Mohon tunggu...
M Farhansa Kurnia
M Farhansa Kurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UNP jurusan ADMINISTRASI PUBLIK hobi olah raga dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tranformasi Ruang Publik dan Ruang Privat pada Konsep Desa Digital

6 Desember 2023   19:38 Diperbarui: 6 Desember 2023   19:41 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Desa digital merupakan sebuah konsep di mana teknologi dan internet diintegrasikan dalam berbagai aspek tata kelola dan kehidupan masyarakat desa. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi layanan publik, memperluas akses informasi bagi warga, hingga menciptakan peluang ekonomi baru di perdesaan.

Beberapa wujud implementasi konsep desa digital antara lain penggunaan teknologi informasi untuk pelayanan pemerintahan desa, pemetaan wilayah dan sumber daya desa, hingga portal daring berisi informasi, layanan, dan marketplace bagi warga desa. Aplikasi mobile dan grup media sosial juga kerap digunakan untuk memfasilitasi interaksi antar warga dan pemerintah desa.

Transformasi Ruang Publik

Ruang publik mengacu pada arena atau wadah di mana warga desa dapat berinteraksi dan berbagi informasi satu sama lain. Di masa lalu ruang publik identik dengan balai desa, lapangan, atau tempat ibadah yang menjadi pusat kegiatan sosial masyarakat desa. Namun di era desa digital, ruang publik maya kini hadir dan memperluas horizon interaksi antar warga.

Pertama, media sosial kini menjadi ruang publik maya bagi warga desa untuk saling berdialog. Facebook, Twitter, hingga Whatsapp Group menjadi wadah bagi warga untuk membahas berbagai isu yang relevan bagi desa. Interaksi yang awalnya hanya terjadi di warung kopi atau pertemuan warga kini dapat berlangsung real time di dunia maya.

Kedua, konten digital seperti website desa dan portal berbasis geo-lokasi juga menciptakan ruang informasi publik bagi warga. Melalui platform seperti simpel desa, warga desa dapat mengakses informasi penting seputar pemerintahan desa, pelayanan publik, hingga potensi ekonomi lokal. Ruang publik informasi ini memudahkan koordinasi program pembangunan desa dengan partisipasi warga.

Ketiga, inovasi seperti e-musrenbang dan e-budgeting menghadirkan ruang partisipasi publik secara digital bagi warga. Warga desa kini dapat secara aktif terlibat dalam proses penyusunan anggaran dan perencanaan pembangunan desa melalui saluran digital. Inovasi ini memperluas akses dan meningkatkan transparansi pengelolaan desa.

Transformasi Ruang Privat

Di sisi lain, kehadiran teknologi digital juga mentransformasi batasan antara ranah privat dan publik di perdesaan. Jika di masa lalu urusan pribadi seperti lingkaran pertemanan, hobi, hingga catatan kesehatan merupakan hal yang bersifat privat, kini hal tersebut banyak terekspos ke ranah publik melalui dunia maya.

Pertama, jejaring dan aktivitas individu warga desa kini banyak tersaji secara terbuka di media sosial. Hal-hal seperti foto, status keseharian, hingga jaringan pertemanan yang semula bersifat private kini dikonsumsi secara publik di internet. Privasi warga desa dalam jejaring sosialnya kian memudar.

Kedua, data pribadi warga desa juga rawan bocor dan disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Data kesehatan, kepemilikan lahan, NIK, hingga data sensus penduduk kerap diunggah ke sistem daring desa tanpa perlindungan yang memadai. Celah privasi dan keamanan data ini berpotensi mencederai hak warga desa atas privasi informasi pribadinya.

Ketiga, minimnya literasi digital dan kesadaran terkait privasi di kalangan warga desa turut menggerus ruang privat mereka di dunia maya. Tanpa pemahaman yang cukup, warga rentan oversharing informasi sensitif atau tertipu oleh oknum tidak bertanggungjawab di dunia maya.

Fenomena transformasi ruang publik dan privat di era desa digital tentu saja melahirkan beragam implikasi sosial bagi kehidupan masyarakat desa, baik positif maupun negatif. Dari sisi positif, desa digital membuka peluang partisipasi publik, mendemokratisasi informasi, hingga menciptakan kolaborasi antar warga lintas wilayah.

Namun di sisi lain, desa digital juga berpotensi melahirkan disintegrasi sosial akibat melemahnya interaksi tatap muka, meningkatnya kesenjangan akses informasi antar kelompok masyarakat, hingga meluasnya ujaran kebencian dan fenomena hoaks di ruang publik maya. Belum lagi persoalan privasi dan keamanan data pribadi warga yang masih jauh dari standar ideal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun