Beralih dari puisi-puisi yang menggambarkan kemiskinan, ketimpangan sosial, dan kecemburuan. Salah satu puisi KO juga berbicara tentang keputusasaan yang mendalam. Hal itu terbaca pada puisi ”Seandainya Bintang-bintang di Langit Malam Lebih Terang”. Pada puisi itu membayang keadaan kegelisahan, kepedihan, kebingungan, juga keputusasaan. Dilukiskan dalam larik-larik berikut: Aku ingin bertanya pada diri sendiri, apa yang harus kulakukan sekarang?/ Ke mana aku disuruh pergi, tolong tunjukkan jalan itu/ (”Seandainya Bintang-bintang di Langit Malam Lebih Terang”, Ryeol, hlm. 88).
Perasaan keputusasaan yang digambarkan oleh penyair sampai kepada pembaca. Harapan penyair mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tetapi, kehidupannya saat itu sedang tidak baik. Penyair memakai bahasa yang jelas dan lugas, tanpa memakai gaya bahasa tertentu maka dari itu maknanya sampai langsung kepada pembaca.
Selain puisi-puisi tentang persoalan sosial, penyair juga membuat puisi mengenai nilai kehidupan termasuk nilai-nilai religi. Pada puisi ”Melihat Langit-Langit” penyair mencoba menggambarkan perasaan seorang manusia dengan Tuhan-Nya. Terkadang kita sebagai manusia selalu berusaha sendiri dan tidak melibatkan Tuhan dalam menyikapi suatu masalah. Hal ini tergambar dalam larik-larik berikut: Sepertinya ada seseorang tinggal di atas sana/ Bisa mendengar bunyi penyedot debu yang menyapu lantai/ (”Melihat Langit-Langit”, Ryeol, hlm. 82). Bahasa puisi ini seolah tak menunjukkan penyair sedang membicarakan Tuhan, bahasanya terasa halus sebab penyair menggunakan imaji dan personifikasi. Namun pada larik selanjutnya: Walau tinggal bersama dengan debu yang terus muncul/ kita manusia tak dapat membiarkan masalah rumit di sana/ (”Melihat Langit-Langit”, Ryeol, hlm. 82), pembaca dapat memahami arah penggambaran penyair. Tuhan juga digambarkan dengan: Langit-langit melayani lantai seumur hidupnya/ (”Melihat Langit-Langit”, Ryeol, hlm. 82), yang berarti Tuhan selalu ada saat hamba-Nya membutuhkan .
***
Penyair KO Hyeong Ryeol banyak menggunakan diksi-diksi yang halus dan sarat akan makna. Puisi-puisi yang sekiranya akan menjadi topik sensitif dikemas dengan apik oleh penyair dengan gaya bahasa yang unik. Penyampaian kritikan serta renungan-renungan yang sebenarnya sangat mendalam dan akan menyentil beberapa orang dikemas dengan rapi oleh penyair sehingga tidak seperti sedang mengutarakan keresahan. Banyaknya simbol atau lambang yang tersembunyi di balik setiap tanda dan makna yang diungkapkan, sebagian menyulitkan pembaca awam dalam memahami maksud yang disampaikannya. Dengan demikian, untuk memahami puisi-puisi di dalamnya, pembaca memerlukan pengetahuan tentang simbol dan lambang yang terdapat di dalamnya sebab maksud tersebut pada umumnya tersembunyi di balik tanda tersebut yang tentu saja tidak kita ketahui secara langsung.***
Meyta Salma Nabila, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS UPI Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H