Selain itu, berdasarkan pola tanamannya, Lembaga Penelitian IPB (1983) membagi hutan rakyat ke dalam tiga bentuk meliputi (a) hutan rakyat murni (monoculture), atau terdiri dari satu jenis tanaman yang ditanam secara homogen, (b) hutan rakyat campuran (polyculture) atau terdiri dari berbagai jenis pepohonan yang ditanam secara campuran, dan terakhir (c) hutan rakyat (system agroforestry) atau bentuk perpaduan antara tanaman kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan dan lain-lain.
Masing-masing pola tanam tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Hutan rakyat monokultur mudah terkena hama dan penyakit serta nilai ekonominya rendah, hal tersebut disebabkan jenis komoditas yang diusahakan satu jenis. Hutan rakyat dengan campuran cenderung tahan dari serangan hama dan penyakit serta ekonomi yang cukup besar, hal tersebut terjadi karena jenis komoditas yang diusahakan relatif beragam. Terakhir, sistem agrofrestri kuat terhadap serangan hama dan penyakit serta manfaat ekonomi yang besar diantara bentuk hutan sebelumnya, hal tersebut disebabkan jenis komoditas yang bervariasi yang dapat diperoleh.
Menurut Michon (1983) dalam Hardjanto (2017), terdapat tiga tipe hutan rakyat, yaitu: tipe pekarangan, talun dan kebun campuran. Adapun perbedaan kegiatanya yakni (a) pekarangan mempunyai sistem pengaturan tanaman yang terang dan baik serta biasanya berada di sekitar rumah. Luas minimum sekitar 0,1 ha yang dipagari mulai dari jenis sayur-sayuran sampai pohon yang berukuran sedang dengan tinggi mencapai 20 meter, (b) talun mempunyai ukuran yang lebih besar, penanaman pohon relatif rapat, tinggi pohon mencapai 35 meter dan terdapat beberapa pohon yang tumbuh secara liar dari jenis herba atau liana, dan (c) kebun campuran banyak ditemui dibeberapa desa. Jenis ini cenderung lebih homogen dengan satu jenis tanaman pokok Cengkeh atau Pepaya dan berbagai macam jenis tanaman herba.
Berdasarkan jenis tanaman penyusunnya, Haeruman (2003) dalam Hardjanto (2017) mengidentifikasi 17 macam budidaya masyarakat dalam mengusahakan tanaman jenis pohon-pohonan yang terbagi dalam 3 golongan: (a) kombinasi antara pepohonan dengan tanaman perkebunan, tanaman makanan dan semak, (b) kombinasi antara pepohonan dengan tanaman makanan ternak dan ternak, dan (c) kombinasi pepohonan dengan ikan.
Dalam sistem usaha hutan rakyat, terdapat empat sub sistem yang saling berkaitan dan memiliki hubungan fungsional, yaitu sub sistem yaitu sub sistem produksi, pengolahan, pemasaran, dan kelembagaan.
Sub sistem produksi memiliki dua prinsip pengelolaan, yaitu kelestarian hutan dan kelestarian usaha. Kelestarian hutan berhubungan dengan fisik hutan itu sendiri yang tetap terjaga, sedangkan kelestarian usaha berkaitan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh dalam pengelolaan hutan. Beberapa komponen untuk menunjang sub sistem produksi ini meliputi: ketersedian lahan garapan, sumber daya manusia, infrastruktur, permodalan, gotong-royong antara kelompok tani, dan sistem informasi yang memadai serta kebijakan pemerintah.
Sub sistem pengolahan merupakan tindakan yang mengubah kayu menjadi barang jadi. Berbagai jenis produk olahan kayu rakyat dalam bentuk kayu gergajian dengan berbagai macam bentuk dan ukuran sortimen. Bentuk dan ukuran sortimen kayu gergajian produk dari kayu rakyat diantaranya: papan, kaso, dan balok, untuk bangunan, dan barang setengah jadi untuk diolah lebih lanjut. Beberapa komponen yang penting dalam sub sistem pengolahan meliputi jumlah, jenis dan lokasi, kebutuhan akan bahan baku, keterkaitan industri dengan sumber bahan baku, dan teknologi yang digunakan dalam pengolahan.
Sub sistem pemasaran merupakan proses tawar-menawar terhadap suatu produk atau jasa. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi pemasaran dengan menyalurkan, menyebarkan, mengirimkan atau menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen yang digunakan sesuai keperluan. Pemasaran kayu rakyat dapat ditinjau melalui empat hal yaitu: (a) sistem distribusi, (b) struktur pasar, (c) perilaku pasar, dan (d) keragaan pasar (Hardjanto, 2017). Saluran pemasaran adalah serangkain organisasi yang saling berkaitan dan berperan dalam proses menjadikan produk atau jasa siap dikonsumsi (Kottler, 2002). Minimal ada tiga bentuk saluran distribusi, yaitu konsumen akhir (pengguna langsung), industri primer (industri penggergajian), dan industri hilir seperti (industri pulp/kertas, moulding, finger point) (Hardjanto, 2017).
Struktur pasar merupakan suatu kondisi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh individu/kelompok, jumlah individu/kelompok dalam suatu pasar, konsentrasi individu/kelompok, jenis-jenis dan pemisahan produk serta syarat masuk pasar. Sementara itu, karakteristik struktur pasar meliputi (a) jumlah dan ukuran individu/kelompok; (b) persepsi pembeli terhadap sifat produk; (c) kondisi keluar masuk pasar; (d) tingkat pengetahuan (kondisi pasar, harga, biaya) diantara peserta pasar. Perilaku pasar adalah pola perilaku yang dianut dalam adaptasi atau penyesuaikan terhadap keadaan pasar.
Selanjutnya, tiga dimensi dalam keragaan pasar, yaitu, tingkat efisiensi, hubungan harga dengan biaya, dan besarnya biaya promosi penjualan (Bain, 1959 dalam Hardjanto, 2017). Tingkat efisiensi sangat dipengaruhi oleh skala usaha, semakin besar skala usaha maka efisiensinya semakin besar. Efisiensi pemasaran adalah sedikitnya biaya pemasaran yang diperlukan untuk memperoleh keuntungan pemasaran yang besar.
Sub sistem kelembagaan merupakan aturan main yang mengatur segala bentuk interaksi dalam konteks pengelolaan hutan rakyat sehingga memperolah hasil yang maksimal. Kelembagaan dalam usaha kayu rakyat merupakan sub sistem penunjang untuk kelencaran kinerja ketiga sub sistem yang lain. Secara prinsip usaha kayu rakyat secara prinsip mencakup dua hal, meliputi sumber daya dan usaha, sehingga pembahasan kelembagaan menjelaskan mengenai lembaga sosial, lembaha ekonomi, dan lembaga pengurusan sumber daya (Hardjanto, 2017).