Senja sudah melewati masanya,
entah mengapa... aku masih memandangi wajahmu,
Wanita pada bingkai biru....
.....dudukmu
.....termangu
bungkam dan menunggu
pada wajahmu, kutemukan rimbunan perdu.... yang rumit melilit
di rautmu....hanya terukir kejujuran
tanpa tudung
tanpa selimut
tutur apa adanya,
...yang kadang kudapati sebagai sahaja
aku memandangimu, lebih lekat...
sayu matamu...seperti mengembara ke tempat yang jauh
menembus ujung lidah api lilin,
yang nyala meliuk, di atas meja dihadapanmu.
Jemari mu mengepal lembut...
meredam guratan huruf-huruf
yang biasanya kau sebut sebagai rindu, padaku...
Ah....
aku jadi teringat....
rangkaian kalimat sendu.... yang engkau namai "cemburu"
dan itu juga ...untukku...
....Malam mendekati pagi
....cahaya lilin menjilati separuh dirimu
sedang yang separuh lagi tersembunyi dalam pekat gelap.
Kulihat matamu meredup...
lalu mengatup.
kedua bibirmu bergerak,
....seperti tengah melantunkan Doa.
Entah....apa yang sedang engkau panjatkan.
Mungkin sebaris harapan panjang,
atau tuturan kidhmat tanpa suara.
Sesaat kemudian....matamu terbuka....
Ada telaga disana....
sebuah kalimat sederhana, mengalun lembut dari bibirmu...
"Aku bersyukur atas hidupmu... aku bersyukur Dia menciptakanmu nun jauh disana..."
Lalu dalam isakmu, engkau menyebut namaku...
Engkau meniup lilin itu.... Lilin Ulang Tahunku...
Tiba-tiba aku mengerti makna air yang mengalir di kedua pipimu...
Tanpa kata... aku masih lekat memandangimu...
dari Bingkai Maya ku....
[caption id="attachment_315046" align="aligncenter" width="276" caption="flower"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H