Bangun tidur hingga mau tidur tidak lupa lihat FYP, itulah sebuah gambaran besar yang terjadi di lika-liku kehidupan generasi sekarang. Setiap membuka tiktok misalnya, jadi kita tahu rekomendasi tempat makan yang enak, cafe yang estetik, daftar musik bahkan sampai ide Outfit Of The Day (OOTD). Meskipun tidak sesuai dengan isi dompet kita, tapi merasa seru untuk mengikutinya.
Perkembangan zaman yang sudah sangat pesat di era modern ini tidak bisa kita hindari dalam aspek kehidupan ini. Saya rasa semua orang membuka ponsel hanya sekedar menghibur diri setelah beraktivitas seharian atau hanya sekedar melihat apa yang sedang dilakukan oleh orang lain, lalu tanpa anda sadari anda telah menghabiskan waktu berjam-jam untuk scroll yang tidak bermanfaat.
Hadir media sosial seperti Instagram, tiktok, twitter, facebook dan media lainnya, dapat mengubah asumsi serta pola pikir generasi milenial bahawa semua yang ditampilkan di media sosial menjadi penting dalam kehidupan sehari-hari.Â
Dalam dunia pendidikan platform juga digunakan sebagai alat pembelajaran dengan siswa secara online. Namun dibalik semua kemudahan ini muncul fenomena baru yang mengancam kosentrasi dan keseimbangan para pelajar disebut dengan istilah FOMO (Fear Of Missing Out).
Pada umumnya, FOMO rentan dirasakan oleh kalangan anak muda, tidak menuntut kemungkinan orang tua juga mengalami hal sedemikian. Secara psikologi fenomana FOMO akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental seseorang.Â
Seseorang FOMO akan terus merasa perlu terlibat dalam segala hal agar tidak kehilangan momen atau peluang penting, sebaliknya jika seseorang tidak terlibat dia akan merasakan "Kecemasan" sehingga mentalnya akan terganggu.
Apa itu FOMO ?Â
Dari ulasan diatas secara umum mungkin kita sudah mengetahui titik temunya, apa itu FOMO. FOMO (Fear Of Missing Out) adalah perasaan cemas yang timbul karena sesuatu yang menarik dan menyenangkan terjadi karena unggahan media sosial. Maka dapat di artikan sebagai perasaan takut tertinggal dengan peristiwa, pengalaman atu informasi.
Ketakutan yang dimaksud disini adalah kehilangan moment yang dialami oleh individu yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan perilaku dari penderitaannya. FOMO menyebabkan bahwa kehidupan seseorang di media sosial lebih menyenangkan dibandingkan hidupnya sendiri. Itulah sebabnya, mereka berusaha mengikuti tren demi terlihat keren dan bahagia.
Fenomena FOMO sudah terindentifikasi sejak tahun 1996. Ketika itu, seorang dokter bernama Herman yang ahli di bidang strategi marketing melalukan sebuah riset, ternyata apabila memancing rasa takut atau kecemasam seseorang akan ketinggalan tren sehingga membuat produk yang dipasarkan semakin laris manis.
FOMO pertama sekali diperkenalkan oleh seorang penulis bernama Patrick McGinnis yang berasal dari Amerika, waktu kuliah di Harvard Business School pada tahun 2003. Patrick beranggapan bahwa tahun itu merupakan era dimana media sosial paling hits dan berkembang pesat. Patrick berfikir kalau kemunculan internet akan mempengaruhi manusia untuk Live the fullest alias tidak ingin kehilangan momen apapun.
Dampak FOMO terhadap Pelajar
Menurut Departemen Psikologi di School of Social Sciences, Nottingham Trent University, Inggris, FOMO dapat mendorong seseorang untuk bertindak di luar batas kewajaran saat menggunakan media sosial.Â
Tidak hanya sekadar khawatir ketinggalan informasi atau tren terkini, individu yang mengalami FOMO, terutama anak muda, sering kali merasa perlu memposting gambar, tulisan, atau bahkan mempromosikan diri secara berlebihan, meskipun apa yang ditampilkan tidak selalu mencerminkan kenyataan. Semua ini dilakukan demi terlihat tetap relevan atau "update" di mata orang lain
Bila anda mengalami hal demikian, perlu diketahui jangan anggap sepele dikarenkan FOMO dapat merusak kesehatan mental generasi muda yang sedang belajar  begitu juga dengan kesehatan fisiknya berikut dampak yang dirasakan oleh para pelajar:
- Membuat prestasi siswa menurun
- Timbul kecemasan pada diri sendiri
- Gangguan keuangan
- Pola tidur yang tidak sehat
- Merasa insecure
- Kecanduan
Jangan khawatir lawan dari pada FOMO adalah JOMO (Joy Of Missing Out). Sedangkan JOMO adalah perasaan senang karena melewatkan dan menyadari bahwa tidak perlu terlibat dalam hal disekitar kita.Â
JOMO dapat meningkatkan produktivitas, fokus serta kesejahteraan emosional dan fisik. Cara mudah untuk menghilangkan sindrom FOMO dengan cara mencari aktivitas produktif lainnya. misalnya dengan berolahraga atau melakukan kegiatan yang berhubungan dengan hobi.
Para peneliti setuju bahwasanya menggunakan media sosial secara berlebih dapat memengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang saat berada di tegah lingkungan nyata, begitu juga seorang pelajar yang sering bermain media sosial akan cenderung memiliki konsentrasi lebih rendah dan waktu tidur yang pendek sehingga memengaruhi kinerja akademik mereka, untuk itu pergunakanlah media sosial dengan bijak agar manfaat juga dirasakan.
FOMO adalah tantangan besar di era digital, terutama bagi pelajar yang dibombardir dengan informasi dan tekanan sosial. Namun, dengan kesadaran dan strategi yang tepat, pelajar bisa belajar memprioritaskan apa yang penting, mengurangi ketergantungan pada media sosial, dan mencapai keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata.
Ingat, pendidikan adalah perjalanan pribadi. Anda tidak perlu mengejar semua yang orang lain lakukan, karena setiap langkah kecil yang Anda ambil untuk belajar adalah pencapaian yang berarti. Jadi, berhenti sejenak dari scroll tanpa akhir dan fokuslah pada tujuan Anda sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H