Kita tentu mengetahui bersama bahwa tinggal menghitung bulan lagi Negara ini akan menggelar pesta demokrasi, yaitu dengan di selenggarakan nya pemilihan kepala daerah atau yang kita kenal sebagai Pilkada. meskipun saat ini kita berada di tengah situasi yang sangat memberatkan terkait hadir nya pandemi, namun hal ini pun tak serta merta membuat agenda besar yang rutin di gelar 5 tahun sekali ini menjadi terhenti.
Dengan berbagai pertimbangan yang cukup matang, persiapan semua komponen dan tentu nya peninjauan lebih lanjut dalam segi sistem yang harus menyesuaikan dengan keadaan kita saat ini. Mungkin pesta Pilkada saat ini akan banyak di suguhkan oleh berbagai komponesasi yang baru dan tentu nya sangatlah berbeda sekali dengan Pilkada tahun-tahun sebelum nya.
Dalam keputusan ini tentu akan banyak menuai protes dari berbagai pihak yang terkait, terutama masyarakat yang akan menjadi pemeran utama sekaligus kunci dalam penyelenggaraan Pilkada ini. tidak sedikit pula yang menilai kebijakan ini sangatlah menyampingkan dampak dari Pandemi dan kelak mampu menciptakan sebuah cluster baru yang memprihatinkan.
Rangkaian yang di selenggarakan di tengah Pandemi covid-19 dinilai banyak pihak terlalu memaksakan dan minim pertimbangan terhadap beberapa hal, seperti jaminan kesehatan masyarakat, anggaran yang kurang memadai, serta potensi politisasi bantuan sosial(bansos) pada pandemi ini.
Sebanyak 51,3 persen dari total 1.200 responden dalam survei yang dilaksanakan oleh Lembaga Survei Roda Tiga Konsultan turut menyatakan perlunya penundaan pilkada 2020.[1]
Meski berbagai pihak bayak yang mengecam terkait keputusan yang telah di ambil oleh pemerintah, namun pemerintahpun akan tetap melaksanakan agenda besar ini sesuai dengan jadwal awal yang telah di tentukan. Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa tidak memungkinkan untuk melakukan penundaan jadwal, sehingga tahapan nya sudah di mulai sejak 15 Juni kemarin.
Pemerintahpun memberikan keterangan terkait berbagai Negara yang bisa di jadikan contoh sebagai bahan acuan dalam pelaksanaa demokrasi di tengah situasi Pandemi saat ini, seperti Korea Selatan dan Prancis. Maka dari itu, tak menutup kemungkinan bagi Negara ini untuk melaksanakan Pilkada meskipun kita sedang berada di tengah-tengah pandemi.
Bagaimana kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi?
1.Syarat usia untuk menjadi anggota kelompok penyelenggra pemungutan suara/KPPS Â paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 50 tahunÂ
2.Bebas dari penyakit berbahaya/menular
3.Pembagian waktu dalam pemungutan suara
4.KPPS dalam keadaan sehatÂ
5.Mengikuti protokol kesehatan yang telah di atur oleh satgas covid-19
 Lalu, hal apa yang di takuti oleh masyarakat jika Pilkada tetap dilaksanakan?, Salah satu yang terbesar  yaitu mampu  memicu meledak nya kasus covid-19  dan kemudian memunculkan cluster baru.
Mengapa Pilkada harus segera di laksanakan?Argumentasi utama tentu saja soal menjaga kesinambungan demokrasi. Dalam sistem presidensial, termasuk pada pemerintahan lokal, secara konstitusi jabatan kepala daerah berlaku prinsip fix term alias telah ditetapkan masa jabatannya.Menunda pilkada bisa menimbulkan konflik politik yang kontraproduktif dalam situasi penanganan Covid-19.Â
Standar internasional untuk pemilu yang merujuk pada Deklarasi Universal HAM 1948 dan Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Sipil dan Politik, maupun berbagai konvensi serta komitmen mengenai pemilu demokratis menyepakati salah satu standart pemilu demokratis adalah penyelenggaraan pemilu yang berkala (IDEA, 2005).
Bayangkan, potensi masalah politik dan hukumnya jika pilkada tidak digelar sesuai UU atau Perppu. Bila masa jabatan kepala daerah diperpanjang oleh pemerintah, oposisi atau penantang petahana akan menggugat karena hak konstitusionalnya untuk mencalonkan diri jadi terhambat.
Ketidakpastian hukum dan politik akan terjadi. Penundaan pemilu dengan alasan pandemi justru berpotensi mengebiri demokrasi. Implikasinya jelas, instabilitas politik di tengah pandemi jadi taruhan, kecurigaan, bahkan ketidakpercayaan pada pemerintah akan meningkat. Gara-gara pandemi bisa dijadikan alasan bagi pemerintah otoritarian untuk memperkuat cengkeraman kekuasaannya dengan menghilangkan hak asasi paling mendasar yakni hak politik untuk memilih dan dipilih.[2]
Bagaimana masyarakat harus mengambil sikap dalam hal ini?, yaitu  dengan mematuhi semua regulasi yang telah di terapkan oleh pemerintah setempat dan bahkan sampai satgas covid-19.
[1] Riezky purnama e.p.pilkada 2020:polemik dan kritik kepemimpinan. https://www.suara.com/yoursay/2020/06/19/125800/pilkada-2020-polemik-dan-kritik-kepemimpinan(Jumat, 19 Juni 2020)
[2] Dody Wijaya.Pilkada di tengah pandemi, apa penting nya bagi rakyat?. https://nasional.kompas.com/read/2020/07/07/14144791/pilkada-di-tengah-pandemi-apa-pentingnya-bagi-rakyat?page=all.(07/07/2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H