Mohon tunggu...
Agatha Mey
Agatha Mey Mohon Tunggu... Freelancer - agathamemey@gmail.com / agathamey.com - Menulis sesuka hati

Ibu satu anak, yang suka mempelajari berbagai hal tanpa harus menjadi ahli karena hidup sejatinya adalah sesederhana untuk menjadi bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kamoro Art Exhibition yang Memesona

6 November 2021   07:46 Diperbarui: 8 November 2021   18:43 6004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamoro Art Exhibition and Sale 2021 | Dokumen Pribadi

Pengetahuan tentang Kamoro saya bertambah, ketika menghadiri diskusi seni "Kearifan Lokal dalam Karya Seni" tanggal 29 Oktober 2021 pada acara Kamoro Art Exhibition and Sale 2021.

Hal yang membuat saya cukup senang saat menghadiri acara tersebut adalah melihat banyak karya seni dengan melampirkan foto pembuatnya. Sesuatu yang jarang ditemukan dan merupakan penghargaan yang layak bagi para pengrajin.

Pertama kali mendengar Kamoro adalah karena hajatan PON XX yang diselenggarakan di Papua. Itu karena ada tarian Abowa Meramiti yang dibawakan oleh remaja-remaja Papua.

Tarian tersebut dalam bahasa Kamoro artinya tarian mencari makan. Wajah dan seluruh badan penarinya dihias dengan tinta putih dan menggunakan Tapena (rumbai yang menutupi tubuh bagian bawah).

Kamoro dan Karya Seni

Dalam perspektif adat, wilayah Papua terdiri dari 7 wilayah adat, yaitu Mamta, Saereri, Ha'anim, Bomberai, Domberai, La Pago dan Mee Pago. Hal ini dibagi berdasarkan garis budaya dan ternyata ada sekitar 250-an suku di Papua dengan bahasa yang berbeda-beda.

Salah satu suku yang ada di Papua adalah suku Kamoro, yang tinggal di wilayah pesisir selatan Papua, dari Kabupaten Mimika Agats sampai Jita.

Mereka terkenal pandai berburu dan memiliki keterampilan dalam seni ukir atau patung secara turun temurun. Suku Kamoro juga senang menyanyi, menari, membuat anyaman dan topeng-topeng roh.

Pengukir dalam suku Kamoro disebut Maramowe. Tidak semua orang dapat menjadi Maramowe karena dasarnya adalah garis keturunan berdasar nenek moyangnya yang biasanya berwujudkan binatang.

Pengecualian hanya jika orang tersebut sangat berbakat dan dikukuhkan hak adatnya, dengan diangkat asuh oleh yang memiliki garis keturunan.

Jenis-jenis ukiran Kamoro biasanya berbentuk wemawe (patung orang), po (dayung), eme (gendang), yamate (perisai), paru (mangkok sagu) dan mbitoro (totem leluhur).

Pahatan Komoro | Dokumen Pribadi
Pahatan Komoro | Dokumen Pribadi

Mbintoro adalah pahatan tinggi untuk upacara adat yang biasanya diisi dengan roh-roh leluhur. Yamate adalah ukiran yang menggambarkan roh halus yang dipanggil saat upacara adat.

Setiap Maramowe juga hanya boleh mengukir motif yang sesuai garis keturunannya, biasanya berhubungan dengan alam dan binatang yang merujuk bentuk wujud nenek moyangnya.

Hasil karyanya lebih abstrak dibanding ukiran Asmat yang biasa kita kenal. Motif yang diukir bisa berbentuk sirip ikan, tulang sayap kelelawar, ruas tulang belakang atau awan putih berarak.

Kamoro Art Exhibition & Sale 2021

Gelaran acara ini diprakarsai oleh PT Freeport Indonesia (PTFI), Plataran Indonesia, dan Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe (MWK) pada tanggal 27-29 Oktober 2021.

Pameran dibuat agar seni dan budaya Kamoro sebagai suku yang hidup berdampingan di wilayah yang sama dengan PTFI dapat dikenal luas oleh masyarakat.

Maramowe Kamoro | Dokumen Pribadi
Maramowe Kamoro | Dokumen Pribadi

Hal tersebut adalah bentuk komitmen PTFI untuk kelestarian seni dan budaya suku Kamoro. Acara juga didukung juga oleh Yayasan MWK, yang menaungi dan memberdayakan lebih dari 500 pengukir dan penganyam untuk mengembangkan dan mempromosikan hasil karya mereka.

Dalam acara tersebut turut hadir 1 seniman wanita dan 7 seniman pria yang didatangkan langsung dari Papua.

Kamoro Art Exhibition merupakan bagian dari rangkaian acara "Untukmu Papua - Saudaraku" sebagai perwujudan pilar pondasi Plataran Indonesia, yaitu alam, budaya dan masyarakat.

Harapannya adalah seni dan budaya terus dilestarikan sehingga menjadi kegiatan yang berkelanjutan untuk memperkuat kecintaan terhadap budaya Indonesia.

Diskusi Kearifan Lokal dalam Karya Seni

Dalam diskusi "Kearifan Lokal dalam Karya Seni" sebagai rangkaian acara pameran Kamoro Art, hadir: Luluk Intarti, perwakilan dari Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe dan dua desainer kenamaan yang lekat dengan unsur etnik pada karya-karya mereka, Ghea Panggabean dan Asha Smara Darra (Oscar Lawalata).

Diskusi Kearifan Lokal | Dokumentasi Pribadi
Diskusi Kearifan Lokal | Dokumentasi Pribadi

Pandangan dari Yayasan MWK

Luluk Intarti adalah founder Yayasan MWK yang berdiri tahun 2014 untuk bekerjasama dengan masyarakat Kamoro di sekitar area operasi PTFI.

Luluk Intarti menyebutkan bahwa pendampingan bagi suku Kamoro ini sudah lama dilakukan untuk melestarikan adat sekaligus membantu sisi perekonomiannya. Yang biasanya karya seni dibuat untuk keperluan acara adat dan ritual, diberdayakan untuk dibuat sebagai benda seni.

Sudah banyak motif ukiran yang sulit ditemukan dan kemudian digali kembali agar tetap ada dan tidak punah. Pendampingan sangat diperlukan karena suku ini belum dapat mandiri secara ekonomi dengan mengandalkan kemampuan seni tersebut.

Kayu yang biasa digunakan adalah kayu Ulin dan diukir dengan peralatan sederhana seperti pahat dan pisau. Motifnya memiliki makna dan cerita dibaliknya yang berbeda-beda.

Kelangkaan kayu besar juga merupakan salah satu kendala dalam pembuatan karya ukir yang besar. Selain itu, para pengukir yang memiliki garis keturunan Maramowe tidak semuanya melakukan kegiatan ini karena memilih pekerjaan lain.

Ada anggapan bahwa pengukir tidak memberikan penghasilan yang pasti sehingga anak-anak muda memilih pekerjaan lain.

Waktu untuk membuat ukiran memang bergantung ukuran dan tingkat kesulitan, tetapi waktu sampai barang ini terjual menjadikan anak muda memilih pekerjaan dengan penghasilan yang menurut mereka lebih masuk akal.

Pandangan Ghea Panggabean

Ghea Panggabean adalah seorang perancang busana dan pemilik lini busana Ghea Fashion Studio yang memulai karirnya sejak 40 tahun lalu.

Ghea konsisten dalam penggunaan motif kain tradisional dalam karyanya. Menurutnya, menjual barang seni memang perlu pengetahuan tentang selera pasar.

Untuk dijual di luar negeri, kadang masalah warna juga berpengaruh sehingga perlu ada penyesuaian pada karya seni tersebut. Bahkan, setiap negara memiliki selera warna yang berbeda-beda sehingga perlu survey terlebih dahulu supaya barang yang dijual bisa habis diborong.

Ghea lebih memilih untuk kreatif dalam berkarya, dalam arti ambil saja motifnya dan diterapkan dalam banyak barang yang dapat dijual. Jadi jangan terbatas pada bentuk asli barang tersebut.

Contoh: motif Kamoro ini diterapkan dalam busana, pelengkap fashion (tas/sepatu, dll), peralatan makan dan bentuk lain di samping dijual dalam bentuk patung atau benda dekorasi rumah.

Pandangan Asha Smara Darra

Asha Smara Darra adalah perancang busana dan pemilik lini busana Oscar Lawalata Culture dan Sha House. Asha selama ini fokus dengan penggunaan tekstil tradisional Indonesia dan membuat beberapa rancangan untuk para penampil di upacara pembukaan PON XX Papua lalu.

Asha melihat bahwa keberlangsungan karya seni ini harus menitikberatkan pada perubahan perilaku para pelakunya. Para seniman harus merasa bangga akan pekerjaan seninya dan menjadikannya profesi yang menjanjikan.

Yang Asha lakukan adalah pembinaan pada pengrajin dalam program 3-12 bulan untuk melihat kemampuannya dan mengukur kapasitas produksi.

Produk harus memiliki "behind the scene" sehingga tidak hanya bagus tetapi juga bernilai. Karena urusan kearifan lokal sangat berbeda dengan mass production tentunya.

Diperlukan cerita proses pembuatan dan pengrajinnya sehingga pembeli merasakan buying experience yang berbeda di setiap karya yang dibelinya.

Karya yang dibuat tidak boleh lari dari pakemnya, berangkat dari originalitasnya tetapi dikemas dan disesuaikan dengan selera modern.

Di Atas segalanya, budaya harus menjadi nilai penghidupan dan pengrajin harus dapat menghidupi diri dan keluarganya secara layak.

*******************************

Label produk Kamoro Art | Dokumen Pribadi
Label produk Kamoro Art | Dokumen Pribadi

Kembali ke diri kita sendiri, sejauh apa kita mendukung karya seni Kamoro ini sebagai bagian kearifan lokal di Indonesia Timur. Apa saja yang bisa kita lakukan?

Salam kearifan lokal,

Agatha Mey

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun