Mohon tunggu...
mhmmdnaufal
mhmmdnaufal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi Orang Lain Mantap

3 Juni 2024   19:48 Diperbarui: 3 Juni 2024   20:09 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 c. Wali nikah 

d. Minimal dua orang saksi 

e. Ijab dan Kabul

 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan di dalam Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa sesuai sila pertama dalam Pancasila yaitu agama wajib menjadi suatu acauan dalam perkawinan atau agama harus dilihat oleh masingmasing dari pasangan untuk melangsungkan perkawinan.19 Oleh karena perkawinan didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti perkawinan harus berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing.20 Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diperbaharui oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,menegaskan bahwa syarat sah perkawinan, yakni: 1) Perkawinan adalah sah, jika dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. 2) Setiap perkawinan dicatatkan sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang sesuai. 

Hak dan Kewajiban Suami-Isteri

 Apabila suatu perkawinan sudah dianggap sah, suami-isteri tidak boleh melupakan hak dan kewajibannya. Terdapat hukum yang harus dilakukan oleh kedua pasangan suami-isteri untuk mencapai bahtera perkawinan yang sakinah, mawadah, dan wa' rahmah. Sayyid Sabiq, membagi hak suami menjadi tiga, yaitu hak isteri atas suami, hak suami atas isteri, dan hak Bersama.23 Berbicara mengenai hak, yang dimaksud dengan hak di sini ialah segala sesuatu yang diterima seseorang dari orang lain disebut sebagai penerimaan, berbeda halnya dengan kewajiban, kewajiban lebih mengacu pada segala sesuatu yang dimiliki seseorang kepada orang lain.

Tinjauan Umum Perkawinan Beda Agama

Perkawinan beda agama, juga dikenal sebagai perkawinan lintas agama adalah persatuan antara seorang Muslim dan seorang non-Muslim yang juga seorang musyrik dalam masalah perkawinan. Berdasarkan hukum munakahat yang ada di dalam ajaran agama Islam yang diajarkan kepada penganutnya adalah perkawinan yang didasarkan pada satu akidah yang dibenarkan oleh Allah SWT. Dengan pernikahan satu akidah kehidupan suami-isteri dan keluarganya akan damai dan tentram.

Analisis Yuridis terhadap Perkawinan Beda Agama di Indonesia

Perkawinan beda agama merupakan salah satu isu yang cukup kompleks dalam hukum di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dari berbagai norma hukum, baik dari hukum agama, hukum adat, maupun hukum positif (nasional). Berikut adalah analisis yuridis terhadap perkawinan beda agama di Indonesia:

1. Hukum Positif (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun