fungsi ekosistem hutan tanpa mengurangi produksi-produksi fungsi-fungsi ekosistem bagi generasi sekarang dan yang akan datang (Elias 2012).
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari yaitu teknik RIL. Pemanenan hutan adalah kegiatan kehutanan yang merubah pohon dan biomassa lain menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat (Suprapto 1982 dalam Elias 2015). Menurut Pinard et al. (2000), kerusakan dari kegiatan pemanenan hutan tidak dapat dihindarkan, namun intensitas pemanenan tersebut dalam diminimalkan melalui perencanaan yang baik dan kepatuhan terhadap aturan yang baik.