Mohon tunggu...
M Fuad Hasyim
M Fuad Hasyim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Filsafat Universitas Indonesia

Seorang Mahasiswa Filsafat yang menggeluti bidang psikologi, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat pikiran, eksistensialisme, sastra, budaya, dan teologi keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa Isu Lingkungan Tidak Pernah Dibahas Secara Proporsional dalam Peraturan Kebijakan?

23 Januari 2024   21:42 Diperbarui: 23 Januari 2024   22:03 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak alasan mengapa isu lingkungan jarang dibahas di dalam ranah kebijakan. Atau mungkin sudah dibahas dan dirumuskan, namun masih minim direalisasikan, atau minimal terdengar oleh seluruh masyarakat. Mengapa permasalahan lingkungan cenderung kalah dengan isu tentang ekonomi dan pemerintahan yang lain. Mungkin ada beberapa alasan yang menyebabkan isu lingkungan jarang naik dan dinaikkan ke publik.

1. Isu lingkungan masih berada di urutan ke sekian dari urusan pemerintahan. Ambisi pemerintah untuk menjadikan Indonesia negara maju dengan berbagai perkembangan infrastruktur teknologi dan pendidikan, menjadikan pemerintah lupa bahwa lingkungan juga menjadi aspek penting dalam mencapai kemajuan tersebut.

Pemerintah masih terlalu egois dengan berfokus pada aspek ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, bukankah kecukupan pangan adalah bagian dari menciptakan kesejahteraan. Namun, bukankah kedamaian iklim, kepastian masa panen, juga merupakan kesejahteraan rakyat. Kalau mengedepankan hal lain di samping isu lingkungan, lalu kesejahteraan siapa yang diperjuangkan?

2. Orientasi pemerintah yang masih berfokus pada aspek ekonomi dan profit investasi negara luar. Kita semua tau bahwa Indonesia menjadi salah satu negara penghasil barang tambang terbaik dan terbesar di dunia. 

Indonesia belum mampu mengolah hasil tambang tersebut, sehingga kita mengundang investor asing untuk menggali tambang dan menjualnya dengan berbagi keuntungan yang merugikan untuk Indonesia. Bukan hanya merugikan dalam masalah kurs hasil, namun merugikan juga dalam aspek lingkungan.

Kita harus melihat bagaimana masa depan lingkungan di Indonesia. Para investor hanya tau bagaimana cara "menipu" Indonesia, mereka hanya tau bagaimana cara mengeruk sumber daya yang ada di Indonesia. Mereka juga tidak begitu peduli dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. 

Mereka tidak peduli dengan apa yang akan terjadi dengan keberlanjutan ekosistem di Indonesia. Para investor hanya mengambil untungnya. Dan Indonesia harus menanggung untung dan buntungnya. Para investor luar tidak akan merasakan pencemaran limbah hasil tambang. Yang merasakan adalah seluruh rakyat Indonesia yang dipaksa menerima keadaan tersebut karena tidak memiliki kuasa untuk menolaknya. Keadilan seperti apa yang memang dicita-citakan?

3. Tidak ada orang yang cukup berani dan mampu menghancurkan hierarki feodalisme yang bersembunyi di bawah "untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Persis seperti yang dikatakan Prof Mahfud bahwa sangat sulit untuk mencabut izin pertambangan yang ada di Indonesia. Pasalnya, di balik pemberian izin tersebut ada permainan politik dan permainan uang yang melatarbelakangi terbitnya surat izin tersebut. Banyak mafia yang bermain di belakang pertambangan yang merusak lingkungan tersebut.

Kita tidak bisa serta merta mencabut izin, karena itu akan jauh lebih sulit dan berbelit-belit daripada ketika memberikan izinnya. Lagi-lagi, kekuasaan kita tidak berada di tangan kita, melainkan di tangan penguasa yang mencari keuntungan pribadi.

Kita masih takut untuk menjadi bebas. Kita masih takut untuk menjadi kaya dengan kekayaan kita sendiri.

Pada akhirnya, lingkungan hanyalah korban bagi keserakahan ekonomi. Lingkungan tidak lain hanyalah residu bagi pembangunan yang masif. Dan tidak ada keberlanjutan lingkungan yang dicita-citakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun