Mohon tunggu...
meyda nur rohmah
meyda nur rohmah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merangkul Reterdasi Mental

28 Februari 2019   17:20 Diperbarui: 28 Februari 2019   17:57 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap anak adalah anugerah yang patut disyukuri bukan disesali

Keterbelakangan atau retardasi mental adalah gangguan yang terjadi pada perkembangan yang pertama kali muncul pada anak di bawah usia 18 tahun. Ketika fungsi intelektual jauh di bawah rata-rata yang diukur dengan tes kecerdasan standar dan itu juga menyebabkan keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari orang atau fungsi adaptif.

Retardasi mental atau populer dengan sebutan keterbelakangan mental (Juga disebut cacat kognitif atau cacat intelektual) adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan kecerdasan jauh di bawah rata-rata (intelligence quotient [IQ di bawah 70) dan adany ketidak mampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Keerbelakangan mental bisa dikatakan dengan seseorang yang memiliki IQ dibawah rata-rata.

Anak dengan retardasi mental seringkali dianggap sebagai pribadi yang inferior (lebih rendah) dibandingkan dengan anak normal seusianya. Hal ini terlihat dari cara orang-orang yang melihat mereka dengan sebelah mata dan hanya memberikan mereka ruang gerak yang sempit. Selain kurangnya penerimaan lingkungan sekitar, orang tua juga perlu memberikan penerimaan terhadap anak-anak istimewa ini dari penerimaan orang tua anak dengan retardasi mental mampu untuk lebih semangat dalam menjalani hidupnya. Pemberian latihan dan dukungan kepada mereka mampu membuat mereka kuat dalam menjalani hidup dan dapat hidup secara mandiri serta dapat masuk kedalam lingkungan sekitarnya. Karena itulah, langkah awal yang paling mudah adalah dengan belajar memahami kondisi mereka.

Lalu, apa saja yang perlu diperhatikan?

Membahas tentang anak retardasi akan berkaitan dengan kemampuan yang mereka miliki. Maka dari itu diperlukan untuk mengetahui cara menghadapi dan menanganinya. Tetapi hal yang paling penting adalah turun tangan nya Keluarga dan melakukan beberapa hal penting lain seperti :

1. Pemilihan Sekolah

Reardasi mental memiliki tingkatannya sendiri, dimana anak dengan retardasi ringan tidak nampak memiliki gangguan. Gangguan akan terlihat ketika anak mengalami masalah akademik. Pemilihan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak sangat penting dimana sekolah akan membantu anak dalam hal akademik. Penting bagi orang tua untuk tidak merasa gengsi jika harus memasukkan anaknya kedala Sekolah Luar Biasa karena hal tersebut dapat menghindarkan anak dari bully dan gangguan dai teman sekolahnya.

2. Melatih Kemampuan Berbahasa

Secara berkala, ajari anak untuk melatih kemampuan berbahasa. Secara perlahan, ajarkan kosakata yang dapat membantu dia berinteraksi dengan dunia sekitar. Tekankan pada kata-kata yang dia butuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengajari Anak Untuk Aktif

Di kehidupan sehari-hari, anak dengan retardasi mental memiliki pilihan yang sangat terbatas mengenai aktivitas yang bisa dia lakukan. Kebanyakan anak dengan retardasi mental hanya menghabiskan waktu dengan menonton TV atau mendengarkan radio. Hal ini bisa menyebabkan perilaku pasif pada anak. Ajarkan anak kegiatan-kegiatan yang dapat membuat dia berinteraksi dengan orang lain. Anak juga bisa dituntun untuk memiliki hobi yang menguntungkan seperti memasak, melukis, dsb.

4. Persiapan Untuk Masa Depan

Teliti akan kemampuan dan bakat yang dimiliki anak dapat membantu anak retardasi untuk hidup mandiri dimasa depan. Pembekalan dan pematangan akan bakat anak sangat diperlukan, orang tua dapa memberikan anak beberapa kegiatan, dari sinilah orang tua dapat mengetahui dan mengambil tindakan.

Tentu saja masih banyak sekali toleransi dan dedikasi yang harus diberikan dari orang-orang sekitar untuk membantu kehidupan anak dengan retardasi mental. Perbanyak melakukan konsultasi dengan ahli akan cara menangani kasus-kasus seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun