Pekan ke-24 Serie A sudah berakhir. Tidak banyak terjadi perubahan di papan klasemen sementara khususnya di empat posisi teratas. Hanya AS Roma yang terpaksa merelakan posisinya di empat besar digusur oleh Atalanta, setelah menderita kekalahan di pekan ini.
Seteru abadi kota Milan masih menduduki tangga satu dan dua di papan klasemen setelah keduanya meraih kemenangan di giornata 24.
Inter Milan membantai klub dari luar peringkat 10, Genoa dengan skor 3-0. Sedangkan AC Milan, berhasil mencuri 3 poin di kandang 'Serigala Ibu Kota' dengan kemenangan tipis 1-2 atas sesama tim penghuni peringkat 4 besar, AS Roma.
Nasib berbeda dialami oleh penguasa liga Italia dalam 9 musim terakhir, Juventus. Bertandang ke markas Verona, tim asuhan Andrea Pirlo gagal membawa pulang poin penuh setelah hanya mampu bermain imbang 1-1. Hasil tersebut tidak berpengaruh pada posisi Juventus yang masih berada di urutan 3. Hanya saja, selisih poin dari tim di atasnya menjadi lebih lebar.
Dari laga lain, Atalanta tampil perkasa dengan menghajar tim tuan rumah, Sampdoria 0-2. Kemenangan Atalanta ini membuatnya naik ke peringkat 4 menggusur AS Roma.
Oke, kembali lagi ke pembahasan. Kita tinggalkan dulu pekan ke-24 Serie A. Kini saatnya membahas klub favorit saya, Inter Milan.
Bicara soal Inter Milan adalah bicara soal Antonio Conte. Bagaimana tidak? Antonio Conte adalah seorang pelatih yang menerapkan set play dalam permainan tim yang dibesutnya. Jadi, semua yang terjadi pada Inter Milan di lapangan berada di bawah kendalinya.
Set play sendiri dalam pengertian kasar adalah seperti ini, sistem/cara bermain tim sepak bola yang sepenuhnya dikontrol oleh pelatih. Mulai dari posisi pemain sampai arah umpan, semuanya dikendalikan oleh pelatih.
Pemain hanya diberi sedikit ruang untuk berkreasi atau hanya sedikit diberi kesempatan untuk mengembangkan gaya permainannya sendiri. Dalam sistem ini, pemain hanya menjalankan peran di lapangan berdasarkan hafalan atau apa yang diinginkan pelatih.
Itulah sebabnya, Antonio Conte selalu berteriak di tepi lapangan dan tak jarang berlari-lari mengikuti arah bola.
Hal tersebutlah yang membuat gelandang hebat seperti Christian Eriksen kesulitan di lapangan sejak kedatangannya ke Inter Milan. Dia dipaksa harus mengikuti keinginan Conte yang sudah jelas sangat berbeda dengan gaya pemainannya sendiri.
Untungnya, belakangan ini pria Denmark tersebut mampu memahami keinginan Conte, sehingga dia menjadi pilihan utama di lini tengah Inter Milan.
Kehadiran Eriksen di lini tengah membuat Inter Milan menjadi lebih kuat dari sisi kiri maupun kanan saat melakukan serangan.
Sebelumnya Inter, hanya kuat di sisi kanan yang diisi oleh Achraf Hakimi dan Nicolo Barella. Sekarang sisi kiri Inter juga tak kalah kuat berkat adanya Ivan Perisic dan Christian Eriksen. Hal ini berdampak pada serangan Inter Milan yang menjadi lebih bervariasi.
*****
Sistem/cara/gaya bermain yang diusung oleh Antonio Conte inilah yang mendasari saya sebagai fans berat Inter menjadi khawatir Inter Milan akan gagal merengkuh scudetto di musim ini. Sehingga saya menuliskan hal ini pada artikel sebelumnya, sebagai alasan pertama Inter Milan akan turun dari puncak klasemen.
Namun pada laga terbaru Inter Milan, dia mampu menunjukkan bahwa dia tidak hanya bisa bermain dengan cara menunggu dan melancarkan balik. Dia menunjukkan bahwa dirinya juga bisa bermain menyerang dengan penguasaan bola lebih banyak dari lawan.
Meskipun hanya menghadapi Genoa (tim di luar peringkat 10 besar), Inter Milan mampu tampil agresif dengan penguasaan bola sebanyak 51%, no mengkreasi 22 peluang dengan nilai expected goal (xG) sebesar 2,79. Lebih dari itu semua, Inter Milan mampu memenangi pertandingan dengan skor 3-0.
Padahal pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, melawan tim lemah, Inter selalu kesulitan atau bahkan kehilangan poin. Seperti yang terjadi saat ditahan imbang Udinese dan takluk ditangan Sampdoria.
Meskipun gol pertama Inter Milan dalam laga tersebut bisa dikatakan berasal dari skema serangan balik, namun secara kesuluruhan, gaya permainan yang diterapkan Conte berubah total dari laga-laga sebelumnya.
Ini tentunya membuat taktik yang digunakan oleh Conte tidak mudah usang. Karena dia mampu bermain dengan banyak gaya. Sehingga lawan-lawan pada laga selanjutnya menjadi sulit untuk mengantisipasi gaya permainan yang akan diterapkan oleh Inter Milan.
Jika Conte mampu menerapkan permainan variatif dalam 14 laga yang tersisa di Serie A, maka ketakutanku nomor 2 pada artikel sebelumnya tidak terwujud.
Permainan yang berbeda pada setiap laga, akan membuat Inter Milan memiliki peluang menang lebih besar daripada menggunakan taktik yang sama dalam setiap laga.
Jika Inter selalu menang atau setidaknya tidak kehilangan banyak poin  maka mental para pemainnya akan selalu naik.
Jika mental pemain bertambah, maka kebangkitan Juventus tidak akan ada artinya, karena Inter selalu berada di atasnya.
Meski begitu, masih banyak PR yang harus dikerjakan oleh Antonio Conte. Perjalan untuk meraih scudetto masih cukup panjang, masih ada 14 laga yang harus dijalani. Ditambah lagi krisis keuangan yang menimpa klub.
Namun di balik itu semua, setidaknya, apa yang ditunjukkan Antonio Conte pada laga melawan Genoa adalah sinyal positif bagi Inter Milan untuk meraih gelar juara Serie A musim ini. Itu sedikit menghilangkan kekhawatiranku sebagai penggemar berat pasukan Biru-Hitam soal Inter Milan akan turun dari puncak klasemen. Ya, sedikit. Hehehe.
Salam,
-Mex'r-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H