Mohon tunggu...
mhmmdnaufal
mhmmdnaufal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi Orang Lain Mantap

3 Juni 2024   19:48 Diperbarui: 3 Juni 2024   20:09 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

nama : said muhammad al fatih

nim : 222121032

prodi : hki 4A

judul : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DI SAHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI (Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby) 

penulis: MUHAMMAD RAFI RAHMANULLAH HARIRAMA 

pendahuluan

Manusia merupakan mahkluk sosial yang dalam hidupnya selalu bergantung oleh manusia lainnya. Setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dikarenakan manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing yang kekurangannya dapat ditutupi satu sama lain. Manusia sebagai makhluk sosial karena adanya dorongan untuk saling berhubungan satu sama lain. Setiap manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bersama didasari atas kesamaan ciri atau kepentingan.

Syarat-Syarat Sah Perkawinan 

Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, terdapat syarat-syarat perkawinan yang diatur di dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Di dalam Kompilasi Hukum Islam juga diatur tentang pelaksanaan perkawinan yang ada di dalam Pasal 14 yaitu.

 a. Calon suami

 b. Calon isteri

 c. Wali nikah 

d. Minimal dua orang saksi 

e. Ijab dan Kabul

 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan di dalam Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa sesuai sila pertama dalam Pancasila yaitu agama wajib menjadi suatu acauan dalam perkawinan atau agama harus dilihat oleh masingmasing dari pasangan untuk melangsungkan perkawinan.19 Oleh karena perkawinan didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti perkawinan harus berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing.20 Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,menegaskan bahwa syarat sah perkawinan, yakni: 1) Perkawinan adalah sah, jika dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. 2) Setiap perkawinan dicatatkan sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang sesuai. 

Hak dan Kewajiban Suami-Isteri

 Apabila suatu perkawinan sudah dianggap sah, suami-isteri tidak boleh melupakan hak dan kewajibannya. Terdapat hukum yang harus dilakukan oleh kedua pasangan suami-isteri untuk mencapai bahtera perkawinan yang sakinah, mawadah, dan wa' rahmah. Sayyid Sabiq, membagi hak suami menjadi tiga, yaitu hak isteri atas suami, hak suami atas isteri, dan hak Bersama.23 Berbicara mengenai hak, yang dimaksud dengan hak di sini ialah segala sesuatu yang diterima seseorang dari orang lain disebut sebagai penerimaan, berbeda halnya dengan kewajiban, kewajiban lebih mengacu pada segala sesuatu yang dimiliki seseorang kepada orang lain.

Tinjauan Umum Perkawinan Beda Agama

Perkawinan beda agama, juga dikenal sebagai perkawinan lintas agama adalah persatuan antara seorang Muslim dan seorang non-Muslim yang juga seorang musyrik dalam masalah perkawinan. Berdasarkan hukum munakahat yang ada di dalam ajaran agama Islam yang diajarkan kepada penganutnya adalah perkawinan yang didasarkan pada satu akidah yang dibenarkan oleh Allah SWT. Dengan pernikahan satu akidah kehidupan suami-isteri dan keluarganya akan damai dan tentram.

Analisis Yuridis terhadap Perkawinan Beda Agama di Indonesia

Perkawinan beda agama merupakan salah satu isu yang cukup kompleks dalam hukum di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dari berbagai norma hukum, baik dari hukum agama, hukum adat, maupun hukum positif (nasional). Berikut adalah analisis yuridis terhadap perkawinan beda agama di Indonesia:

1. Hukum Positif (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan:

"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."

Pasal ini menegaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, perkawinan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing pasangan. Akibatnya, hukum nasional tidak memberikan tempat bagi perkawinan beda agama untuk disahkan secara hukum apabila tidak sesuai dengan hukum agama yang dianut oleh masing-masing individu.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi

Ada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang relevan dengan isu perkawinan beda agama, misalnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 68/PUU-XII/2014. Dalam putusan ini, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Undang-Undang Perkawinan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya terkait pasal-pasal yang mengatur bahwa perkawinan harus sesuai dengan agama masing-masing pasangan.

3. Hukum Islam

Dalam hukum Islam, perkawinan beda agama memiliki ketentuan yang berbeda tergantung pada pihak-pihak yang terlibat. Menurut hukum Islam yang dianut di Indonesia (berdasarkan Kompilasi Hukum Islam):

  • Seorang pria Muslim boleh menikahi wanita dari Ahli Kitab (Yahudi atau Nasrani) namun tidak sebaliknya.
  • Seorang wanita Muslim tidak boleh menikahi pria non-Muslim.

4. Hukum Kristen

Dalam pandangan beberapa denominasi Kristen, perkawinan beda agama sering kali tidak dianjurkan atau dilarang. Banyak gereja yang mensyaratkan kedua pasangan harus dibaptis dalam denominasi yang sama sebelum dapat menikah di gereja tersebut.

5. Peraturan Administrasi Kependudukan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 108 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pencatatan Perkawinan bagi Warga Negara Indonesia yang Berbeda Agama dan Kepercayaan memberikan beberapa prosedur administratif untuk pencatatan perkawinan beda agama, namun pelaksanaannya sering kali menemui berbagai kendala karena perbedaan interpretasi dan implementasi di lapangan.

6. Solusi dan Alternatif

Beberapa pasangan yang memilih untuk menikah beda agama sering kali mencari alternatif solusi, seperti:

  • Menikah di luar negeri: Beberapa pasangan memilih untuk menikah di negara yang mengizinkan perkawinan beda agama, kemudian mencatatkan perkawinannya di Indonesia.
  • Konversi agama: Salah satu pasangan mengubah agamanya untuk mematuhi ketentuan hukum agama dari pasangannya.

Kesimpulan

Perkawinan beda agama di Indonesia menghadapi banyak tantangan hukum yang berasal dari peraturan nasional dan agama. Meskipun ada beberapa jalan keluar dan solusi yang dapat diambil oleh pasangan beda agama, perbedaan pandangan hukum ini tetap menjadi isu yang kompleks dan kontroversial di Indonesia. Legislasi dan putusan pengadilan terus berkembang, sehingga penting bagi pasangan yang ingin menikah beda agama untuk memahami dan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun