Mohon tunggu...
Mata Garuda
Mata Garuda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru, Kapan Punya Waktu?

30 Agustus 2017   20:25 Diperbarui: 30 Agustus 2017   20:47 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di tengah hiruk pikuknya kegiatan pembelajaran, ekstrakurikuler, dan akreditasi, tak terasa guru dihadapi deadline ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Guru kembali diporsir untuk menciptakan sejumlah soal beserta kunci jawaban dan indikatornya. Guru harus mengumpulkan dalam rentang deadline yang mepet. Kembali guru kehabisan waktu di sekolah dan mempergunakan waktu istirahat di rumah untuk mengerjakan soal.

Seusai ujian pun, selain mengoreksi dan kembali mengajar, guru dituntut untuk dapat memberikan kesempatan remedial bagi murid -- murid yang  belum mencapai nilai minimal. Otak guru kembali bekerja keras guna menentukan bentuk dari remedial yang bisa memberikan ruang belajar bagi siswa tadi. Tugas atau pun soal tambahan biasanya jadi pilihan guru, tetapi guru wajib mengevaluasi tugas remedial tadi.

Ketahanan fisik guru kembali diuji ketika ada siswa berbakat dan hendak mengikuti kompetisi. Misalnya, lomba menyayi solo.  Guru harus memastikan kalau murid tersebut mendapatkan porsi latihan yang cukup tanpa meninggalkan kewajiban 24 jam mengajar per minggu. Menggunakan waktu jam belajar pastinya akan merugikan guru dan si siswa. Alternatif waktunya biasanya sore hari selepas jam pelajaran. Latihan intens dilakukan biasanya menjelang hari lomba. Kemudian, saat pelaksanaan lomba, guru wajib mendampingi siswa asuhnya.  Hal ini bisa memotong jatah pengajaran di kelas yang harus digantikan di hari lain atau menyita waktu libur jika lomba di akhir pekan.

Di tengah semester atau akhir semester, biasanya sekolah mengadakan kegiatan study tour dan perayaan kelulusan. Kembali guru turut andil dalam kegiatan tersebut. Proses persiapan dari menghubungi travel agent hingga gedung dan catering merupakan contoh dari kerepotan guru yang juga menghabiskan waktu dan tenaga. Saat guru sudah tak punya waktu untuk mengurus kewajiban 24 jam perminggu masih kah kita berfikir guru dapat mengembangkan dirinya?

Gambaran di atas merupakan contoh dari guru berdedikasi, bertalenta, bersertifikasi  dan mau berbagi. Memang tidak semua guru mau bersusah payah seperti ilustrasi di atas. Namun, banyak sekali guru yang pada akhirnya hanya menjalankan tugas dan tugas tanpa henti hingga tersadar ia butuh menimba ilmu lagi. PD yang ada seperti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) saja masih didapati ketidakhadiran guru akibat terlalu sibuk. Lantas kapan lagikah kesempatan untuk memperkaya ilmu bagi guru? Butuh pemikiran serius guna menyiasati waktu supaya guru tidak hanya menjadi teko tanpa isi yang hanya berbagi hampa pada gelas -- gelas kosong.

-------------------

Penulis bernama lengkap Muhammad Rudy, merupakan seorang mantan guru salah satu sekolah menengah swasta yang kini menjadi instruktur bahasa sebuah kampus swasta  di Bandar Lampung. Tersadar akan pentingnya belajar cara mengajar sehingga memutuskan untuk mengambil cuti melanjutkan studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penulis dapat dihubungi melalui muhammadrudy6@gmail.com atau whatsapp: 085 279 075 257.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun