Dengan adanya beberapa penjelasan diatas, dalam hukum pidana kemudian mengklasifikasikan beberapa bentuk gangguan jiwa yakni gangguan jiwa organik, skizofrenia, skizotipal, waham, neurotik, psikosomatik, dan retardasi metal. Secara umum dalam hukum pidana yakni semua keadaan seseorang yang tidak normal baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental yakni gangguan jiwa. Â Pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang yang mengidap gangguan jiwa jika dipandang dari hukum pidana akan terbebas dari jerat hukum (Wahyuni, 2022).
Begitupun dalam Pasal 44 Ayat (2) bahwa pelaku akan bebas dari jeratan hukum dan jika perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwa nya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
Menurut beberapa pernyataan ahli yakni Kasi HuMas Polrestabes Makassar Kompol AKP Wahiduddin mengatakan bahwa insiden penganiayaan sadis ini, pelaku (anak) yang diduga mengalami gangguan jiwa. Ayah dari pelaku dan istri sebagai korban pun mengakui bahwa SR sudah lama mengalami gangguan jiwa dan mengamuk didalam rumahnya sehingga ia dan istrinya selalu mengalah.
Adanya alasan keadaan ketidaknormalam ini karena terganggu penyakit, maka pelaku yang sedang mengidap gangguan jiwa ini mendapatkan pembelaan dengan alasan penghapusan pidana, terjadinya penghapusan pidana ini karena perbuatannya tidak dapat dipidana.
Lalu Bagaimana Tindak Lanjut Dari Kasus Ini?
Sesuai dengan apa yang diharapkan oleh hukum, maka perlu dilakukan upaya kembali untuk mendapatkan data dengan seksama oleh psikolog atau psikiater dalam membuktikan keadaan atau kondisi jiwa pelaku tersebut di pengadilan, ketika kemudian pelaku terbukti bahwa betul mengalami gangguan jiwa, maka perlulah pelaku akan diminta untuk melakukan pengobatan sesuai dengan apa yang dikatakan pada Pasal 44 ayat (2) untuk dimasukkan ke rumah sakit jiwa dalam tahap rehabilitasi atau percobaan paling lama satu tahun percobaan.
Kini pelaku (SR) telah berada di rumah sakit dan menjalani observasi sambil menunggu keluarnya hasil dari observasi tersebut dan memerlukan waktu selama 14 hari yakni di Rumah Sakit Khusus Daerah atau RSKD. Ketika kemudian pelaku ini terbukti bahwa merupakan pelaku kejahatan yang mengalami gangguan jiwa atau disebut ODGJ, maka kasus ini kemudian akan diberhentikan proses hukumnya dan demikian sebaliknya ketika terbukti bahwa pelaku tidak mengidap penyakit gangguan jiwa maka proses hukumnya akan di tindak lanjuti karena adanya perbuatan melakukan penganiayaan terhadap orang tua dengan menganiaya tubuh korban alias ibu kandungnya sendiri (Tvone, 2024).
Referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2).
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (3) tentang Kesehatan Jiwa.
Daulay, W., Wahyuni, E. S., dan Nasution, L. Â M. 2021. Kualitas Hidup Orang Dengan Gangguan Jiwa : Systematic Review. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKI). 9 (1): 187-196.