Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam didirikan pada tahun 1578 dan berpusat di Kota Gede, Yogyakarta, oleh Ki Ageng Pemanahan. Kerajaan ini memiliki hubungan sejarah dengan Kerajaan Demak dan Pajang, di mana Mataram dianggap sebagai penerus kekuasaan Pajang setelah masa Demak.
Di bawah pemerintahan Panembahan Senopati (1584-1601), Mataram mengalami perkembangan yang pesat, terutama pada masa Sultan Agung. Sultan Agung berhasil menguasai daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan beberapa wilayah di Jawa Barat. Dia juga berusaha untuk menyatukan seluruh pulau Jawa dan melancarkan serangan terhadap Batavia yang dikuasai oleh VOC pada tahun 1628 dan 1629. Namun, setelah wafatnya Sultan Agung pada 1645, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran, yang berujung pada pembagian menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta melalui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Selanjutnya, pada tahun 1757, kedua kesultanan tersebut terpecah lagi menjadi Kesultanan Yogyakarta, Paku Alaman, Kesunanan Surakarta, dan Mangkunegaran.
Kehidupan sosial di Mataram bersifat feodal, dengan struktur masyarakat yang terdiri dari bendoro (raja dan bangsawan), priayi (pegawai kerajaan), dan wong cilik (rakyat biasa). Sistem ini menciptakan hubungan patron-klien antara atasan dan bawahan.
Perekonomian Mataram didominasi oleh sektor pertanian, dengan beras sebagai komoditas utama yang diekspor melalui pelabuhan di pesisir utara Jawa.
Dalam bidang budaya, Sultan Agung menciptakan tradisi Grebeg Maulud serta menghasilkan karya sastra seperti Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata. Dia juga menyusun kalender Jawa yang menggabungkan sistem Hijriah dan Saka, serta menulis Sastra Gendhing yang mengandung ajaran manunggaling kawula gusti (penyatuan antara hamba dan Tuhan).
Sejarah budaya Kerajaan Mataram Islam bermula pada akhir abad ke-16 saat Panembahan Senopati mendirikan kerajaan ini sebagai penerus Kesultanan Pajang yang mengalami penurunan. Mataram Islam berkembang pesat di Jawa Tengah dan menjadi pusat budaya serta kekuasaan di Pulau Jawa.
Budaya Mataram Islam sangat dipengaruhi oleh tradisi Jawa yang telah ada sebelumnya, seperti Hindu-Buddha, yang kemudian dipadukan dengan ajaran Islam. Adaptasi ini melahirkan bentuk-bentuk kebudayaan baru, seperti seni arsitektur, tari, gamelan, dan sastra yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Contohnya, upacara Grebeg yang dulunya merupakan bagian dari tradisi Hindu diadaptasi menjadi perayaan penting dalam kalender Islam seperti Maulid Nabi.
Seni pertunjukan, seperti wayang kulit, juga mengalami penyesuaian. Meskipun kisah-kisah Hindu seperti Mahabharata dan Ramayana tetap dipertahankan, cerita tersebut diberikan nuansa Islami dengan penambahan tokoh pahlawan Muslim.
Mataram Islam dikenal dengan arsitektur khas, seperti Masjid Agung dan alun-alun yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan keagamaan. Struktur pemerintahan kerajaan menggabungkan sistem birokrasi yang dipengaruhi oleh konsep Islam dengan tradisi Jawa.