Mohon tunggu...
Meylva Candra
Meylva Candra Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

Seorang yang minat dalam dunia kepenulisan dan bidang kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengubah Stigma "Teknisi Gigi Bukan Tukang Gigi"

10 Desember 2024   19:08 Diperbarui: 10 Desember 2024   19:18 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Benarkah Profesi Tukang Gigi Lebih Eksis Daripada Teknisi Gigi?

Sebagai mahasiswa teknologi kesehatan gigi, saya sering kali merasa resah ketika mendengar pertanyaan yang hampir selalu datang dengan nada penasaran, "Oh, nantinya kerjanya jadi tukang gigi ya?" Kalimat itu seolah menjadi penegasan bahwa apa yang saya pelajari selama ini tidak lebih dari sekadar keterampilan praktis yang bisa dipahami dengan gampang tanpa melihat esensi dan peran penting profesi saya di dunia medis. Bukan hanya saya, banyak teman sejurusan yang juga merasakan hal yang sama. Padahal, peran teknisi gigi jauh lebih kompleks dan membutuhkan pendidikan serta keahlian yang mendalam, yang sering kali tidak dipahami oleh masyarakat. Mengapa tukang gigi lebih dikenal daripada teknisi gigi? Apa yang salah dengan persepsi ini, dan bagaimana kita, sebagai calon teknisi gigi, bisa mengubah pandangan tersebut?

Ketika berbicara tentang "tukang gigi," kita sering kali membayangkan sosok yang melakukan perawatan atau pemasangan gigi palsu dengan cara yang lebih praktis. Di lapangan, tukang gigi mungkin lebih mudah diakses, bekerja dengan biaya yang lebih rendah, dan memiliki pendekatan langsung kepada masyarakat. Namun, apa yang sering dilupakan adalah bahwa tukang gigi tidak memiliki pendidikan atau pelatihan medis formal, sehingga kualitas kerja dan keamanannya bisa sangat bervariasi. Pada kenyataannya, banyak tukang gigi yang tidak mengikuti prosedur medis yang telah ditetapkan, yang tentu saja berisiko bagi pasien.

Tukang gigi biasanya memperoleh keahliannya melalui pembelajaran otodidak atau warisan turun-temurun. Mereka dikenal di masyarakat karena pendekatan langsung dalam menyediakan layanan seperti pemasangan gigi palsu atau perbaikan alat gigi lainnya. Namun, mereka tidak memiliki pendidikan formal di bidang kesehatan gigi dan sering kali bekerja tanpa pengawasan medis. Praktik ini umumnya tidak mengikuti standar medis yang diakui, sehingga rentan menimbulkan risiko kesehatan bagi pasien.

Menurut data Kementerian Kesehatan Indonesia, sebanyak 70% masyarakat pedesaan masih menggunakan jasa tukang gigi karena biayanya yang lebih terjangkau dibandingkan layanan kesehatan resmi. Namun, survei yang sama menunjukkan bahwa 60% kasus infeksi mulut akibat penggunaan alat bantu gigi yang tidak sesuai standar medis berhubungan dengan jasa nonformal seperti tukang gigi.

Sebaliknya, seorang teknisi gigi adalah seorang profesional yang telah menjalani pendidikan formal dan pelatihan yang panjang, dengan pemahaman mendalam tentang anatomi mulut, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan alat bantu gigi, dan teknik pembuatan yang sesuai dengan standar medis yang berlaku. Teknisi gigi bekerja di bawah pengawasan dokter gigi atau ahli medis lain, memastikan kualitas dan keamanan setiap alat yang mereka buat. Meskipun profesi ini lebih terstruktur dan berbasis pengetahuan medis, kenyataannya teknisi gigi lebih jarang terdengar di masyarakat.

Keresahan yang saya rasakan sebagai mahasiswa teknologi kesehatan gigi tidak hanya berfokus pada perbedaan antara tukang gigi dan teknisi gigi, tetapi juga pada bagaimana masyarakat sering kali meremehkan profesi teknisi gigi. Ketika saya menyebutkan jurusan saya, tak jarang orang langsung bertanya, "Oh, jadi nantinya jadi tukang gigi, kan?" Pertanyaan itu seakan menunjukkan bahwa pekerjaan teknisi gigi dianggap sepele, hanya sebatas keterampilan praktis tanpa nilai medis atau profesionalisme yang tinggi. Ini sangat mengecewakan, karena kenyataannya, profesi teknisi gigi melibatkan pengetahuan yang luas tentang teknologi medis, material gigi, dan standar prosedur yang ketat.

Lebih jauh lagi, pertanyaan itu menunjukkan kesenjangan pemahaman tentang apa yang sebenarnya dilakukan oleh teknisi gigi. Mereka tidak sekadar memasang atau membuat alat gigi, tetapi juga bertanggung jawab untuk memastikan alat tersebut aman dan efektif bagi pasien, yang tentu saja membutuhkan keahlian teknis yang tinggi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknisi gigi juga dituntut untuk selalu mengikuti inovasi terbaru di bidang kedokteran gigi, yang melibatkan perangkat canggih dan teknik pembuatan yang semakin kompleks.

Namun, di masyarakat, masih ada anggapan bahwa profesi teknisi gigi identik dengan pekerjaan yang "kurang prestisius," bahkan terkesan lebih mirip dengan tukang gigi. Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi teknisi gigi yang tengah berjuang untuk memperkenalkan peran penting teknisi gigi dalam sistem perawatan kesehatan gigi.

Krisis citra profesi teknisi gigi ini harus segera diatasi. Salah satu cara terbaik untuk mengubah pandangan tersebut adalah dengan memanfaatkan potensi besar yang ada di era digital saat ini. Teknologi dan media sosial memberikan peluang bagi para teknisi gigi untuk memperkenalkan diri mereka sebagai profesional dengan keahlian tinggi yang layak dihargai. Sebagai mahasiswa teknologi kesehatan gigi, kita harus beradaptasi dengan perubahan zaman dan mengambil bagian dalam edukasi publik melalui platform digital.

Teknisi gigi dapat memanfaatkan media sosial seperti Instagram, YouTube, atau TikTok untuk membuat konten edukatif yang menjelaskan profesi mereka.

Menggunakan media sosial juga memungkinkan teknisi gigi untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat, menjawab pertanyaan yang sering muncul, dan memberikan edukasi yang lebih mendalam tentang pentingnya menggunakan jasa teknisi gigi yang terlatih. Ini akan membantu meruntuhkan stigma bahwa teknisi gigi hanyalah pekerjaan sampingan atau pekerjaan yang mirip dengan tukang gigi.

Masyarakat masih cenderung melihat profesi teknisi gigi dengan sebelah mata, menganggapnya hanya sebatas pekerjaan teknis tanpa memahami pentingnya pengetahuan medis dan keterampilan yang dibutuhkan. Sebagai mahasiswa teknologi kesehatan gigi, saya merasa perlu untuk lebih aktif dalam memperkenalkan profesi ini kepada publik. Profesi teknisi gigi bukanlah pekerjaan sepele atau sekadar menjadi "tukang gigi." Teknisi gigi adalah profesional yang berperan penting dalam dunia kedokteran gigi, dan sudah saatnya teknisi gigi memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk mengubah citra ini. Melalui cara ini, teknisi gigi bisa mendapatkan pengakuan yang layak dan membuktikan bahwa profesi tersebut jauh lebih dari sekadar pekerjaan praktis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun