1 sumber: museum sang nila utama
Budaya merupakan sesuatu yang saya artikan sebagai sebuah kekayaan yang dimiliki suatu bangsa, yang dengan itu pula menunjukkan identitas dari bangsa tersebut. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Setiap daerah di Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke memiliki kebudayaannya masing-masing. Seperti halnya Riau, sering dikatakan sebagai salah satu pusat kebudayaan Melayu di Indonesia karena perannya secara historis, geografis, dan kultural yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan Melayu.
Suku Melayu Riau merupakan salah satu bagian dari kelompok etnis Melayu yang telah mendiami wilayah Riau sejak ratusan tahun yang lalu. Suku ini menggunakan bahasa Melayu dan aksara Jawi, yaitu aksara Arab yang telah dimodifikasi untuk menulis bahasa Melayu. Mayoritas masyarakat Melayu Riau menganut agama Islam, yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka sejak kedatangan Islam di wilayah tersebut. Masyarakat Melayu Riau menganut sistem kekerabatan patrilineal, di mana garis keturunan diturunkn melalui pihak laki-laki. Seni musik tradisional seperti gamelan, tari zapin menjadi bagian dari budaya melayu Riau. Selain itu juga terdapat seni sastra lisan, seperti pantun dan syair yang sering digunakan dalam acara adat.
Di era globalisasi dan teknologi digital, generasi bangsa sering terpapar budaya global melalui media sosial, film, musik, dan tren internasional yang membuat perhatian mereka teralihkan dari kebudayaan lokal, termasuk saya sendiri. Sejak kecil sampai sekarang, saya hidup di tempat yang identik dengan kebudayaan Melayu. Namun, hal tersebut tidak membuat saya mengenal lebih mendalam mengenai suku Melayu tersebut. Saya sering mendengar pakaian Melayu, tetapi saya tidak mengetahui bentuk-bentuk bentuk pakaian tersebut. Saya mengetahui nama rumah adat Melayu, tetapi saya tidak pernah melihat bagaimana bentuk rumah tersebut.
Tahun 2024 merupakan awal perjalanan saya menempuh pendidikan tinggi. Saya mengetahui jenjang ini merupakan sesuatu hal yang berbeda dengan jenjang sebelumnya, dan itu membuat saya bersemangat untuk mendapatkan pengalaman baru yang belum pernah didapat sebelumnya. Tepat di awal perkuliahan pada mata kuliah bahasa Indonesia, kami mendapat tugas dari dosen terkait untuk membuat video yang berkaitan dengan ciri khas dari provinsi Riau itu sendiri. Hal tersebut merupakan kesempatan bagi saya untuk menelusuri lebih mendalam mengenai kebudayaan Melayu, khusunya di provinsi Riau. Setelah melakukan berbagai macam pertimbangan, saya memutuskan museum Sang Nila Utama sebagai tempat untuk saya mengenal kebudayaan Melayu karena mengingat museum tersebut menyimpan berbagai macam koleksi yang berhubungan dengan kebudayaan Melayu di Riau bahkan Sumatera.
Museum Sang Nila Utama merupakan sebuah museum daerah yang berlokasi di kota Pekanbaru, Riau. Museum ini didirikan pada tahun 1991. Kepala museum baru terpilih setelah 4 tahun kemudian, yaitu Prof. DR. Edi Setyawadi tepatnya pada 09 Juli 1994. Dalam Sulalatus Salatin, Sang Nila Utama disebutkan sebagai putra pasangan Sang Sapurba dengan Wan Sundaria (anak dari Demang Lebar Daun, penguasa Palembang). Ia menikah dengan Wan Sri Beni, dan awalnya menjadi raja di Bintan sebelum pindah ke Singapura. Sang Nila Utama diyakini sebagai orang yang mendirikan Singapura yang dulunya bernama Tumasik (Tamasek). Museum ini terdiri dari dua lantai dan menyimpan ribuan koleksi yang terdiri dari berbagai kategori.
Di awal kunjungan, saya merasa takjub melihat berbagai macam koleksi yang masih tersimpan di museum ini. Di tempat ini, banyak hal yang pernah saya lihat sebelumnya yang ternyata merupakan bagian dari kebudayaan Melayu. Bagian yang saya lihat pertama kali adalah cerita sejarah yang menggambarkan kehidupan dan peristiwa yang pernah terjadi dan foto-foto tempat bersejarah. Di bagian ini juga saya melihat wajah-wajah tokoh penting di Riau, mulai dari pahlawan nasional hingga tokoh-tokoh yang pernah berkuasa.
Selanjutnya saya berpindah tempat ke bagian yang menunjukkan benda koleksi yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia melalui karya dua atau tiga dimensi, yang terletak di lantai dasar. Di bagian ini menampilkan gambaran mengenai kehidupan masyarakat melayu kuno yang melakukan aktivitas menggunakan beberapa alat yang terbuat dari besi dan batu. Selain itu, terdapat karya tiga dimensi yang memperkenalkan salah satu suku pedalaman yang berasal dari Riau, yaitu suku Sakai. Suku Sakai merupakan salah satu suku terasing di Indonesia. Suku ini tinggal di kabupaten Siak dan Bengkalis. Suku Sakai hidup secara tradisional dan nomaden, yaitu berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lainnya. Dalam aktifitasnya, suku ini sangat bergantung pada alam, seperti menangkap ikan, menggali, dan meramu. Suku Sakai menolak modernisasi untuk mempertahankan kearifan lokal yang diwariskan para leluhurnya. Nenek moyang suku ini diyakini berasal dari Pagaruyung, yaitu sebuah kerajaan Melayu yang ada di Sumatera Barat.
Di samping karya seni rupa yang saya jelaskan di atas, terdapat miniatur berbagai macam rumah khas Riau yang pada akhirnya menjawab pertanyaan saya mengenai bentuk dari rumah adat suku Melayu Riau. Terdapat beberapa ragam rumah adat Riau yang dilestarikan, yang meliputi rumah Melayu atap limas potong, rumah Selaso Jatuh Kembar, hunian Melayu Lipat Kajang, rumah Melayu atap lontik, dan rumah singgah Siak. Ciri umum dari rumah adat Melayu Riau ini adalah menghadap ke sungai, yang tidak lepas dari fakta bahwa perkampungan masyarakat Melayu Riau berada di sepanjang Sungai Siak. Ciri lainnya adalah rumah adat Melayu Riau mayoritasnya berupa rumah panggung yang bawahnya disangga oleh kayu yang kuat pada bagian tepinya. Hal tersebut difungsikan untuk melindungi rumah dari banjir dan menghindari ancaman hewan buas.
Mengingat masyarakat Melayu sering melakukan aktifitas di perairan seperti menangkap ikan dan bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya, tentunya ada alat transportasi yang digunakannya. Di museum ini terdapat alat transportasi air yang biasa digunakan masyarakat Melayu untuk melakukan aktifitasnya. Salah satu alat transportasi tersebut adalah sampan. Sampan memiliki bentuk yang sederhana dan dasar yang datar. Sampan digerakkan dengan tiang ataupun dayung.
Tepat di depan beberapa benda peninggalan yang telah saya jelaskan, terdapat berbagai peralatan tradisional yang mencerminkan kehidupan sehari-hari mereka. Peralatan tersebut berupa peralatan rumah tangga yang meliputi dulang (nampan besar berbahan kayu atau logam yang digunakan untuk menyajikan makanan), tikar pandan (dianyam dari tumbuhan yang digunakan sebagai alas duduk atau tidur), belanga (periuk besar dari tanah liat yang digunakan untuk memasak), dan masih banyak lagi. Selain itu juga terdapat pakaian yang terbuat dari kulit kayu. Di bagian lain terdapat beberapa peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan, seperti jala, bubu, tangguk, dan lain-lain.
Berpindah ke bagian belakang dari museum ini, terdapat berbagai macam permainan tradisional yang tidak asing bagi saya sendiri. Maianan yang pertama kali saya lihat adalah gasing-gasing. Gasing-gasing merupakan permainan rakyat Riau yang menggunakan buah barangan jantan. Cara permainannya hampir sama dengan permainan gasing, yaitu buah barangan tersebut diputar-putar dan dipusingkan dengan menggunakan jari tangan. Permainan lain yang tidak asing bagi saya adalah permainan tali merdeka. Permainan ini dilakukan dengan melompati karet yang bersimpul. Selain dua permainan tersebut, terdapat permaian lain, yaitu layangan, permainan besimbang, congklak dan lain sebagainya.
Pada saat melihat-lihat berbagai macam permainan tradisional, saya melihat suatu miniatur yang menarik perhatian saya, yaitu miniatur pacu jalur. Pacu jalur merupakan tradisi budaya masyarkat Rantau Kuantan, yaitu sejenis perlombaan perahu dayung tradisional di Kabupaten Kuantan Singingi. Tradisi pacu jalur ini diselenggarakan satu tahun sekali dan telah berlangsung lebih dari seratus tahun dilombakan di kampung-kampung sepanjang Sungai Kuantan. Karena keunikan dari tradisi ini, banyak wisatawan skala nasional yang tertarik untuk menyaksikannya secara langsung.
Bagian lain yang tidak kalah menarik bagi saya adalah tempat yang menampilkan senjata tradisional masyarakat Melayu. Ini merupakan kali pertama saya melihat senjata tersebut secara langsung. Di bagian ini, terdapat dua jenis senjata yang berupa keris dan parang. Keris adalah senjata tajam bersarung, berujung tajam dan bermata dua. Keris ini terbuat dari tembaga dan kayu sebagai pemegangnya. Fungsinya sebagai alat untuk bela diri atau berkelahi melawan musuh. Sedangkan parang adalah alat yang digunakan untuk menebas rerumputan liar di perkebunan kelapa, persawahan, perladangan, dan lain-lain.
Bergerak ke bagian yang menyimpan simbol identitas yang paling sering digunakan, yaitu pakaian tradisional. Pada bagian ini, bagian tradisional dibagi menjadi dua, yaitu pakaian untuk acara resmi (seperti acara adat dan pernikahan) dan pakaian harian. Ciri umum yang saya lihat dari berbagai macam pakaian tradisional masyarakat Melayu ini cenderung longgar yang fungsinya untuk menjaga kesopanan dan kenyamanan. Untuk pakaian ini biasanya digunakan beberapa aksesoris berupa tanjak bagi pria, songket, dan lain-lain. Pakaian tradisional Melayu mencerminkan kesoppanan, keindahan, dan nilai budaya masyarakatnya. Dengan desain yang anggun dan bermakna filosofis, pakaian ini tidak hanya menjadi simbol identitas, tetapi juga wujud pelestarian warisan leluhur.
Masyarakat tradisional tentunya membutuhkan sarana hiburan, yang biasanya berupa alat musik. Museum ini menyimpan beberapa jenis alat musik masyarakat Melayu, yaitu kompang yang dimainkan dengan cara dipukul dan digunakan dalam acara adat. Selanjutnya ada rebana yang serupa dengan kompang. Namun, perbedaannya terletak pada ukurannya yang lebih besar dan biasa dihiasi dengan ornamen. Kemudian terdapat alat musik yang fungsinya untuk mengiringi musik zapin, yaitu seruling, marwas, dan akordeon. Selain itu juga terdapat berbagai macam alat musik lainnya seperti nafiri, gong, rebab, piano, biola, gambus, beduk, dan lain-lain.
Bagian terakhir dari lantai dasar ini adalah miniatur tempat bersejarah kuno yang terletak di provinsi Riau, yaitu Candi Muara Takus. Candi Muara Takus merupakan kompleks yang terdiri dari beberapa candi utama dan pendukung. Candi ini diyakini sebagai peninggalan dari kerajaan Sriwijaya dan mencerminkan kejayaan peradaban Buddha di Sumatera. Candi ini berfungsi sebagai pusat keagamaan, tempat ibadah, dan pendidikan agama Buddha. Candi ini terletak di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dan menjadi bukti penting keberadaan kerajaan Sriwijaya sebagai pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara.
Setelah melihat warisan budaya yang ada di lantai dasar, saya berpindah ke lantai atas dari museum ini. Di bagian ini, saya pertama kali diperlihatkan segala warisan yang berkaitan dengan kerajaan Melayu yang pernah berkuasa di Riau ini, yaitu kerajaan Siak Sri Inderapura. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Sumatera, yang didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecik) pada tahun 1723. Kerajaan ini berada di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Siak. Sultan terakhir yang memerintah kerajaan ini adalah Sultan Syarif Kasim II, yang merupakan sultan yang menyerahkan Siak ke Indonesia untuk bergabung menjadi sebuah negara. Atas jasanya tersebut beliau di anugerahi sebagai pahlawan nasional.
Warisan budaya mengenai kerajaan Siak yang ditunjukkan museum ini adalah duplikat istana kerajaan, duplikat mahkota sultan, peralatan berupa piring dan gelas, dan beberapa senjata yang berasal dari kerajaan tersebut. Senjata-senjata tersebut meliputi pistol lantak, senapan,keris Melayu, peluru, tombak Siak, baju besi, dan lain-lain. Senjata-senjata tersebut digunakan untuk membela diri, keperluan berburu dan untuk acara adat.
Di samping peninggalan dari kerajaan Siak, terdapat berbagai macam mata uang ataupun alat tukar yang pernah digunakan di Riau. Mata uang tersebut berupa koin emas dan perak yang digunakan pada masa kerajaan Melayu di Riau. Selain itu juga terdapat koin VOC yang digunakan pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, koin Tiongkok yang menunjukkan hubungan perdagangan antara Riau dan Tiongkok pada masa lampau, mata uang Indonesia dari tahun ke tahun, dan lain sebagainya. Beberapa naskah kuno juga terdapat di museum ini, seperti naskah hukum adat Melayu, beberapa naskah sastra melayu, naskah sejarah dan kronik kerajaan, dan lain-lain.
Selain itu, museum ini juga menampilkan bebrapa karya seni rupa tiga dimensi berupa patung hewan-hewan yang terdapat di Riau. Salah satu hewan tersebut adalah Harimau Sumatera. Hewan ini merupakan subspesies harimau yang hanya terdapat di Sumatera. Hewan ini merupakan salah satu satwa liar yang paling terancam punah di dunia.
Selain menampilkan mengenai berbagai macam warisan budaya, museum ini juga mengabadikan salah satu kekayaan alam dari Provinsi Riau, yaitu minyak bumi dan gas alam. Pada bagian ini terdapat miniatur mengenai berbagai  aktifitas berupa proses pencarian cadangan minyak dan gas alam serta pengambilannya. Riau dikenal sebagai salah satu penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia yang membuatnya dianggap sebagai salah satu provinsi terkaya di Indonesia.
Bagian di atas merupakan bagian terakhir yang saya kunjungi. Ini merupakan pengalaman terbaik yang membuat saya menemukan jawaban dari beberapa pertanyaan yang belum terjawab sebelumnya. Melalui kunjungan ini, membuat saya mengenal lebih dalam mengenai suku Melayu Riau. Selain itu, ada perasaan bangga karena saya menyadari betapa kayanya negeri ini. Suatu kekayaan yang belum tentu dimiliki oleh negara lain. Oleh karena itu, sebagai generasi muda saya berharap video dan tulisan saya ini dapat memberi sedikit gambaran mengenai warisan budaya Melayu di Riau dan dapat membuat generasi muda lainnya tertarik untuk mencari tahu lebih dalam mengenai kebudayaan-kebudayaan di Indonesia khususnya budaya Melayu Riau.
Museum ini bukan hanya sebagai tempat untuk melestarikan kekayaan sejarah Melayu, tetapi juga sebagai sarana edukasi bagi generasi muda untuk mengenal lebih dalam tentang warisan budaya mereka. Sebagai pusat informasi, museum ini turut berperan dalam memperkenalkan kebudayaan Melayu kepada masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI