Mohon tunggu...
M Fuad Hasyim
M Fuad Hasyim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Filsafat Universitas Indonesia

Seorang Mahasiswa Filsafat yang menggeluti bidang psikologi, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat pikiran, eksistensialisme, sastra, budaya, dan teologi keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bunuh Diri dengan Etis! Dalil Filosofis untuk Bunuh Diri yang Dihalalkan

4 Desember 2023   13:19 Diperbarui: 4 Desember 2023   13:23 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Psychology by Freepict

Di tengah gemuruh dunia yang terus memaksa  untuk jatuh dalam ketidakjelasan masa depan, ada serpihan emosi yang menuntut kita untuk terbuang pergi dari dunia.

banyak dari kita mulai terbiasa dengan berbagai berita tentang bunuh diri. Cerita tentang bagaimana orang-orang yang mengaku tidak kuat dengan beban hidup yang mereka rasakan.

Memangnya siapa yang tidak pernah memiliki beban hidup? Semua orang juga punya beban hidup. Tapi mengapa banyak orang yang juga mengaku tidak kuat dan ingin segera mengakhiri semuanya?

Menurutku, bunuh diri adalah bentuk pelarian dari ketidaksanggupan kita menerima apa yang tidak kita inginkan. Ketidaksanggupan kita untuk terus berjuang di dalam ketidakjelasan absurd yang mengelilingi kita.

Mereka yang merasa ingin mengakhiri hidupnya, seringkali merasa bahwa masalah yang dihadapi tidak akan pernah selesai. Setiap kali mereka ingin keluar dari masalah itu, mereka malah semakin masuk dan terikat di dalamnya. Mereka terus menerus mengulang fase yang sama.

Oleh karena itu, Bunuh Diri dijadikan jalan final atas ketidakmauan mereka untuk menghadapi masalahnya.

Mereka yang bunuh diri karena sukarela merasa bahwa supply and deman yang mereka butuhkan, baik secara finansial ataupun emosional tidak tercukupi dengan baik. 

Tentu banyak yang akan setuju bahwa bunuh diri adalah sebuah kesalahan yang harusnya tidak boleh ada dan dilakukan. Namun, ada banyak hal yang masih tersimpan jauh di dalam pikiran tentang bunuh diri. 

Bunuh diri hanya dianggap buruk karena tidak sesuai dengan norma yang selama ini kita pegang. Tapi, kalau kita pergi ke Jepang, bunuh diri dianggap sebagai jawaban yang wajar atas tuntutan yang terus menekan mereka. Bahkan ada tempat khusus yang menjadi spot favorit bunuh diri.

Bunuh diri di kalangan mayoritas masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang tidak etis. Mereka yang bunuh diri telah melukai diri mereka sendiri. Menolak takdir yang harusnya mereka hidup di dalamnya.

Namun. ada beberapa pertimbangan etis dan filosofis mengapa bunuh diri itu diperlukan dan diperbolehkan. 

Dalam pandangan filsafat, ada yang disebut sebagai bunuh diri filosofis yang memberikan pertimbangan pertimbangan etika yang harus dipenuhi untuk membenarkan konsep bunuh diri.

"Bunuh diri adalah solusi permanen terhadap masalah sementara."

Dalam filsafat, beberapa tokoh memberikan pandangan afirmatif terhadap bunuh diri sebagai tindakan yang bermoral, bukan lagi tindakan yang berdosa. Sebut saja David Hume yang menghalalkan  bunuh diri sebagai tindakan etis.

Bunuh diri dianggap sebagai kegiatan yang baik apabila ketika kita melakukan bunuh diri dan kita meninggal, kita tidak memiliki beban moral dan tanggung jawab yang masih ada pada diri kita. Seorang pemimpin tidak dibenarkan melakukan bunuh diri karena mereka masih menanggung tugas besar untuk memimpin rakyatnya. 

Mereka yang bunuh diri dengan masih memiliki tanggung jawab dianggap tidak bermoral dan dianggap lari dari tanggung jawab. Dengan demikian, bunuh diri dianggap tidak bisa disebut sebagai bunuh diri dengan etis.

Selain itu, bunuh diri diperbolehkan dan dianggap bermoral apabila ketika meninggal menimbulkan kebermanfaatan yang jauh lebih besar daripada kesedihan yang akan ditimbulkan. 

Ketika meninggal, mereka yang bunuh diri mampu mengurangi beban yang ada di lingkungan sekitarnya, atau paling tidak tidak menambah beban bagi masyarakat di sekitarnya.

Salah satu bunuh diri etis yang sangat menguntungkan adalah matinya Adolf Hitler pemimpin Nazi pada 30 April 1945. Dia bunuh diri dengan menembak dirinya dengan pistol dan istrinya dengan sengaja bunuh diri dengan minum racun sianida.

Meskipun banyak pendapat yang tidak percaya bahwa Hitler mati bunuh diri, namun kematian bunuh diri atau hilangnya Hitler mampu membawa perdamaian dunia.

Kematian Hitler mampu menjadi awal dari perdamaian dunia di perang dunia kedua. 

Bisa dikatakan kematian Hitler adalah kematian filosofis yang memang diinginkan oleh seluruh dunia. Karena kepemimpinan Hitler sangat otoriter dan cukup semena-mena dalam pembantaian peristiw Holocoust.

Jadi, apakah kamu yang berpikir untuk bunuh diri sudah mempertimbangkan semua hal? Apakah kematianmu akan menguntungkan banyak orang atau malah membuat kesedihan yang tidak terlupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun