Mohon tunggu...
Adik Manis
Adik Manis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

*A simple girl* *Penikmat & pelajar fenomena kehidupan*

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbicara yang Tepat di Waktu yang Tepat

24 April 2014   14:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah bertemu dengan teman yang takut sekali berbicara di tengah perkumpulan orang, atau orang yang tidak akrab dll. Katanya takut salah bicara. Dan rata-rata mereka berumur lebih tua dariku. Maka tak heran, mereka jarang terlibat dalam perkumpulan sosial.

Bahkan ada yang  mengatakan bagaimana saya bisa bergaul dengan ibu-ibu & selalu banyak disapa oleh ibu-ibu. Ya, tidak bisa dipungkiri saya juga tidak akan langsung ngomong & cerita panjang lebar kalau tidak nyaman sama orangnya. Tetapi kalau orang yang baru di kenal & di tempat umum, ya bertanya saja mengenai apa yang kita lihat pada saat itu, seperti mengenai anaknya yang lucu. Kalau sedang di RS, ya tanya siapa yang sakit, sakit apa dll. Masalah ngomong-ngomong kayak gitu, saya lihat dari kebiasaan mama, yang dimana-mana supel, tapi supelnya juga bukan sekedar supel tapi ketika orang yang baru dikenalnya itu dilihatnya seperti membutuhkan pertolongan, seperti di RS, mama biasa menawarkan untuk menggendong bayi atau menjaga anak jika orangtuanya ada kepentingan.

Salah satu teman kos saya, bingung-bingung koq tiap mama teman yang datang, saya bisa ajak bicara panjang lebar sambil ketawa-ketawa, kayak sudah akrab gitu. Prinsip saya, yang penting kita memulai pembicaraan dengan hal-hal baik dan jika bisa menarik tapi tidak menjelekkan orang. Dan yang paling utama ketika di jalan atau dimana saja, jika berpapasan usahakan kita memberikan kesan ramah pada awalnya, mulai dari tersenyum dan melihatnya dari arah berlawanan yang masih jauh tapi sudah nampak, biar orang yakin untuk merasa nyaman dengan kita. Kalau tersenyum pas dekat, ya biasanya orang baru mulai beradaptasi untuk tidak canggung, tapi kalau sudah ada kesan ramah dari jauh, orang sudah yakin untuk bersapa ria dengan kita.

Tapi tak dipungkiri, ada saat-saat tertentu saya tidak mau banyak berbicara. Berikut ulasannya:

Dalam sebuah diskusi atau perdebatan dalam suatu komunitas

Ini hasil pengamatan saya di lapangan. Ketika berada dalam sebuah komunitas, pelajari dulu pembawaan orang-orang dalam komunitas tersebut. Kebetulan saya lebih suka sebagai penyimak & selalu menunggu siapa yang pada akhirnya mampu untuk menutup diskusi dengan baik. Tapi jika tidak ada kesempatan untuk mempelajari, ini langkah umum yang bisa diterapkan:

1. Biarkan semua yang suka berbunyi bernyanyi. Karena memang pada dasarnya ada tipe orang yang seperti itu. Biarkan saja, itu salah satu caranya mengaktualisasikan diri. Dari orang seperti ini, kita bisa belajar melihat sudut pandang yang berbeda mengenai pembahasan yang dibicarakan.

2. Pada kesempatan yang sama, jika kita merasa mampu untuk memberikan solusi atau ide kita cukup cemerlang, tahan diri dulu, pelajari permasalahan dari argumen-argumen itu, lalu ambil benang merahnya.

3. Saat yang paling tepat untuk berbicara adalah saat dimana ketika diskusi atau debat itu sudah mulai berputar-putar di situ saja. Dalam hal ini juga, pastikan kita tahu bahwa berapa lama waktu yang disediakan untuk berdiskusi. Jika kondisinya, tidak berputar-putar di situ saja, sisa waktu terakhir harus kita ambil.

4. Upayakan apa yang kita sampaikan menyentuh argumen dua pihak atau lebih yang saling bertentangan dengan alasan-alasan yang logis. Alasan yang logis lebih dapat diterima oleh orang-orang yang banyak berbicara. Jangan asal bunyi, apalagi di saat waktu terakhir. Jika memang tidak yakin, lebih baik tidak usah.

5. Upayakan menyampaikan opini kita secara obyektif, jangan menyerang pribadi. Jika memerlukan untuk menyebut pendapat si A, upayakan untuk mengatakan pada awalnya bahwa itu benar adanya, dan itu akan lebih tepat jika bla bla bla. Jangan menggunakan kata "TAPI", "HANYA SAJA" (mengutip tips Pak Ben Baharuddin) dalam menyanggah pendapat orang lain. Usahakan untuk sopan, tidak mencibir, mencela & merendahkan orang lain.

Maka bisa dijamin, semua akan diam & mengangguk-angguk dalam hati. Maka berakhirlah diskusi atau perdebatan itu.

Catatan:
Jika memang tak ada tipe orang yang suka berbunyi, tak ada salahnya jika kita yang memulai dengan pemahaman dasar yang tentunya sesuai dengan fakta, tidak mengada-ada dan tentunya tidak menyakiti pihak tertentu, untuk memancing yang lain untuk turut beropini.

Itu pengamatan saya di lapangan. Kalau untuk melakukan, saya memang dasarnya tidak suka terlalu mengaktualisasikan diri di kehidupan nyata, dengan pertimbangan memberi kesempatan bagi yang lain untuk mengaktualisasikan dirinya, di samping itu saya merasa masih harus belajar untuk tidak mengedepankan emosi saya di tempat umum. Saat ini masih sedang belajar untuk olah emosi. Karena kalau bicara di depan umum kadang begitu membara. Ehehhehe.

Berbicara dengan seseorang mengenai sebuah permasalahan atau hal yang sensitif

Yaitu membicarakan sesuatu yang bisa saja kita atau dia yang disalahkan atau disudutkan, misalnya sehabis kejadian yang tidak menyenangkan, seperti bertengkar, berdebat, marah, kecewa dll.

1. Jangan berbicara pada saat kita mengetahui diri kita sedang emosi. Sebaiknya tunda dulu untuk mengemukakan pendapat dan alasan kita.

2. Berbicara saat dalam keadaan kita dan dia dalam keadaan rukun & damai & sedang happy menikmati sesuatu dengan membahas masalah dengan santai, seperti "waktu tempo hari saya sangat sedih kamu katakan seperti itu, padahal saya punya alasan mengapa bisa seperti itu" dengan ekspresi santai & jika bisa dalam keadaan bercanda tanpa emosi. Intinya, jangan membahas masalah sensitif dengan cara yang membuat lawan bicara kita sensitif.

Saya jamin, dia akan merasa bersalah dengan sendirinya & belajar untuk memahami sudut pandang kita. Keterbukaan itu memang perlu tapi perlu juga tahu kapan waktu yang tepat untuk terbuka tentunya dengan cara yang lebih manusiawi.

Cara ini selalu saya gunakan dan selalu berhasil, entah kepada teman, mama, kekasih, saudara dll.

Berbicara dengan orang yang keras kepala

Pahami orang yang keras kepala itu seperti bagaimana dulu. Kalau memang pendapatnya sangat beralasan tak ada salahnya menyampaikan pendapat kita juga dengan alasan yang tidak mengada-ada, tetapi ketika ia mengulang pendapatnya yang sama, maka saat itulah kita harus berhenti demi menghindari membuang-buang waktu membahas sesuatu yang berputar di situ-situ saja, tidak mengalami perkembangan. Usahakan berbicara dengan orang yang keras kepala yang mampu menghargai pendapat orang lain jika memang kita sedang mood untuk berdiskusi.

Berbicara untuk memberikan solusi kepada teman, keluarga dll

Berbicaralah jika memang diminta. Pastikan apakah dia cuma curhat atau juga ingin mendengarkan pendapat kita. Ketika kita tidak tahu benar bahwa apakah dia juga membutuhkan pendapat, tak ada salahnya jika bertanya : "Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" ketika dirasa ia sudah cukup mengeluarkan semua uneg-unegnya. Pertanyaan itu akan memancing dia meminta pendapat. Jika tidak, artinya dia memang hanya ingin curhat. Dan jika terpaksa untuk berbicara untuk menanggapi itu, katakan saja "sabar ya, pasti ada solusinya", atau perkataan yang merupakan penyemangat untuknya.

Berbicara dengan orang pendiam

Jika orangnya kurang atau tidak dikenal, usahakan lebih banyak bertanya hal-hal yang tidak bersifat pribadi, yang ada hubungannya saat itu, seperti ketika sama-sama sedang menunggu bus, antrian di RS atau di bank, tak ada salahnya menanyakan: "Mau kemana?", "kalau ke sana butuh berapa jam perjalanan?", "bagaimana tempatnya?" dll yang bisa memancingnya untuk bercerita. Begitupun dengan hal-hal menyangkut RS dan bank, asal tidak menanyakan "berapa tabungannya?" kalau tidak mau orang itu jadi ilfil dengan kita. Ahahhaah :D Atau tanyakan mengenai sesuatu yang kita memang masih membutuhkan informasi lebih, seperti prosedur tabungan jenis tertentu, program BPJS, cara mengatasi penyakit tertentu menurut pengalamannya dll. Ya, berlaku juga mengenai saling berbagi pengalaman & informasi.

Tanyakan hal privasi yang tidak sensitif jika kita memang mengenal dia, seperti "bagaimana kabar bapak/ibu? Sehat?", atau mengenai kegiatannya yang kita tahu seperti mengenai profesi, hobby, atau kegiatan yang sudah & akan terlaksana yang memungkinkan dia terlibat di dalamnya, dll. Kalau bersama dengan orang yang banyak cerita seperti saya, tidak perlu banyak bicara karena tanpa diminta pun dia akan bicara tanpa titik. wkwkwkwk :D

Untuk semua kondisi

Dan jika terpaksa harus berbicara, pastikan ucapan kita menyenangkan bagi siapa saja yang mendengarnya. Dan perkataan yang menyenangkan adalah perkataan yang obyektif tentang mengenai sesuatu yang sensitif & jika itu subyektif, pastikan bahwa itu menyenangkan seperti pujian, dukungan dll. Tidak memotong pembicaraan & menjadi pendengar yang baik.

Dan perlu juga mengetahui apa yang perlu dan yang tak perlu dikomentari atau ditanyakan, misalnya sesuatu yang bersifat privasi seperti "kapan nikah?", "sudah hamil belum?" dll yang kita rasa kurang pantas untuk ditanyakan sebelum kita dianggap kepo'. Dan sesuatu yang sulit atau tak bisa diubah seperti warna kulit, bentuk fisik, pengalaman menyedihkan, dll.Jjika terpaksa mengomentari pastikan bahwa itu baik, seperti "kamu makin cantik saja". Jangan sampai mengomentari "koq kamu kurus? bagusan gemuk" atau sebaliknya, percaya atau tidak zaman sekarang banyak orang yang sudah tidak suka dikomentari masalah fisiknya, karena itu merupakan selera dimana mereka menuntut kita menghargainya. Tak apa dikomentari jika kita tahu benar watak orangnya tidak terlalu banyak mengambil hati hal-hal seperti itu.

Perkataan yang apa adanya hanya bisa disampaikan pada orang-orang yang akrab & kita yakin ia mau menerima & tidak mempermasalahkannya, seperti keluarga. Meskipun keluarga, tapi tetap juga ada anggota keluarga yang tidak suka ditanya macam-macam. Jadi memang perlu tahu benar gimana watak orangnya dulu. Meskipun wataknya sensitif, tetapi jika dia merasa nyaman dengan kita, tanpa diminta & ditanya pun dia akan menceritakannya. Ya, pandai-pandai menciptakan suasana nyaman dulu.

Dan akhirnya, kebiasaan untuk mempertimbangkan perkataan sebelum dikeluarkan akan menjadikan kita terbiasa berbicara dengan etika kesopanan yang manusiawi.

Jadi kuncinya, berbicara yang tepat di waktu yang tepat.

^_^

BACA JUGA:

Kapan Perlu Diam Ala Meyliska

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun