Pendahuluan
Pada tahun 1990-an, bank syariah pertama kali muncul di Indonesia. Bank Syariah Indonesia didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 Agustus 1990. Mudharabah adalah kontrak kerja sama usaha antara shahibul maal dan mudharib dengan nisbah bagi hasil yang disepakati sebelumnya. Dimana, jika usaha mengalami kerugian, pemilik dana bertanggung jawab atas semua kerugian tersebut. Hal ini tidak akan terjadi jika pengguna dana melakukan kesalahan atau kelalaian, seperti kecurangan dan penyalahgunaan dana. Dalam artikel ini, kita akan membahas definisi pembiayaan mudharabah dan bagaimana karakteristik pembiayaan mudharabah.
Definisi Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah kontrak antara dua atau lebih orang yang bekerja sama untuk menjalankan usaha bersama. Salah satu pihak bertindak sebagai penyedia modal secara penuh (shohibul maal), dan pihak lain bertindak sebagai yang menjalankan usaha (mudharib), dan keduanya membagi keuntungan dari usaha tersebut. Seperti yang disepakati pada awal kontrak, pemilik dana bertanggung jawab atas kerugian, tetapi jika pengelola dana bertanggung jawab atas kerugian, pengelola dana yang bertanggung jawab.
Karakteristik Pembiayaan Mudharabah
Dalam akuntansi syariah, pembiayaan mudharabah memiliki beberapa karakteristik yang perlu untuk dipahami, yaitu:
1. Pengakuan Dana Mudharabah
Pada saat akad mudharabah ditandatangani, dana mudharabah diakui sebagai aset bank syariah. Pengakuan ini didasarkan pada prinsip istisna, yang berarti bahwa aset diakui saat bank syariah memiliki kewajiban atau hak untuk melakukan sesuatu.
2. Penilaian Dana Mudharabah
Menurut prinsip al-waqai'ah, atau aktualitas, aset dinilai berdasarkan nilainya yang sebenarnya saat pengakuan. Hal ini dana mudharabah diperhitungkan berdasarkan nilai pokoknya.
3. Pengakuan Keuntungan Mudharabah
Pengakuan ini didasarkan pada prinsip taqabbudh, yang berarti bahwa pendapatan hanya boleh diakui jika telah direalisasikan dan dapat dipastikan bahwa itu benar. Keuntungan mudharabah diakui pada saat realisasi, ketika bank syariah menerimanya.
4. Penilaian Keuntungan Mudharabah
Nisbah hasil yang disepakati digunakan untuk menghitung keuntungan mudharabah. Nisbah ini menunjukkan seberapa banyak kontribusi shahibul maal dan mudharib dalam usaha.
5. Pengakuan Kerugian Mudharabah
Ketika kerugian telah dipastikan, kerugian mudharabah diakui pada saat realisasi. Pengakuan ini didasarkan pada prinsip taqabbudh, yang berarti kepastian atas beban hanya dapat diakui jika telah direalisasikan.
6. Penilaian Kerugian Mudharabah
Menurut prinsip al-waqai'ah, kerugian mudharabah dinilai sebesar nilai pokoknya, dan aset dinilai berdasarkan nilainya yang sebenarnya saat pengakuan.
7. Penyajian Keuntungan dan Kerugian Mudharabah
Dalam laporan laba rugi bank syariah, keuntungan mudharabah ditampilkan sebagai pendapatan, sedangkan kerugian mudharabah ditampilkan sebagai beban.
8. Pengungkapan Informasi tentang Pembiayaan Mudharabah
Jumlah dana mudharabah, nisbah hasil, keuntungan mudharabah, dan kerugian mudharabah adalah semua informasi yang diungkapkan. Oleh karena itu, Semua informasi yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah harus diungkapkan dalam laporan keuangan bank syariah.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dalam akuntansi syariah, karakteristik pembiayaan mudharabah didasarkan pada prinsip syariah Islam yang melarang riba dan menganjurkan bagi hasil. Dalam laporan keuangan bank syariah, karakteristik ini terlihat dalam pengakuan, pengukuran, penyampaian, dan pengungkapan data yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami karakteristik pembiayaan mudharabah agar kita dapat menyajikan informasi keuangan secara akuntabel dan sesuai dengan syariat Islam ketika suatu saat bekerja di perbankan syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H