Dalam pandangan filsafat, ada yang disebut sebagai bunuh diri filosofis yang memberikan pertimbangan pertimbangan etika yang harus dipenuhi untuk membenarkan konsep bunuh diri.
"Bunuh diri adalah solusi permanen terhadap masalah sementara."
Dalam filsafat, beberapa tokoh memberikan pandangan afirmatif terhadap bunuh diri sebagai tindakan yang bermoral, bukan lagi tindakan yang berdosa. Sebut saja David Hume yang menghalalkan  bunuh diri sebagai tindakan etis.
Bunuh diri dianggap sebagai kegiatan yang baik apabila ketika kita melakukan bunuh diri dan kita meninggal, kita tidak memiliki beban moral dan tanggung jawab yang masih ada pada diri kita. Seorang pemimpin tidak dibenarkan melakukan bunuh diri karena mereka masih menanggung tugas besar untuk memimpin rakyatnya.Â
Mereka yang bunuh diri dengan masih memiliki tanggung jawab dianggap tidak bermoral dan dianggap lari dari tanggung jawab. Dengan demikian, bunuh diri dianggap tidak bisa disebut sebagai bunuh diri dengan etis.
Selain itu, bunuh diri diperbolehkan dan dianggap bermoral apabila ketika meninggal menimbulkan kebermanfaatan yang jauh lebih besar daripada kesedihan yang akan ditimbulkan.Â
Ketika meninggal, mereka yang bunuh diri mampu mengurangi beban yang ada di lingkungan sekitarnya, atau paling tidak tidak menambah beban bagi masyarakat di sekitarnya.
Salah satu bunuh diri etis yang sangat menguntungkan adalah matinya Adolf Hitler pemimpin Nazi pada 30 April 1945. Dia bunuh diri dengan menembak dirinya dengan pistol dan istrinya dengan sengaja bunuh diri dengan minum racun sianida.
Meskipun banyak pendapat yang tidak percaya bahwa Hitler mati bunuh diri, namun kematian bunuh diri atau hilangnya Hitler mampu membawa perdamaian dunia.
Kematian Hitler mampu menjadi awal dari perdamaian dunia di perang dunia kedua.Â
Bisa dikatakan kematian Hitler adalah kematian filosofis yang memang diinginkan oleh seluruh dunia. Karena kepemimpinan Hitler sangat otoriter dan cukup semena-mena dalam pembantaian peristiw Holocoust.