Mohon tunggu...
Muhamad Fauzi Rachman
Muhamad Fauzi Rachman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai!!! Semenjak akun ini dibuat, aku adalah mahasiswa semester 1. Terima kasih sudah mau mengunjungi lamanku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengubah SBMPTN atau Mengubah Sistem Pendidikan Indonesia

15 Desember 2022   08:38 Diperbarui: 15 Desember 2022   08:53 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBT) dan Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) adalah seleksi masuk perguruan tinggi negeri yang resmi digunakan pada tahun 2023 mendatang. Pada dasarnya kedua jenis seleksi ini adalah perubahan dari seleksi sebelumnya, yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan  Tinggi Negeri (SBMPTN). 

Berdasarkan Permendikbud Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana yang disahkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 1 September 2022, pada pasal 4 tertulis, penerimaan mahasiswa baru dilakukan melalui tiga skema, yakni Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) dan Seleksi secara mandiri oleh PTN.

Pada pelaksanaan SNBP, siswa dinilai oleh dua komponen utama. Pertama, penilaian yang dihitung berdasarkan nilai rata-rata rapor seluruh mata pelajaran paling sedikit 50 persen dari bobot penilaian. Kedua, penilaian yang dihitung berdasarkan nilai rapor banyaknya dua mata pelajaran pendukung program studi yang dipilih, portofolio, dan/atau prestasi paling banyak 50 persen dari bobot penilaian. 

Sedangkan, SNBT dilakukan dengan menggunakan tes terstandar berbasis komputer atau tes yang mengukur kemampuan kognitif, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia dan literasi dalam bahasa Inggris. Selain itu, dalam SNBT dapat menambahkan persyaratan portofolio jika program studi yang dipilih adalah rumpun seni dan olahraga.

Pada tahun sebelumnya, untuk seleksi masuk perguruan tinggi negeri masih menggunakan SNMPTN dan SBMPTN. SNMPTN dan SNBP memiliki pola seleksi yang hampir serupa, hanya saja pada SNMPTN, pilihan siswa dibatasi oleh jurusan semasa di SMA. Contohnya, jurusan IPS tidak dapat memilih rumpun program studi sains dan teknologi (saintek), begitupun sebaliknya jurusan IPA tidak dapat memilih rumpun program studi sosial dan humaniora (soshum). 

Sedangkan pada SBMPTN dan SNBT terdapat beberapa perubahan materi yang diteskan. Pada SBMPTN tes terdiri dari TKA (Tes Kemampuan Akademik) dan TPS (Tes Potensi Skolastik). Sementara pada SNBT materi yang diteskan berupa TPS. Setelah beberapa uraian tadi, dapat dilihat bahwasanya SNBP dan SNBT membawa angin baru bagi para calon mahasiswa baru tahun 2023. Namun apakah perubahan itu mendatangkan hal bagus ataukah buruk?

Pada tahun 2022, untuk penerimaan mahasiswa baru terbilang sulit untuk lulusan SMK. Pasalnya lulusan SMK yang mempelajari skill vokasi mereka tidak diujikan pada SBMPTN. Berbeda dengan lulusan SMA yang diuntungkan, karena materi yang diujikan pada SBMPTN dipelajari semasa SMA. Nah, pada SNBT nanti, tepatnya tahun 2023 materi yang diujikan bersifat lebih umum berupa penalaran kemampuan kognitif, kemampuan literasi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 

Beberapa perubahan ketentuan tersebut sangat berpengaruh untuk kedepannya. Calon mahasiswa baru dituntut untuk dapat menyesuaikan perubahan ini. Jika melihat pada sistem masuk perguruan tinggi di negara lain, yakni Korea Selatan. Suneung atau College Scholastic Aptitude Test (CSAT) adalah program masuk perguruan tinggi di Korea Selatan. Pada program ini, Korea Selatan memilki beberapa perbedaan dengan program masuk perguruan tinggi di Indonesia.

Suneung atau CSAT dianggap sangat penting atau lebih tepatnya sangat diperhatikan oleh pemerintahan Korea Selatan. Pada tahun 2017, Suneung sempat diundur pelaksanaannya oleh pemerintahan Korea Selatan, dikarenakan gempa bumi yang terjadi di sebagian daerahnya. Pemerintah Korea Selatan khawatir dengan kondisi psikis para peserta tes. Hal ini menunjukkan, pemerintahnya sangat memerhatikan tes ini. 

Selain itu, materi tesnya pun ada perbedaan dengan SNBT ini. Materi yang diujikan pada Suneung, yakni tes bahasa Korea, Matematika, bahasa Inggris, pengetahuan sains atau sosial, serta tes bahasa asing lainnya, misalnya, bahasa Mandarin atau Jerman. Selain itu Suneung, memiliki durasi tes yang sangat panjang dibandingkan Indonesia. Pada tes CSAT ini tes akan dimulai pukul 08.00-09.00 sampai dengan 17.00-18.00 waktu setempat (sekitar 9 jam). Jika kita membandingkan dengan SNBT apakah kita tertinggal?

Tentu saja jika dibandingkan dengan Suneung, SNBT seperti tertinggal jauh. Akan tetapi, itu semua tidak benar. Memang jika kita membandingkan, maka SNBT akan terlihat seperti kemunduran dalam sistem masuk perguruan tinggi negeri ini. Hal ini juga berkaitan dengan sistem sebelumnya, yakni SBMPTN, dimana SBMPTN memilki materi tes yang lebih banyak. 

Masalahnya kualitas pendidikan pada negeri kita juga tidak tinggi. Meski kurang memuaskan, harus diakui bahwa posisi Indonesia di tingkat dunia dari segi sistem dan kualitas pendidikan masih jauh dari peringkat terbaik, dan membutuhkan banyak pembenahan. 

Berdasarkan data yang diberikan oleh World Population Review, satu tahun ke belakang yaitu pada tahun 2021 lalu Indonesia masih berada di peringkat ke-54 dari total 78 negara yang masuk pemeringkatan tingkat pendidikan dunia. Walaupun Indonesia bertambah baik, karena pada tahun 2020 Indonesia berada di peringkat ke-55 dari 78 negara, namun jika kita bandingka dengan negara Asia Tenggara lainnya kita berada di posisi ke-4, dimana Singapura berada di peringkat ke-21, Malaysia berada di peringkat ke-38 dan Thailand di peringkat ke-46. 

Hal ini juga menjadi alasan, kita patut mempertanyakan apakah SNBT dan SNBP adalah solusi yang tepat untuk seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Kenyataan mengenai posisi di atas tentu memunculkan tugas besar yang menjadi tanggung jawab berbagai pihak untuk memperbaiki sistem serta sebenarnya sudah kualitas pendidikan yang berlaku di Indonesia. Bukan perkara baru, hal ini menjadi sebenarnya sudah menjadi permasalahan yang disorot sejak lama agar mendapat pembenahan. 

Lantas apa yang kurang dalam sistem pendidikan kita. Menurut Budi Trikoroyanto, dalam keterangan yang dipublikasikan oleh DW, mengungkapkan jika sebenarnya ada beberapa hal utama yang perlu mendapat perubahan besar dari pendidikan di tanah air, yaitu dari segi kualitas pengajar serta sistem pendidikan itu sendiri yang dirasa masih terlalu membelenggu dengan paham lama. Selain itu, kurikulum di Indoneaia masih bersifat baku dan teoritis, sehingga masih adanya batasan dalam kreativitas siswa. Apresiasi moral yang juga masih sangat kurang.

 Sistem pendidikan Indonesia memerlukan  adanya perubahan yang terstruktur dan tidak terburu-buru. Kita harus dapat membenahi dari hal paling kecil dalam sistem pendidikan, sebelum berangkat ke yang lebih tinggi. Pertana kita harus melihat apakah sistem pada tingkat pendidikan dasar kita sudah baik? Pada dasarnya tingkat pendidikan dasar kita, yakni SD/MI/ Sederajat masih banyak yang keliru dengan tujuannya. Pada tingkat dasar ini kita memerlukan sistem yang lebih berorientasi pada moral dan motorik peserta didik. 

Selanjutnya pada tingkat menengah, yakni SMP/MTs/Sederajat dan SMA/SMK/MA/Sederajat barulah kita membentuk pola pikir mereka agar dapat berorientasi pada kemampuan kognitif dan kecakapan mereka. Yang terakhir pada tingkat tinggi yakni Peguruan Tinggi. 

Pada tingkat ini siswa harus difasilitasi dalam peralihan. Peralihan dari siswa menjadi mahasiswa. Peralihan ini berperan penting, supaya mahasiswa dapat melaksanakan tri dharma perguruan  tinggi. Selain itu dalam proses layanan pendidikan kita harus merata, tanpa adanya diskriminatif terhadap golongan tertentu. Pada proses layanan dari tingkat dasar hingga tingkat menengah sudah berjalan cukup baik, namun dalam proses layanan dari tingkat menengah menuju tinggi mmasih kurang.

Pada proses layanan tingkat menengah menuju tinggi diberlakukan tiga cara, yakni SNBP, SNBT dan Secara Mandiri oleh PTN. SNBP, pada dasarnya sana halnya dengan SNMPTN, namun dalam pemilihan program studi lebih fleksibel dikarenakan tidak adanya keharusan dalam kesesuaian jurusan. SNBT adalah seleksi masuk perguruan tinggi negeri berbasis tes komputer. 

SNBT memiliki pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan adanya pihak yang kurang setuju dengan perubahan ini. Perubahan dalam subjek tes yang diujikan menuai pro dan kontra. Saat SBMPTN lalu, masih memberlakukan tes mata pelajaran sedangkan pada SNBT hanya tes skolastik.

SNBT ini tidak serta merta diberlakukan sembarang. Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi  (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim jumlah informasi yang harus dihafal dalam tes SBMPTN terlalu banyak, sehingga membebani siswa. Di saat yang bersamaan para guru juga terus  memberikan materi-materi dan soal-soal latihan tes masuk perguruan tinggi. Belum lagi, jika ada siswa yang mengikuti bimbel. Selain memberi tekanan terhadap siswa karena dituntut untuk memahami materi yang tidak sedikit, bimbingan belajar juga membebani orang tua secara finansial. Hal ini berakibat pada kualitas pembelajaran dalam sekolah terus menurun. Nadiem mengatakan seharusnya seleksi masuk perguruan tinggi tidak menurunkan kualitas pembelajaran. 

Dengan SNBT, Nadiem berupaya agar seleksi masuk perguruan tinggi negeri lebih inklusif dan adil, serta tidak diskriminatif pada peserta didik dari keluarga yang kurang mampu. Sehingga menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim mengubah materi tes yang diujikan pada SNBT adalah solusi yang paling tepat.

Setelah banyaknya pemaparan, sistem pendidikan Indonesia memerlukan perubahan yang terstruktur dan tidak terburu-buru. Dalam prakteknya, kita harus membenahi dari dasarnya, dimulai dari tingkat dasar (SD/MI/Sederajat), tingkat menengah (SMP/MTs/ Sederajat dan SMA/SMK/MA/Sederajat) dan tingkat tinggi (Perguruan Tinggi). Pada tingkat dasar kita perlu memerhatikan pada motorik dan moral peserta didik. Selain itu kita harus selalu berorientasi pada moral dan perilaku. 

Pada tingkat menengah, peserta didik harus dikenalkan dengan pola pemikiran, yakni problem solving dan critical thinking. Pada tingkat tinggi siswa perlu adanya seorang fasilitator yakni, dosen. Dosen berperan sebagai fasilitator agar mahasiswa dapat terus beorientasi pada masa depan dan berperan dalam khalayak. Selain itu, kita perlu memperbaiki kualitas kinerja guru atau tenaga pendidik, kurikulum. Dalam proses layanan juga diperlukan adanya perubahan, terutama pada tingkat tinggi. 

SNBT dan SNBP sudah menjadi jalan alternatif untuk pembenahan dalam sistem pendidikan tingkat tinggi. Beriringan dengan memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, proses layanan pendidikan juga perlua adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, mari kita berperan dalam sistem pendidikan Indonesia, baik dalam lingkup pembelajaran ataupun luar lingkup pembelajaran. Upaya-upaya seperti mengubah sistem masuk perguruan tinggi dan memperbaiki kualitas pengajar serta kurikulum adalah hak kita dan oleh kita sebagai rakyat Indonesia. Karena sejatinya kitalah yang hanya dapat mengubah sistem pendidikan Indonesia, bukan dari pihak luar melainkan dari diri kita sendiri. Ingat mulailah dari tingkat dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun