Mohon tunggu...
Money

Kedudukan Riba dalam Transaksi

27 Februari 2019   19:25 Diperbarui: 27 Februari 2019   22:24 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Transaksi

Transaksi Berasal dari baha Inggris "Transaction" dan dalam bahasa arab sering disebut sebagai al-mu'amalat, dalam salah satu pengertiannya,mencakup bidang yang sangat luas, yaitu mencakup hokum tentang kontrak ,sanksi,kejahatan,jaminan,dan hukum-hukum lain yang bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan antar sesama manusia baik perseorangan maupun kelompok. Transaksi merupakan kegiatan sehari-hari yang di lakukan oleh setiap individu maupun kelompok. (Prof.Dr.H.Juhaya S. Pradja,M.A.,2012:95)

            Pengertian Al-mu'amalat  yang lebih ringkas di kemukakan oleh Mustafa ahmad Al-zarqa' yaitu hukum tentang perbuatan dan hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak-hak, dan penyelesaian sengketa tentang hal-hal itu. (Prof.Dr.H.Juhaya S. Pradja,M.A.,2012:95)

B. BEBERAPA ASPEK DALAM TRANSAKSI

Beberapa rukun akad dalam Islam sangat bertuiuan untuk menjaga kemaslahatan di antara manusia. Perpindahan kepemilikan diharuskan melalui ialur empat rukun dengan alasan untuk meniaga hak manusia dari penipuan, kecurangan, dan ketidakadilan, yaitu:

  • subjek perikatan (aI-dqidayn)
  • objek perikatan (maballul aqd)
  • bentuk kesepakatan perikata ijab dan qabul
  • tujuan perikatan (mawdhd'ul aqd).

Dalam subjek perikatan, suatu transaksi dalam bisnis Islam benar-benar mengedepankan 'kelayakan' seseorang untuk berbisnis agar bisnis terhindar dari kerugian. Hal ini dibuktikan dengan pemberian istilah nkih yang berbeda, untuk pembebanan seseorang yang telah dewasa di dalam konteks ibadah dan juga dalam pengelolaan harta. Untuk kaitannya dengan ibadah, Islam memberikan istilah baligh (puberty) bagi seseorang yang dibebankan untuk melaksanakan tanggung jawab agama. Adapun kaitannya dengan transaksi dan bisnis, Islam memberikan istilah rushd"(prudence) bagi seseorang yang mulai bisa dipercaya untuk mengelola hartanya. Dan tingkatan rushd ini berbeda antarmanusia, sesuai dengan kecakapan masingmasing dalam berbisnis. Tidak menutup kemungkinan jika seseorang yang belum baligh tapi sudah piawai berbisnis, maka ia telah mencapai dawr rushd (stage of prudence), dan begitu pula sebaliknya.Dawr rushd juga mengindikasikan bahwa ajaran Islam begitu mengedepankan hasil yang baik dan maksimal. Karena hasil yang maksimal bagian dari maksud dan tujuan suatu bisnis dalam Islam. (Dr.Ika Yunia Fauzia, Lc.,M.E.I.,2014:237)

Dalam melakukan transaksi kita harus menghindari yang namanya dua transaksi dalam satu transaksi karena itu dilarang oleh Allah SWT seperti hadist berikut :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ.

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang melakukan dua transaksi dalam satu transaksi jual beli.” [HR at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban].

            Maksut dari hadist di atas adalah kita jangan sampai melakukan dua transaksi dalam satu transaksi, misalnya seperti kita di beri amanah untuk membeli 20 ton semen oleh boss kita, pada saat membeli semen tersebut kita meminta dua kuitansi dimana satu kuitansi harga aslinya namun satu kuitansi yang di berikan kepada boss kita adalah kuitansi yang sudah di rubah harganya oleh pemilik toko setlah kita sepakat atas harga yang di tawarkan dan harga yang di rubah tersebut, perbuatan ini merupakan perbuatan riba yang membuat kita rugi di akhirat kelak.

            Riba sangatlah di larang dalam agama islam, banyak sekali hadist yang menerangkan tentang dilarangnya riba dalam agama islam, salah satunya sepeti hadist berikut :

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim).

 C. Perbedaan antara Jual Beli dan Riba 

o Jual beli dihalalkan oleh Allah Swt, sedangkan riba diharamkan.

o Dalam aktifitas jual beli, antara untung dan rugi bergantung kepada kepandaian dan kekreatifan individu. Sedangkan dalam riba hanya fokus untuk mendapatkan keuntungan dalam seluruh aktivitasnya, tidak membutuhkarn kepandaian dan kesungguhan bahkan terjadi banyak permasalahan yang akan terjadi

o Dalam jual beli terdapat 2 kemungkinan untung atau rugi. Sedangkan dalam riba hanya ada untung dan menghilangkan kerugian.

o Dalam jual beli terjadi suatu terjadi tukar menukar yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Sedangkan riba hanya memberi manfaat untuk satu pihak saja bahkan saling menzalimi atau merugikan.(Sayyid Sabiq,12, 1998: 47-48)

 

D. Macam-Macam Riba Menurut para ulama, riba ada empat macam yaitu: 

1. Riba Fadli yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis dengan tidak sama ukuran dan jumlahnya. Misalnya satu ekor sapi ditukar dengan satu ekor sapi yang berbeda besarnya dua gram emas ditukar dengan setengah gram emas dengan kadar yang sama.

2. Riba Qardhi yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 2.000.000,00kemudian diharuskan membayarnya Rp.2.300.000,00 Terhadap bentuk transaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi sebuah kegiatan riba.

3. Riba Nasi'ah merupakan tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penundaan pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp.2.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya dua bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan. Mengenai hal ini Rasulullah SAW sangat melarang perjanjian tersebut dan mengharamkannya.

4. Riba Yad, yaitu riba dengan cara berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas apakah sudah sesuai atau belum.

E. Sebab-Sebab Diharamkannya Riba 

Allah SWT melarang riba antara lain karena perbuatan tersebut dapat merusak dan membahayakan diri sendiri dan dapat merugikan ataupun dapat menyengsarakan orang lain

- Merusak Dan Membayakan Diri Sendiri

Orang yang melakukan riba akan selalu menghitung keuntungan hasil yang akan diperoleh dari orang yang meminjam uang kepadanya. Pikiran dan harapan tersebut akan mengakibatkan dirinya selalu berhat-hati dan khawatir uang yang telah dipinjamkan itu tidak dapat kembali tepat pada waktunya dengan bunga yang cukup besar. Jika orang yang melakukan riba itu memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, hasilnya itu tidak akan memberi manfaat pada dirinya sendiri karena harta itu tidak akan memberi manfaat dan tidak aka nada barokahnya untuk dirinya karena harta itu tidak mendapat ridho dari Allah SWT.

-Merugikan Dan Menyengsarakan Orang Lain

Seseorang yang meminjam uang kepada orang lain pada umumnya karena sedang membutuhkan atau terdesak. Karena tidak ada jalan lain selain meminjam, meskipun dengan persyaratan bunga yang besar, mereka tetap mau menerima pinjaman tersebut, meskipun syarat tersebut sangat berat. Orang yang meminjam ada kalanya bisa mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya, tetapi adakalanya tidak dapat mengembalikan pinjaman tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Karena beratnya bunga pinjaman, si peminjam susah untuk mengembalikan utang tersebut. Hal ini akan menambah kesulitan dan kesengsaraan bagi kehidupannya.Haram melakukan (mempengaruhi) minat pembeli dengan maksud agar tidak membeli, kemudian disuruh membeli barang orang yang memepengaruhi tadi. Apabila sesudah barang ditetapkan (sudah sama - sama menyetujui antara penjual dan pembeli). Juga tidak boleh mempengaruhi penjual dengan maksud agar berpindah menjual kepadanya.

Daftar Pustaka :

-Prof.Dr.H.Juhaya S. Pradja,M.A. 2012. Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka setia

-Dr.Ika Yunia Fauzia, Lc.,M.E.I. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam. jakarta: Prenamedia Group 

-Dr. Suhrawardi R. Lubis, S.H., Sp.N., M.H. 2012. Hukum Ekonomi Islam.Jakarta: Sinar Grafika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun