Enam
(Aku terduduk lemas ditengah jalan. Tiba-tiba aku ingin menangis. Menyumpahi Tuhan. Mengutuk Ama dan Ina. Memaki diri sendiri yang tidak bisa menerimanya....)
Tujuh
Tanganku gemetar. Darah belum kering, menetes dengan suara mengidik. Pisau panjang yang kugenggam tampak terbahak. Ini dendam yang terlunasi.
Di hadapanku, di atas tanah penuh lumpur, Ama dan Ina bersimbah darah. Darah mereka memercik di seluruh pakaianku. Laknat tua ini pantas mampus. Aku tahu semuanya. Aku tahu, saat Ama mendekap Ana'a dengan paksa di belakang rumah. Menodai perempuan yang ia larang aku nikahi. Aku juga tahu, saat Ana'a dikabarkan hamil, Ama seperti kebakaran jenggot. Akhirnya ia memutuskan membuang Ana'a di dalam hutan. Aku juga tahu, beberapa saat yang lalu, Ama membuka pasung Ana'a, menyeretnya ke dalam hutan bersama beberapa suruhannya, lalu menggantung perempuan itu di atas pohon.
Dari jauh, obor-obor penduduk dan suara teriak mereka makin mendekat. Aku menengadah. Menjilat darah di ujung pisau, sebelum menghujamkan di perutku sendiri.
Aku tahu, aku mengakhirinya dengan sempurna. Â Â Â Â Â Â
Â
Â
PROFIL PENULIS
Nama: M. Risman Halawa