"Untuk apa menulis? Memangnya menulis bisa buat kita kaya?"
Banyak orang yang mencibir saya karena kerajinan menulis. Sekian banyak waktu saya habiskan dengan menulis, mendengar, membaca & berpikir hanya agar pada akhirnya saya bisa berbagi sesuatu pada diri sendiri dan orang lain. Berbagi bukan berarti memaksa orang lain untuk sepaham, setuju & sependapat dengan kita tetapi sekedar menyajikan sudut pandang lain untuk memahami sesuatu di luar dari diri kita.
Entah mengapa saat saya beristirahat setelah sakit selama setahun, saat itulah saya mulai menghabiskan waktu saya dengan menulis. Jangan tanya bagaimana perasaan saya saat beristirahat selama setahun. Saat itu saya benar-benar galau karena saya merasa hidup saya berubah 180 derajat. Ketika sebelum jatuh sakit saya bisa kesana kemari, saya bisa bekerja apa saja sampai saya lupa waktu karena keasyikan. Saya memang tipe orang yang sangat menikmati apa yang saya lakukan sehingga kadang saya lupa mengasihi diri saya sendiri dan akhirnya jatuh sakit.
Saya benar-benar marah pada Tuhan, kenapa tubuh saya tidak seperti dulu lagi & saya selalu malu untuk curhat kepada orang lain meskipun itu keluarga ataupun sahabat saya, kekasih pun kadang tidak paham dengan kondisi saya dan akhirnya saya memilih untuk menulis. Menghabiskan waktu selama setahun untuk membaca, menulis & berpikir, termasuk berpikir mengapa Tuhan membuat saya seperti ini. Sehingga akhirnya saya menyadari bahwa saat kondisi seperti itulah saya tahu bahwa sebenarnya Tuhan sangat sayang pada saya, Tuhan mengingatkan saya untuk tidak terlalu ambisius sehingga lupa waktu & lupa diri.
Kerugian saya selama setahun itu, saya gagal mengejar target saya untuk menyelesaikan studi saya hanya dalam 3 setengah tahun. Karena ambisius mengejar target, segala-galanya berantakan. Betapa ruginya menjadi seorang yang ambisius.
Selama setahun itu saya banyak menghabiskan waktu saya di kamar, segala kegiatan yang biasa saya lakukan di luar akhirnya saya tinggalkan, termasuk kuliah, karena saat itu memang kuliah saya hanya tinggal mata kuliah pilihan untuk menutupi kekurangan SKS & memperbaiki nilai yang jelek, dimana saya hanya sekedar mendaftarkan sebanyak mungkin dan berharap bahwa paling tidak di antaranya ada yang bisa saya lulusi dengan keterbatasan fisik sedemikian rupa, dan yang tidak saya lulusi akan saya buang, mengingat saya jarang masuk kampus & orangtua saya tidak tahu kondisi kesehatan saya (belakangan ini keluarga saya baru tahu bahwa saya pernah istirahat selama setahun tetapi tidak mengambil cuti hanya demi memperoleh beasiswa reguler saya). Singkatnya, saya sedang mencoba keberuntungan dengan usaha yang tidak maksimal.
Seseorang mencari kita karena apa yang kita lakukan
Karena kerajinan menulis di FB selama setahun itu mengenai pelajaran & perenungan hidup yang saya dapatkan selama sakit, saat itu beberapa kali saya mendapat tawaran kerja. Yang pertama seorang teman mengatakan pada saya bahwa sekolahnya membutuhkan lulusan Sastra Inggris yang memiliki pengalaman mengajar SM, saya tawarkan kepada kakak senior yang sudah lulus, banyak yang berminat karena sekolahnya cukup bergengsi tetapi sayangnya tak memiliki pengalaman itu.
Yang kedua, saat teman-teman saya satu per satu sudah lulus dan kalang kabut mencari pekerjaan, saya ditawari lagi oleh tetangga yang bekerja di Singapur untuk bekerja di perusahaannya yang cukup terkenal dimana pekerjaan itu membutuhkan seorang yang bisa menulis Bahasa Inggris dengan upah yang cukup tinggi. Tapi lagi-lagi saya menolak, berhubung saya memang lagi dalam masa istirahat & studi saya belum selesai.
Yang ketiga, karena membaca tulisan-tulisan saya, seorang bapak menawarkan untuk bekerjasama setelah saya selesai. Tapi akhir-akhir ini saya tidak yakin bahwa saya memiliki minat sebagai publik speaking, maka saya tidak terlalu memikirkannya.
Waktu terus berjalan dengan menulis
Karena kebiasaan menganalisa karya sastra, maka itu juga membuat saya suka sekali menganalisa suatu masalah & terus memikirkannya. Karena membaca tulisan saya, teman-teman (dari yang muda hingga tua) saya mempercayai saya dalam membantu mereka menyelesaikan masalahnya.
Karena sejak setahun itu saya selalu menulis, akhirnya menulis menjadi kebutuhan saya. Saya jadi gila baca, bacaan saya lebih banyak mengenai berita ataupun status-status orang lain & prosa, bukan buku motivasi atau filsafat meski saya memilikinya tapi tak pernah habis saya baca selama bertahun-tahun. Tepatnya, saya lebih menyukai apa yang terjadi di sekeliling saya untuk saya amati, pelajari & saya ambil pelajarannya. Itulah saya jarang tahu benar kutipan-kutipan familiar kecuali dari kitab suci untuk saya masukkan dalam tulisan saya. Saya lebih suka menyampaikan sesuatu dengan cara saya.
Satu per satu teman-teman saya mulai lulus, tetangga-tetangga saya mencibir saya bahwa saya belum selesai-selesai meski saya tidak perlu menjelaskan kepada mereka apa yang menjadi halangan saya. Dalam masa itu saya terlatih menjadi orang yang tidak dengki kepada orang lain ketika teman-teman saya berhasil berlomba dengan waktu, sehingga saat itu saya memiliki prinsip bahwa saya tidak mau berlomba dengan waktu, waktu adalah kawan saya yang menjadi saksi apa yang saya lakukan bersamanya, yaitu berbagi dengan tulisan.
Dan akhirnya dengan menulis saya mendapat banyak sahabat dan saya bersyukur bahwa mama selalu mendukung apa yang saya lakukan. Saya menjadi terlatih untuk menjadi pribadi yang berguna sesegera mungkin bagi orang lain, sehingga saya sangat suka ketika mendengar teman-teman saya curhat & belajar dari pengalaman mereka.
Lalu tak lama kemudian teman-teman saya yang setingkat dengan saya di jurusan lain sudah lama selesai & mereka mengeluh bahwa sulitnya mencari pekerjaan sedangkan kata mereka malah saya berkali-kali ditawari pekerjaan meski belum selesai. Bahkan salah satu di antara mereka mengatakan bahwa rata-rata pekerjaan saat ini membutuhkan syarat Bahasa Inggris ketika banyak orang yang mengatakan kepada saya bahwa mau kerja apa sarjana Sastra Inggris itu?
Beberapa waktu lalu saya menelpon teman saya untuk memastikan bagaimana proses wawancaranya berjalan karena saya sangat berharap bahwa teman saya ini segera mendapatkan pekerjaan setelah selama belakangan ini ia mengeluh mengenai sulitnya mendapat pekerjaan sesuai jurusannya. Sebelum-sebelumnya saya berbagi pengetahuan bagaimana menghadapi proses wawancara dari berbagai sumber yang saya dapatkan dari seminar-seminar saat saya masih aktif dulu, ataupun dari tulisan-tulisan yang saya baca.
Saat saya tanya, dia mengatakan bahwa sekolah swasta yang mewawancarainya ternyata membutuhkan seorang yang biasa menulis (dia lulusan PGSD). Dia mengatakan "saya jadi ingat kamu yang kerajinan menulis, kamu banget", saya mengerti bahwa mungkin sekolah swasta itu sudah menerapkan kurikulum yang membuat siswanya aktif. Tapi saya berharap bahwa teman saya ini lulus, karena menulis adalah kemampuan yang bisa diasah asal ada kemauan untuk berbagi.
Saya jadi ingat pilpres kali ini bahwa yang dibutuhkan adalah track record, apa yang sudah kita lakukan yang akan menjadi sesuatu yang layak untuk dijual. Tak menutup kemungkinan dengan menulis kita akan mendapat promosi. Maka ketika saya selalu menghadap Penasehat Akademik saya, yang selalu beliau tanyakan bahwa apakah saya memiliki kegiatan lain sehingga saya menunda tugas akhir saya? Dan tidak memarahi saya.
Jujur, semenjak saya sakit, saya benar-benar jera menjadi seorang yang ambisius. Dan lebih dapat berguna bagi orang lain sesegera mungkin ketika saya dibutuhkan sesuai kemampuan saya telah menjadi prinsip hidup saya. Dan dalam hati saya meyakini bahwa rejeki saya, Tuhan sudah atur. Dan rasa-rasanya memang saya tidak perlu marah pada Tuhan karena saya sudah tahu harus jadi apa saya sebenarnya & prinsip apa yang harus saya pegang dalam menjalani hidup ini.
Dan karena menulis, membuat saya lebih terlatih untuk tahu apa yang perlu dan tidak perlu saya lakukan dalam menyikapi suatu hal. Menulis adalah latihan kepribadian secara tidak langsung. Karena cara mengingat suatu pelajaran adalah dengan cara menuliskannnya. Itulah yang membuat saya terlatih untuk bersikap sebagaimana mestinya meski tak akan pernah sempurna. Dan dalam masa itu pula, mental saya terbentuk. Ya, selalu ada hikmah di saat-saat yang tidak menyenangkan.
Dan rasa-rasanya, dalam kebebasan berpendapat akhir-akhir ini dengan fasilitas media sosial, menulis akan menjadi gaya hidup pada masa yang akan datang sehingga sekolah-sekolah memang perlu untuk menerapkan kurikulum yang lebih banyak praktek menulisnya.
Sekali lagi, menulis merupakan salah satu cara latihan kepribadian tanpa kita sadari. Dan kekasih saya selalu mengatakan bahwa ia tahu banyak hal ketika bersama dengan saya & apa yang kita tuliskan memang tidak selalu 100% kita laksanakan tetapi yang ada adalah kecenderungan sikap dengan apa yang kita tuliskan mengingat kita bukanlah manusia yang sempurna.
Dan pada akhirnya saya menjadi takut untuk mati tanpa merasa berguna untuk orang lain. Dan bahwa yang diperlukan dalam hidup ini untuk naik ke atas bukanlah sikap ambisius tapi hal kecil dan sederhana apa yang kita sudah perbuat untuk orang lain yang kita lakukan secara konsisten. Pak Jokowi sudah membuktikannya.
Karena apa yang kita beri, itulah yang kita terima. Sehingga jangan tunggu nanti untuk segera berguna. Jika kita berguna dengan menulis, mengapa tidak? Karena setiap orang berguna dengan caranya & hanya DIA yang tahu bagaimana sikap hati kita saat kita melakukan apa yang harus kita lakukan dengan cara kita.
Selamat menulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H