Mohon tunggu...
M Fuad Hasyim
M Fuad Hasyim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Filsafat Universitas Indonesia

Seorang Mahasiswa Filsafat yang menggeluti bidang psikologi, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat pikiran, eksistensialisme, sastra, budaya, dan teologi keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kesendirian Sebagai Keniscayaan Hidup

23 Februari 2023   16:27 Diperbarui: 23 Februari 2023   16:35 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Philosophy and Psychological Self Development)

 

Homo Socius adalah kutukan bagi manusia. Artinya, manusia selalu diidentikkan dengan relasi timbal balik dengan lingkungan sosialnya. Manusia sebagai homo socius adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Mereka selalu membutuhkan orang lain untuk mencukupi dirinya. Namun, bukankah pada dasarnya manusia tercipta sendirian?

Adam adalah manusia pertama yang Allah ciptakan dari tanah liat, yang dihidupkan dan diizinkan tinggal di surga. Karena adam adalah manusia satu-satunya, adam merasa kesepian, dan meminta kepada Allah untuk diciptakan sosok pendamping untuk menemaninya. Lalu Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk adam. Singkatnya, setelah tragedi pengusiran Adam dan Hawa dari Surga, Adam dan Hawa kembali mengalami kesepian karena terpisah di belahan bumi yang berbeda. Dalam kisah singkat ini, sebenarnya manusia tercipta bersama kesendirian yang melekat pada dirinya, sejak pertama diciptakan, sejak pertama dilahirkan hingga ketika kematiannya datang. Manusia selalu diliputi oleh kesendirian. Oleh karena itu, kesendirian adalah sebuah keniscayaan bagi manusia.

Meskipun kesendirian adalah sebuah keniscayaan, banyak orang menolak keniscayaan itu. Kita adalah manusia yang terlahir seutuhnya dengan kesendirian. Apapun dan siapapun yang ada disekitar kita hanyalah bagian dari ornamen penghias. Lalu "Apa itu sebenarnya kesendirian dan dari mana asalnya?" Mengapa orang mengalami kesendirian?" dan "Bagaimana cara terbaik kita menghadapi kesendirian?

Pertama, harus dibedakan antara sendiri dan kesendirian. Kesendirian adalah pengalaman subjektif yang dilalui seseorang, kesendirian selalu identik dengan kesepian. Keduanya merupakan pengalaman subjektif yang bisa dirasakan di mana saja dan kapan saja, tidak bergantung pada keadaan ramai ataupun keadaan sepi. Kesendirian dan kesepian merupakan bentuk perasaan keterasingan dari dunia sekitar. Sedangkan sendiri adalah tidak ada orang lain sejenisnya di sekitarnya. Misalnya, kita menjadi orang satu-satunya di satu ruangan, maka kita akan mengatakan "aku sedang sendiri di sini".

Kesendirian adalah keadaan emosional di mana seseorang mengalami perasaan sepi dan hampa yang sangat kuat. Kesendirian lebih dari sekadar ingin ditemani atau ingin melakukan sesuatu dengan orang lain. Kesendirian adalah perasaan terputus dan terasing dari orang lain. Dan setiap orang pasti pernah mengalami kesepian.

Pertanyaan-pertanyaan tentang kesendirian bukanlah hal baru, banyak filsuf eksistensialis yang menulis tentang makna kesendirian. Filsafat eksistensialis memandang kesepian sebagai hal yang esensial untuk menjadi manusia. Masing-masing dari kita datang ke dunia dan pada akhirnya menyadari bahwa kita adalah orang yang terpisah, sendirian. Kita menjalani hidup sendirian dan akhirnya mati sendirian. Tidak ada yang benar-benar memahami apa artinya, bagaimana rasanya menjadi Anda. Tidak ada yang bisa mengalami dunia dengan cara yang sama persis dengan Anda. Tidak ada yang bisa sepenuhnya memahami rasa sakit, kegembiraan, kesedihan, ketakutan, keputusasaan, ataupun rasa malu yang pernah dilalui. Itulah makna dari kesendirian.

Personally, ketika kita bercerita dengan orang lain, dan mereka mengatakan "aku tahu perasaan kamu. Aku paham apa yang kamu rasakan. Aku pernah merasakannya". It's a bullshit.

Manusia sebagai makhluk sosial adalah sebuah kutukan. Kita tercipta dengan kesendirian, bukan dengan kebersamaan dalam sosial. Mau tidak mau, kita harus bisa menerima kesendirian. Menerima, bukan suka dengan kesendirian. Kesepian adalah kerinduan akan hubungan, namun, tidak peduli seberapa besar keinginan kita, kita tidak dapat terhubung sepenuhnya dengan orang lain. Tidak ada yang bisa benar-benar memahami diri kita sebaik kita memahami diri kita sendiri.

Jika kita menerima kesepian kita, memiliki belas kasihan untuk diri kita sendiri dan melangkah keluar dari "trance of unworthiness", kita dapat mulai muncul dan menyadari bahwa kita sudah cukup. Kita sudah layak.

Dengan terhubung sepenuhnya dengan diri kita sendiri, mungkin rasa sakit itu, rasa lapar akan kesepian itu bisa ditahan. Dan ketika kita telah menghadapi diri kita sendiri, dan mengetahui bahwa kita sudah cukup, maka kita dapat menjangkau orang lain dan menemukan hubungan sejati dan kepemilikan sejati.

Mungkin hal terbaik adalah menerima kesepian dan memberi ruang untuk itu, seperti yang kita lakukan untuk semua perasaan yang kita rasakan.


Menjadi hidup berarti berada di dalam tubuh, dan berada di dalam tubuh berarti terpisah dari semua tubuh lainnya. Dan berpisah berarti sendirian. Ini berlaku untuk setiap makhluk, dan ini berlaku untuk manusia lebih dari makhluk lain mana pun. Dia tidak hanya sendiri; dia juga tahu bahwa dia sendirian, dia sadar akan siapa dia. Karena itu, dia mengajukan pertanyaan tentang kesendiriannya. Dia bertanya mengapa dia sendirian dan bagaimana dia bisa mengatasi kesendiriannya. Dia tidak tahan; tapi juga tidak bisa menghindarinya. Sudah menjadi takdirnya untuk menyendiri dan menyadarinya... Adalah kehebatan manusia bahwa dia berpusat pada dirinya sendiri. Dia terpisah dari dunianya, dan mampu melihatnya. Hanya karena memang demikian, dia dapat mengetahui dunia, dan mencintai serta mengubahnya. Hanya dia yang sendirian yang bisa mengaku sebagai laki-laki. Inilah kehebatan, dan inilah beban manusia.

Paul Tillich

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun