Karena Sekolah Kita (Seharusnya) Bukan (Seperti) Pabrik
Pabrik menghasilkan produk yang 'seragam'. Seragam bentuk fisik dan komponen atau kandungannya.
Di sisi lain, kita semua tahu bahwa manusia itu individu yang unik. Unik artinya tak sama, lain, beda.
Lantas kenapa manusia yang unik ini dimasukkan ke tempat yang proses dan output atau luarannya didisain atau dikehendaki 'seragam/sama'? Mengapa hal yang tak masuk akal ini diterima dan dipraktekkan justru oleh orang orang yang menyebutkan dirinya sebagai orang berakal, cerdik pandai?
Aneh.
Lantas seperti apa sekolah yang bukan laksana pabrik itu?
Mulai yang sederhana dulu ya...
Pakaian seragam boleh dikenakan namun tak wajib. Siswa boleh membawa benda (mati) kesayangan (mis., boneka, bola) ke dalam kelas.
Letak dan susunan meja kursi di dalam kelas tidak monoton, selalu bisa digeser dan diganti letaknya setiap saat. Siswa tak akan bosan.
Kelas tidak hanya di dalam ruang (indoor) namun juga di luar ruang (outdoor). Laboratorium juga tidak hanya di dalam gedung tapi juga (yang idealtuh)di alam terbuka.
Belajar itu tidak berarti duduk manis di atas kursi tapi bisa bebas duduk di atas lantai atau berkeliling di dalam kelas dengan riang gembira mengekspresikan diri dengan kreatif namun tetapsopan.
Tidak ada buku teks atau modul pelajaran yang seragam karena yang seragam hanya tujuan belajarnya. Cara sampai ke tujuan belajar masing masing siswa harus unik berdasarkan minat, bakat, kreatifitas atau kecerdasan majemuk (multiple intelligences) mereka.
Tak ada pekerjaan rumah (PR). Lha pekerjaan sekolah kok dikerjakan di rumah...? Pekerjaan sekolah dikerjakan dan diselesaikan di sekolah. Bila belum selesai hari ini ya besok kerjanya dilanjutkan di sekolah!
Inilah sekolah yang tak bikin siswanya stress!!!
Masuknya pukul 8.30 pagi pulang pukul 3 sore. Makan siang disiapkan oleh sekolah. Siswa boleh bawa makanan atausnackserta minuman sendiri dan mengonsumsinya dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Asyik gile...
Karena sekolah bukan pabrik, maka metode guru dalam mengajar pun tidak satu atau seragam bin monoton, melainkan bervariasi sesuai dengan gaya atau cara belajar termudah yang dominan pada diri siswa. Karena itu, sekolah menyediakanpaling sedikit dua guru dalam satu sesi pelajaran. Mantap, kan?
Tidak ada jadwal mata pelajaran karena yang ada adalah tujuan, target, atau hasil belajar. Satu sesi pelajaran durasinya dua jam (120 menit). Dalam satu sesi pembelajaran bertarget tersebut, siswa belajar tentang agama, ilmu alam, ilmu sosial, matematika, seni dengan bahasa pengantar Indonesia, Inggris dan Arab. All in one!
***
Paragraf-paragraf di atas merupakan secuil gambaran proses pendidikan dan pembelajaran yang tidak mengadopsi sistem atau mekanisme a la pabrik. Karena prosesnya bervariasi dan tidak seragam-monoton, maka output atau luaran sekolah pun secara otomatis tidak seragam.
Setiap siswa yang “keluar” dari sekolah-bukan-pabrik ini tampil sebagai manusia yang, berbeda dengan manusia “robot”, independen, mandiri, menentukan nasib dan masa depannya sendiri; tampil apa adanya, sesuai dengan jati dirinya. Ia kreatif; menciptakan dan menghasilkan berbagai karya nyata yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan.
Salam manusia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H