Mohon tunggu...
MUHAMMAD REZA SETIAWAN
MUHAMMAD REZA SETIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - forester I practitioners I learners I reader I traveller I adventurer !

Jalanmu mungkin tidak cepat namun percayalah rencana Allah selalu tepat! Sabar, ikhlas, ikhtiar. ~ Sajak Salaf

Selanjutnya

Tutup

Nature

Empat Sub Sistem Usaha Hutan Rakyat

3 Maret 2021   20:11 Diperbarui: 15 Oktober 2022   10:24 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bogor, Jawa Barat - Sistem merupakan himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks dan memiliki kesatuan (unity), hubungan fungsional dan tujuan yang berguna (Hardjanto, 2017). Sistem usahatani dapat diartikan sebagai kumpulan komponen-komponen yang saling berhubungan satu dengan lainnya, membentuk siklus dengan tujuan manfaat yang maksimal (Rabu, 03 Maret 2021).

Johnson et al. (1973) dalam Tampubolon dan Silaban (2004) mendefinisikan sistem sebagai keseluruhan yang terorganisir atau kompleks, suatu kumpulan atau kombinasi dari hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk kesatuan secara keseluruhan yang kompleks. 

Selain itu, Tampubolon dan Silaban (2004) juga menjelaskan sistem adalah kumpulan dari objek-objek bersama-sama dengan hubungannya, antara objek-objek dan antara atribut mereka yang dihubungkan dengan satu sama lain dan kepada lingkungannya sehingga membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh (Whole).

Menurut Eriyanto (1999) dalam Hardjanto (2017), pendekatan sistem merupakan metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. 

Lebih lanjut Hardjanto (2017), permasalahan yang sebaiknya menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya, yaitu permasalahan yang memenuhi karakteristik: (1) kompleks, yaitu interaksi antara lemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.

Selain itu, terdapat tiga pola pilir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu (1) sibernetik, artinya beriorentasi pada tujuan, (2) holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) efektif yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan.

Usahatani adalah kegiatan pengelolaan sumber daya lahan dengan optimal yang dilakukan secara terpadu guna meningkatkan pendapatan. Menurut Shinta (2011), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mengulas segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu.

Kegiatan usahatani merupakan penerapan kegiatan ekonomi dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pasca pelaksanaan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (Andayani, 2005 dalam Widyaningsih dan Achmad, 2012). Lebih lanjut Andayani 2005 dalam Widyaningsih dan Achmad (2012), usahatani dapat diartikan sebagai suatu lokasi dimana petani (pemilik, penggarap, penyakap) baik secara individual maupun berkelompok melaksanakan proses produksi dengan mensinergikan penggunaan input faktor, yang terdiri dari modal, tenaga kerja, sumber daya alam, dan keterampilan (skill) sesuai dengan tingkat teknologi yang dimiliki oleh suatu komunitas/masyarakat petani di lahan usahanya.

Pengelolaan Hutan Rakyat

Sejak dulu hutan rakyat telah menjadi pilihan utama masyarakat guna meningkatkan kesejahteraannya. Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di atas tanah milik rakyat dengan jenis tanaman kayu-kayuan. Pengelolaan hutan rakyat dilakukan oleh pemiliknya atau oleh suatu badan usaha dengan mengacu kepada ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah (Awang 2001). Umumnya pola tanam yang diterapkan masyarakat adalah pola tanam murni (monokultur), hutan rakyat campuran, dan hutan rakyat agroforestri.

Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/KPTS.II/1997 tanggal 20 Januari 1997 mendefinisikan hutan rakyat sebagai hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan/atau pada tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar. 

Menurut Dako (2012), tujuan utama pembangunan hutan rakyat adalah: (1) meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari, (2) membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat, (3) membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku industri serta kayu bakar, (4) meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya, dan (5) memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.

Hutan rakyat mempunyai peran penting bagi kehidupan masyarakat pedesaan meliputi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan (Anatika et al. 2019). Keberadaan hutan rakyat sangat esensial sebagai penopang pertanian desa, penyangga ekosistem, penjaga stabilitas ekologi dan pengatur tata air wilayah (Arupa 2002).

Sejauh ini masyarakat lebih banyak mengembangkan hutan rakyat dengan pola tanam campuran karena sempitnya lahan yang dimiliki. Hardjanto (2000) mengungkapkan bahwa rata-rata pemilikan lahan di Jawa sempit sehingga mendorong pemiliknya untuk memanfaatkan lahan dengan sebaik mungkin. Pada sisi lain, petani juga memiliki kendala dalam permodalan serta teknologi pemanenan dan pasca panen (Darusman dan Wijayanto, 2007).

Perkembangan usahatani di hutan rakyat saat ini membantu masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, usahatani hutan rakyat terus mengalami perkembangan dan permintaan yang besar seiring dengan pertumbuhan industri pengolah kayu di setiap wilayah. Hardjanto (2003) menguraikan bahwa kemajuan teknologi industri pengolahan kayu pada awal tahun 1980 berupa chainsaw dan sawnill mempunyai peran penting dalam meningkatkan kebutuhan bahan baku kayu di hutan rakyat. Lebih lanjut, Hardjanto (2003) menjelaskan bahwa mulai tahun 1980-an berkembang hutan rakyat swadaya yang dibangun oleh masyarakat sendiri.

Sistem usahatani hutan rakyat merupakan pengelolaan dengan melibatkan banyak pihak terkait dan kompleks sehingga sistem pengembangannya menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem yaitu dengan menggabungkan unsur-unsur yang berkaitan dan mengenali kebutuhan sistem tersebut. 

Hasil penelitian Hardjanto (2017) mengungkapkan bahwa usaha hutan rakyat, meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan dari petani kepada konsumennya. Keseluruhan kegiatan tersebut pada prinsipnya merupakan sub-sub sistem dari sistem usaha hutan rakyat yang dipandang memiliki tujuan khususnya meningkatkan pendapatan petani dan penggerak kegiatan-kegiatan lain yang memiliki hubungan baik ke balakang maupun ke depan.

Sejalan dengan itu, Bashar (1964) dalam Hardjanto (2017), usaha hutan rakyat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani, disamping itu beberapa manfaat lain yang dihasilkan dalam pengusahaan hutan rakyat yakni: (a) kayu dan hasil hutan lainnya, (b) pengawetan tanah dan air, (c) perlindungan tanaman-tanaman pertanian, dan (d) perlindungan binatang liar. Meski demikian, keberhasilan usaha ini dipengaruhi oleh intensitas pengelolaan, kesesuaian tempat tumbuh, kualitas bibit yang ditanam dan kondisi pasar kayu rakyat (Puspitojati et al. 2014).

Pengelolaan hutan rakyat berpedoman kepada undang-udang nomor 41 Tahun 199, terdiri dari tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam.

Secara finansial hutan rakyat memiliki pola tanam yang sangat beragam. Namun demikian sebagian besar hutan rakyat yang ada di lapangan pada umumnya menggunakan pola tanam campuran (wanatani), yakni campuran antara tanaman pangan dan tanaman kayu-kayuan. Keuntungan pola ini adalah: (1) adanya pembagian resiko (kegagalan satu jenis terganti oleh jenis lain), (2) peningkatan frekuensi/intensitas pemungutan hasil, sehingga pendapatan meningkat, (3) menjamin stabilitas biologis dan memperbaiki kesuburan tanah dan lingkungan, (4) efisiensi penggunaan faktor produksi (Dako, 2012).

Empat Sub Sistem Hutan Rakyat

Berdasarkan bentuknya, hutan rakyat terbadi menjadi dua yakni hutan rakyat tradisional dan hutan rakyat inpres. Menurut Institut Pertanian Bogor (1983) dalam Hardjanto (2017), membagi dua pola hutan rakyat, yaitu hutan rakyat tradisional atau cara penanaman tanaman hutan pada tanah milik (lahan kering) yang diusahakan oleh masyarakat, dan hutan rakyat inpres atau penanamannya murni dilakukan di lahan marjinal.

Selain itu, berdasarkan pola tanamannya, Lembaga Penelitian IPB (1983) membagi hutan rakyat ke dalam tiga bentuk meliputi (a) hutan rakyat murni (monoculture), atau terdiri dari satu jenis tanaman yang ditanam secara homogen, (b) hutan rakyat campuran (polyculture) atau terdiri dari berbagai jenis pepohonan yang ditanam secara campuran, dan terakhir (c) hutan rakyat (system agroforestry) atau bentuk perpaduan antara tanaman kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan dan lain-lain.

Masing-masing pola tanam tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Hutan rakyat monokultur mudah terkena hama dan penyakit serta nilai ekonominya rendah, hal tersebut disebabkan jenis komoditas yang diusahakan satu jenis. Hutan rakyat dengan campuran cenderung tahan dari serangan hama dan penyakit serta ekonomi yang cukup besar, hal tersebut terjadi karena jenis komoditas yang diusahakan relatif beragam. Terakhir, sistem agrofrestri kuat terhadap serangan hama dan penyakit serta manfaat ekonomi yang besar diantara bentuk hutan sebelumnya, hal tersebut disebabkan jenis komoditas yang bervariasi yang dapat diperoleh.

Menurut Michon (1983) dalam Hardjanto (2017), terdapat tiga tipe hutan rakyat, yaitu: tipe pekarangan, talun dan kebun campuran. Adapun perbedaan kegiatanya yakni (a) pekarangan mempunyai sistem pengaturan tanaman yang terang dan baik serta biasanya berada di sekitar rumah. Luas minimum sekitar 0,1 ha yang dipagari mulai dari jenis sayur-sayuran sampai pohon yang berukuran sedang dengan tinggi mencapai 20 meter, (b) talun mempunyai ukuran yang lebih besar, penanaman pohon relatif rapat, tinggi pohon mencapai 35 meter dan terdapat beberapa pohon yang tumbuh secara liar dari jenis herba atau liana, dan (c) kebun campuran banyak ditemui dibeberapa desa. Jenis ini cenderung lebih homogen dengan satu jenis tanaman pokok Cengkeh atau Pepaya dan berbagai macam jenis tanaman herba.

Berdasarkan jenis tanaman penyusunnya, Haeruman (2003) dalam Hardjanto (2017) mengidentifikasi 17 macam budidaya masyarakat dalam mengusahakan tanaman jenis pohon-pohonan yang terbagi dalam 3 golongan: (a) kombinasi antara pepohonan dengan tanaman perkebunan, tanaman makanan dan semak, (b) kombinasi antara pepohonan dengan tanaman makanan ternak dan ternak, dan (c) kombinasi pepohonan dengan ikan.

Dalam sistem usaha hutan rakyat, terdapat empat sub sistem yang saling berkaitan dan memiliki hubungan fungsional, yaitu sub sistem yaitu sub sistem produksi, pengolahan, pemasaran, dan kelembagaan.

Sub sistem produksi memiliki dua prinsip pengelolaan, yaitu kelestarian hutan dan kelestarian usaha. Kelestarian hutan berhubungan dengan fisik hutan itu sendiri yang tetap terjaga, sedangkan kelestarian usaha berkaitan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh dalam pengelolaan hutan. Beberapa komponen untuk menunjang sub sistem produksi ini meliputi: ketersedian lahan garapan, sumber daya manusia, infrastruktur, permodalan, gotong-royong antara kelompok tani, dan sistem informasi yang memadai serta kebijakan pemerintah.

Sub sistem pengolahan merupakan tindakan yang mengubah kayu menjadi barang jadi. Berbagai jenis produk olahan kayu rakyat dalam bentuk kayu gergajian dengan berbagai macam bentuk dan ukuran sortimen. Bentuk dan ukuran sortimen kayu gergajian produk dari kayu rakyat diantaranya: papan, kaso, dan balok, untuk bangunan, dan barang setengah jadi untuk diolah lebih lanjut. Beberapa komponen yang penting dalam sub sistem pengolahan meliputi jumlah, jenis dan lokasi, kebutuhan akan bahan baku, keterkaitan industri dengan sumber bahan baku, dan teknologi yang digunakan dalam pengolahan.

Sub sistem pemasaran merupakan proses tawar-menawar terhadap suatu produk atau jasa. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi pemasaran dengan menyalurkan, menyebarkan, mengirimkan atau menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen yang digunakan sesuai keperluan. Pemasaran kayu rakyat dapat ditinjau melalui empat hal yaitu: (a) sistem distribusi, (b) struktur pasar, (c) perilaku pasar, dan (d) keragaan pasar (Hardjanto, 2017). Saluran pemasaran adalah serangkain organisasi yang saling berkaitan dan berperan dalam proses menjadikan produk atau jasa siap dikonsumsi (Kottler, 2002). Minimal ada tiga bentuk saluran distribusi, yaitu konsumen akhir (pengguna langsung), industri primer (industri penggergajian), dan industri hilir seperti (industri pulp/kertas, moulding, finger point) (Hardjanto, 2017).

Struktur pasar merupakan suatu kondisi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh individu/kelompok, jumlah individu/kelompok dalam suatu pasar, konsentrasi individu/kelompok, jenis-jenis dan pemisahan produk serta syarat masuk pasar. Sementara itu, karakteristik struktur pasar meliputi (a) jumlah dan ukuran individu/kelompok; (b) persepsi pembeli terhadap sifat produk; (c) kondisi keluar masuk pasar; (d) tingkat pengetahuan (kondisi pasar, harga, biaya) diantara peserta pasar. Perilaku pasar adalah pola perilaku yang dianut dalam adaptasi atau penyesuaikan terhadap keadaan pasar.

Selanjutnya, tiga dimensi dalam keragaan pasar, yaitu, tingkat efisiensi, hubungan harga dengan biaya, dan besarnya biaya promosi penjualan (Bain, 1959 dalam Hardjanto, 2017). Tingkat efisiensi sangat dipengaruhi oleh skala usaha, semakin besar skala usaha maka efisiensinya semakin besar. Efisiensi pemasaran adalah sedikitnya biaya pemasaran yang diperlukan untuk memperoleh keuntungan pemasaran yang besar.

Sub sistem kelembagaan merupakan aturan main yang mengatur segala bentuk interaksi dalam konteks pengelolaan hutan rakyat sehingga memperolah hasil yang maksimal. Kelembagaan dalam usaha kayu rakyat merupakan sub sistem penunjang untuk kelencaran kinerja ketiga sub sistem yang lain. Secara prinsip usaha kayu rakyat secara prinsip mencakup dua hal, meliputi sumber daya dan usaha, sehingga pembahasan kelembagaan menjelaskan mengenai lembaga sosial, lembaha ekonomi, dan lembaga pengurusan sumber daya (Hardjanto, 2017).

Menurut Horton dan Hunt (1999), lembaga sosial adalah sistem nilai untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang dianggap penting. Lembaga sosial merupakan manifestasi dari tata kelakuan masyarakat yang terinstitusionalisasi dalam mencapai tujuan atau kepentingan tertentu. Lembaga sosial bertujuan untuk mendorong proses pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan, juga bermanfaat dalam mempermudah kegiatan pengawasan dan kontrol dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan dengan pendekatan institusional yang mengikat anggota masyarakat (Chaniago et al. 2019).

Berdasarkan bentuk solidaritas, Durkheim membagi masyarakat ke dalam dua bentuk yakni masyarakat solidaritas mekanik dan masyarakat solidaritas organik. Kedua tipe masyarakat berdasarkan tipe solidaritas tersebut berbeda dalam berbagai indikator aspek sistem sosial yang meliputi solidaritas, sistem ekonomi, kontrol sosial, tipe kepemimpinan, respon terhadap perubahan, serta orientasi masa depan. (Chaniago, et al. 2019).

Sementara itu, lembaga ekonomi merupakan lembaga yang mengurus jalannya usaha secara ekonomi maupun finansial sehingga seluruh aktivitas yang dilaksanakan oleh lembaga usaha hendaknya mengarah kepada kelestarian usaha (Hardjanto, 2017). Upaya untuk mendorong terwujudnya lembaga tersebut perlu adanya inisiatif daerah, diantaranya; membentuk mekanisme bantuan permodalan, pemasaran, dan informasi pasar.

Sejalan dengan itu, dalam mendukung pengembangan sistem usatani hutan rakyat di wilayah pedesaan, ada beberapa faktor pendukung yaitu (1) peran perguruan tinggi; (2) pengusaha; (3) lembaga perkreditan; (4) pengusaha tani (petani); (5) instansi terkait; dan (6) koperasi sebagai badan usaha (Syahza, 2003). Selanjutnya, lembaga pengurusan sumberdaya merupakan lembaga pengurusan sumber daya yang terdiri dari unsur masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Ketiga komponen yang terurai diatas harus berjalan secara harmonis untuk memperoleh hasil yang optimal. Sub sistem kelembagaan mengatur berbagai sub sistem yang lain sehingga dapat dikelola dengan sebaik-baiknya dan maskimal sesuai dengan prinsip pengelolaan hutan lestari (ekonomi, ekologi, dan sosial).

Sistem usaha hutan rakyat merupakan kegiatan pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh petani di hutan milik maupun hutan negara untuk meningkatkan pendapatan dengan tetap menjaga keberadaan hutan.

Sistem usaha hutan rakyat terdiri empat sub sistem yang saling berhubungan erat, membentuk satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi satu dengan lainnya, empat sub sistem tersebut meliputi sub sistem produksi, sub sistem pengolahan, sub sistem pemasaran, dan sub sistem kelembagaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari hutan rakyat ditentukan dari keempat komponen tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun