Mohon tunggu...
M Fuad Hasyim
M Fuad Hasyim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Filsafat Universitas Indonesia

Seorang Mahasiswa Filsafat yang menggeluti bidang psikologi, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat pikiran, eksistensialisme, sastra, budaya, dan teologi keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa Isu Lingkungan Tidak Pernah Dibahas Secara Proporsional dalam Peraturan Kebijakan?

23 Januari 2024   21:42 Diperbarui: 23 Januari 2024   22:03 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keadilan ekologi menjadi perbincangan serius dalam berbagai agenda yang mengedepankan kehidupan futuristik. Menempatkan lingkungan sebagai subjek sekaligus objek yang harus sama-sama bertahan dan dipertahankan, harusnya menjadi landasan dasar untuk menciptakan keadilan lingkungan.


Tema-tema futuristik tentang keberlanjutan, keadilan agraria, energi, pangan, lingkungan hidup, yang diangkat di dalam debat cawapres kemarin (21/01/2024) baru saja menyadarkan kita bahwa kita belum siap untuk menghadapi agenda besar terkait kelestarian lingkungan. Visi misi yang disampaikan masih bersifat normatif tanpa ada tendensi untuk bergerak menjadi sebuah realitas. Pertimbangan hukum dan ego sektoral masih terus menghantui terciptanya kelestarian lingkungan.


Saya ingat apa yang dikatakan Cak Imin dalam paparannya, "Keadilan ekologi harus jadi nomor satu. Jangan pernah membiarkan keadilan ekologi, keadilan iklim, keadilan antargenerasi tak dilaksanakan dengan baik. Hal paling pokok, kesungguhan dan komitmen melaksanakan konstitusi serta berpihak kepada rakyat dan lingkungan, bukan investor".


Pernyataan yang sangat normatif, terlalu mengambang dan ambigu, serta minim realisasi. Pasalnya, meskipun kita bercita-cita menjadikan keadilan ekologi menjadi yang utama, jauh di dalam tubuh pemerintahan kita, keadilan tersebut masih diurutan ke-sekian. 

Tidak ada peraturan kebijakan yang sedemikian rupa mengakomodasi keinginan para pemerhati lingkungan, para peneliti ekologi, atau bahkan anak muda dan lembaga yang ingin memerdekakan alam dari penjajahan manusia.


Sementara itu, dalam penyampaiannya, Mas Gibran menyinggung tentang keseimbangan dalam pembangunan yang masif yang disertai dengan memperhatikan aspek lingkungan yang berkelanjutan. Secara realistis, pernyataan ini terlalu utopis untuk terealisasikan di dalam suatu pemerintahan yang feodal. Kita harus menghargai cita-cita yang disampaikan oleh Mas Gibran. Tapi kita juga harus ingat, tidak semua cita-cita bisa direalisasikan, kan!?


Secara real, tidak ada titik keseimbangan yang bisa dicapai antara pembangunan yang masif dan keberlanjutan lingkungan seperti yang dicita-citakan. Dalam proses pembangunan yang besar, membutuhkan "pengorbanan" lingkungan yang besar. Kita lihat bagaimana pembangunan IKN harus menghancurkan hutan adat yang telah dijaga oleh masyarakat setempat, yang kemudian diakui sebagai bagian dari lahan milik pemerintah dan diubah sebagai lahan IKN. 

Maksudnya, seberapa berusahanya kita untuk menyeimbangkan pembangunan dan keberlanjutan ekosistem, pada akhirnya akan ada satu sisi yang dikorbankan untuk menjadi "pijakan" bagi yang lainnya. Dalam hal ini, bisa dipastikan, lingkungan akan menjadi korban dari pembangunan. Lingkungan tidak jarang akan menjadi selilit bagi berjalannya pembangunan yang masif.


Satu cara yang mungkin untuk bisa menyeimbangkan masalah ini adalah dengan menjadi seorang pemimpin yang menguasai isu lingkungan, pengelolaan tata kota, pembangunan berkelanjutan, serta hak-hak lingkungan. Nyatanya, tokoh pemimpin yang demikian masih berada di bawah kekuasaan pemerintah yang kapitalistik. Yang menjadi pemimpin adalah mereka yang kaya, yang memiliki jabatan, yang berkuasa atau dipaksa untuk berkuasa.


Kita semua harus setuju dengan apa yang disampaikan oleh Prof Mahfud tentang kerusakan lingkungan yang masih terjadi hingga saat ini. Kita tidak bisa menghindari kerusakan lingkungan yang terjadi dan belum tercapainya ketahanan pangan bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Tidak banyak yang menyoroti bagaimana penegakan hukum terhadap korporasi yang sudah melanggar kebijakan atau melakukan kejahatan di sektor lingkungan. Bahkan, Prof Mahfud dengan tegas menyatakan bahwa proses pencabutan izin pertambangan terhadap perusahaan yang dicurigai dan telah terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan sangat sulit dilakukan. Hal ini karena masih ada banyak mafia yang berada di belakangnya.

Ada banyak alasan mengapa isu lingkungan jarang dibahas di dalam ranah kebijakan. Atau mungkin sudah dibahas dan dirumuskan, namun masih minim direalisasikan, atau minimal terdengar oleh seluruh masyarakat. Mengapa permasalahan lingkungan cenderung kalah dengan isu tentang ekonomi dan pemerintahan yang lain. Mungkin ada beberapa alasan yang menyebabkan isu lingkungan jarang naik dan dinaikkan ke publik.

1. Isu lingkungan masih berada di urutan ke sekian dari urusan pemerintahan. Ambisi pemerintah untuk menjadikan Indonesia negara maju dengan berbagai perkembangan infrastruktur teknologi dan pendidikan, menjadikan pemerintah lupa bahwa lingkungan juga menjadi aspek penting dalam mencapai kemajuan tersebut.

Pemerintah masih terlalu egois dengan berfokus pada aspek ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, bukankah kecukupan pangan adalah bagian dari menciptakan kesejahteraan. Namun, bukankah kedamaian iklim, kepastian masa panen, juga merupakan kesejahteraan rakyat. Kalau mengedepankan hal lain di samping isu lingkungan, lalu kesejahteraan siapa yang diperjuangkan?

2. Orientasi pemerintah yang masih berfokus pada aspek ekonomi dan profit investasi negara luar. Kita semua tau bahwa Indonesia menjadi salah satu negara penghasil barang tambang terbaik dan terbesar di dunia. 

Indonesia belum mampu mengolah hasil tambang tersebut, sehingga kita mengundang investor asing untuk menggali tambang dan menjualnya dengan berbagi keuntungan yang merugikan untuk Indonesia. Bukan hanya merugikan dalam masalah kurs hasil, namun merugikan juga dalam aspek lingkungan.

Kita harus melihat bagaimana masa depan lingkungan di Indonesia. Para investor hanya tau bagaimana cara "menipu" Indonesia, mereka hanya tau bagaimana cara mengeruk sumber daya yang ada di Indonesia. Mereka juga tidak begitu peduli dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. 

Mereka tidak peduli dengan apa yang akan terjadi dengan keberlanjutan ekosistem di Indonesia. Para investor hanya mengambil untungnya. Dan Indonesia harus menanggung untung dan buntungnya. Para investor luar tidak akan merasakan pencemaran limbah hasil tambang. Yang merasakan adalah seluruh rakyat Indonesia yang dipaksa menerima keadaan tersebut karena tidak memiliki kuasa untuk menolaknya. Keadilan seperti apa yang memang dicita-citakan?

3. Tidak ada orang yang cukup berani dan mampu menghancurkan hierarki feodalisme yang bersembunyi di bawah "untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Persis seperti yang dikatakan Prof Mahfud bahwa sangat sulit untuk mencabut izin pertambangan yang ada di Indonesia. Pasalnya, di balik pemberian izin tersebut ada permainan politik dan permainan uang yang melatarbelakangi terbitnya surat izin tersebut. Banyak mafia yang bermain di belakang pertambangan yang merusak lingkungan tersebut.

Kita tidak bisa serta merta mencabut izin, karena itu akan jauh lebih sulit dan berbelit-belit daripada ketika memberikan izinnya. Lagi-lagi, kekuasaan kita tidak berada di tangan kita, melainkan di tangan penguasa yang mencari keuntungan pribadi.

Kita masih takut untuk menjadi bebas. Kita masih takut untuk menjadi kaya dengan kekayaan kita sendiri.

Pada akhirnya, lingkungan hanyalah korban bagi keserakahan ekonomi. Lingkungan tidak lain hanyalah residu bagi pembangunan yang masif. Dan tidak ada keberlanjutan lingkungan yang dicita-citakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun