Berpindah ke bagian belakang dari museum ini, terdapat berbagai macam permainan tradisional yang tidak asing bagi saya sendiri. Maianan yang pertama kali saya lihat adalah gasing-gasing. Gasing-gasing merupakan permainan rakyat Riau yang menggunakan buah barangan jantan. Cara permainannya hampir sama dengan permainan gasing, yaitu buah barangan tersebut diputar-putar dan dipusingkan dengan menggunakan jari tangan. Permainan lain yang tidak asing bagi saya adalah permainan tali merdeka. Permainan ini dilakukan dengan melompati karet yang bersimpul. Selain dua permainan tersebut, terdapat permaian lain, yaitu layangan, permainan besimbang, congklak dan lain sebagainya.
Pada saat melihat-lihat berbagai macam permainan tradisional, saya melihat suatu miniatur yang menarik perhatian saya, yaitu miniatur pacu jalur. Pacu jalur merupakan tradisi budaya masyarkat Rantau Kuantan, yaitu sejenis perlombaan perahu dayung tradisional di Kabupaten Kuantan Singingi. Tradisi pacu jalur ini diselenggarakan satu tahun sekali dan telah berlangsung lebih dari seratus tahun dilombakan di kampung-kampung sepanjang Sungai Kuantan. Karena keunikan dari tradisi ini, banyak wisatawan skala nasional yang tertarik untuk menyaksikannya secara langsung.
Bagian lain yang tidak kalah menarik bagi saya adalah tempat yang menampilkan senjata tradisional masyarakat Melayu. Ini merupakan kali pertama saya melihat senjata tersebut secara langsung. Di bagian ini, terdapat dua jenis senjata yang berupa keris dan parang. Keris adalah senjata tajam bersarung, berujung tajam dan bermata dua. Keris ini terbuat dari tembaga dan kayu sebagai pemegangnya. Fungsinya sebagai alat untuk bela diri atau berkelahi melawan musuh. Sedangkan parang adalah alat yang digunakan untuk menebas rerumputan liar di perkebunan kelapa, persawahan, perladangan, dan lain-lain.
Bergerak ke bagian yang menyimpan simbol identitas yang paling sering digunakan, yaitu pakaian tradisional. Pada bagian ini, bagian tradisional dibagi menjadi dua, yaitu pakaian untuk acara resmi (seperti acara adat dan pernikahan) dan pakaian harian. Ciri umum yang saya lihat dari berbagai macam pakaian tradisional masyarakat Melayu ini cenderung longgar yang fungsinya untuk menjaga kesopanan dan kenyamanan. Untuk pakaian ini biasanya digunakan beberapa aksesoris berupa tanjak bagi pria, songket, dan lain-lain. Pakaian tradisional Melayu mencerminkan kesoppanan, keindahan, dan nilai budaya masyarakatnya. Dengan desain yang anggun dan bermakna filosofis, pakaian ini tidak hanya menjadi simbol identitas, tetapi juga wujud pelestarian warisan leluhur.
musik : museum sang nila utama
Masyarakat tradisional tentunya membutuhkan sarana hiburan, yang biasanya berupa alat musik. Museum ini menyimpan beberapa jenis alat musik masyarakat Melayu, yaitu kompang yang dimainkan dengan cara dipukul dan digunakan dalam acara adat. Selanjutnya ada rebana yang serupa dengan kompang. Namun, perbedaannya terletak pada ukurannya yang lebih besar dan biasa dihiasi dengan ornamen. Kemudian terdapat alat musik yang fungsinya untuk mengiringi musik zapin, yaitu seruling, marwas, dan akordeon. Selain itu juga terdapat berbagai macam alat musik lainnya seperti nafiri, gong, rebab, piano, biola, gambus, beduk, dan lain-lain.
Bagian terakhir dari lantai dasar ini adalah miniatur tempat bersejarah kuno yang terletak di provinsi Riau, yaitu Candi Muara Takus. Candi Muara Takus merupakan kompleks yang terdiri dari beberapa candi utama dan pendukung. Candi ini diyakini sebagai peninggalan dari kerajaan Sriwijaya dan mencerminkan kejayaan peradaban Buddha di Sumatera. Candi ini berfungsi sebagai pusat keagamaan, tempat ibadah, dan pendidikan agama Buddha. Candi ini terletak di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dan menjadi bukti penting keberadaan kerajaan Sriwijaya sebagai pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara.
Setelah melihat warisan budaya yang ada di lantai dasar, saya berpindah ke lantai atas dari museum ini. Di bagian ini, saya pertama kali diperlihatkan segala warisan yang berkaitan dengan kerajaan Melayu yang pernah berkuasa di Riau ini, yaitu kerajaan Siak Sri Inderapura. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Sumatera, yang didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecik) pada tahun 1723. Kerajaan ini berada di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Siak. Sultan terakhir yang memerintah kerajaan ini adalah Sultan Syarif Kasim II, yang merupakan sultan yang menyerahkan Siak ke Indonesia untuk bergabung menjadi sebuah negara. Atas jasanya tersebut beliau di anugerahi sebagai pahlawan nasional.
Warisan budaya mengenai kerajaan Siak yang ditunjukkan museum ini adalah duplikat istana kerajaan, duplikat mahkota sultan, peralatan berupa piring dan gelas, dan beberapa senjata yang berasal dari kerajaan tersebut. Senjata-senjata tersebut meliputi pistol lantak, senapan,keris Melayu, peluru, tombak Siak, baju besi, dan lain-lain. Senjata-senjata tersebut digunakan untuk membela diri, keperluan berburu dan untuk acara adat.
Di samping peninggalan dari kerajaan Siak, terdapat berbagai macam mata uang ataupun alat tukar yang pernah digunakan di Riau. Mata uang tersebut berupa koin emas dan perak yang digunakan pada masa kerajaan Melayu di Riau. Selain itu juga terdapat koin VOC yang digunakan pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, koin Tiongkok yang menunjukkan hubungan perdagangan antara Riau dan Tiongkok pada masa lampau, mata uang Indonesia dari tahun ke tahun, dan lain sebagainya. Beberapa naskah kuno juga terdapat di museum ini, seperti naskah hukum adat Melayu, beberapa naskah sastra melayu, naskah sejarah dan kronik kerajaan, dan lain-lain.
Selain itu, museum ini juga menampilkan bebrapa karya seni rupa tiga dimensi berupa patung hewan-hewan yang terdapat di Riau. Salah satu hewan tersebut adalah Harimau Sumatera. Hewan ini merupakan subspesies harimau yang hanya terdapat di Sumatera. Hewan ini merupakan salah satu satwa liar yang paling terancam punah di dunia.