Didatangkan Inter Milan dari Udinese pada 4 Juli 2012 dengan mahar 11 juta euro untuk menggantikan Julio Cesar, Samir Handanovic sukses menjadi sosok tak tergantikan di bawah mistar gawang La Beneamata hingga kini.
Kiper berkebangsaan Slovenia tersebut datang ke Inter pada saat klub yang bermarkas di Giuseppe Meazza ini sedang mengalami periode paling kelam sepanjang sejarah.
Kesulitan demi kesulitan menghampiri klub sejak awal kedatangannya. Meski begitu Handanovic tak pernah putus asa. Ia tetap tampil brilian dengan banyak melakukan penyelamatan-penyelamatan hebat di bawah mistar Il Nerazzuri
Musim perdananya berseragam biru-hitam berakhir pahit setelah Inter yang bermain buruk sepanjang musim hanya mampu finish di posisi 9. Jauh di bawah mantan timnya, Udinese yang finish di urutan ke-5.
Kendati demikian, Handanovic berhasil masuk ke dalam Serie A Team of the Year 2012/2013Â yang merupakan musim perdananya bersama Inter Milan berkat penampilan apiknya sepanjang musim.
Musim-musim selanjutnya berjalan lebih sulit bagi pria bertinggi 193 cm tersebut. Ia kehilangan bek-bek tangguh yang selalu meng-cover-nya seperti Walter Samuel dan Cristian Chivu. Hal ini membuatnya hanya mendapatkan pengawalan dari bek-bek medioker semacam Hugo Campagnaro, Andrea Ranocchia, dan Juan Jesus.
Selama periode ini, jangankan meraih trofi, Inter justru berkali-kali terlempar dari zona Eropa. Sesuatu yang sulit dipercaya bagi sebuah klub sebesar Inter Milan.
Namun penampilan Handanovic selama periode ini sangat layak untuk diacungi jempol. Dalam keadaan tim yang compang-camping, penyelamatan-penyelamatan Samir Handanovic di bawah mistar gawang sukses membawa Inter terbebas dari ancaman degradasi. Tidak hanya itu, Handanovic bahkan meraih penghargaan kiper terbaik Serie A musim 2018/2019.
Kesabaran Handanovic bersama klub yang sedang dalam masa suram ini akhirnya berbuah manis setelah Inter Milan dimiliki oleh perusahaan China, Suning Group. Raksasa ritel asal China ini melakukan perombakan secara bertahap pada tubuh Inter Milan. Dimulai dengan mendatangkan Beppe Marotta sebagai direktur olahraga dan Antonio Conte sebagai pelatih.
Hal yang dilakukan oleh Suning Group ini membuat performa Inter di lapangan terdongkrak setelah berhasil mendatangkan pemain-pemain berkelas ke Guiseppe Meazza pasca kedatangan Marotta dan Conte.
Hasilnya di musim 2019/2020 untuk pertama kalinya sejak kedatangan Handanovic, Inter mampu mengakhiri musim dengan menempati posisi ke-2 yang hanya berselisih 1 poin dari sang juara, Juventus.
Cerita kebangkitan Inter tidak berhenti sampai di situ. La Beneamata juga mampu mencapai final EUFA Europa League, meski akhirnya harus puas dengan status runner-up setelah kalah atas Sevilla dengan skor 3-2. Pencapaian ini juga mebawanya masuk ke dalam squad terbaik EUFA Europa League musim 2019/2020.
Namun sayangnya, di musim ini (2020/201) di saat Inter sedang dalam perjalanan kembali menjadi tim hebat, performa Handanovic yang kini berusia 36 tahun justru menurun. Di musim ini ia kerap melakukan kesalahan-kesalah fatal yang membuat tim harus kebobolan gol. Penampilan jauh menurun dari musim-musim sebelumnya.
Musim ini, di laga Seria A saja, dari 21 laga dimana dia selalu diturunkan, Handanovic sudah kebobolan 23 gol. Jelas ini bukan suatu hal yang baik bagi tim yang berjuang meraih kembali kehormatannya.
Lebih parahnya lagi, dia kerap melakukan blunder yang berujung gol untuk lawan. Dia juga kerap hanya "membiarkan" bola masuk ke gawangnya.
Ini jelas membuatnya mendapatkan banyak kritik. Desakan untuk mengganti dirinya dengan mendatangkan kiper baru mengalir dengan deras. Rumor tentang kandidat-kandidat penggantinya juga santer diberitakan.
Sebagai penggemar berat Inter sejak 1998, aku juga merasa sangat kesal dengan hal ini. Saya juga bertanya-tanya kenapa dia tidak diganti saja, dia juga sudah tua kan.
Tapi, seperti topik pilihan Kompasiana yaitu Sweet Karma rasa kesalku terhadapa penurunan performa Handanovic berubah menjadi salut setelah melihat taktik yang diterapkan oleh Conte. Oh, sepertinya aku terkena sweet karma. hahaha.
Oke, kembali lagi ke Handanovic. Setelah melihat taktik Conte, aku jadi menemukan alasan kenapa Handanovic tidak diganti saja. Berikut alasan Inter mempertahankan Handanovic meski performanya sedang jelek-jeleknya.
Taktik Antonio Conte adalah melakukan deep build-up yang melibatkan kiper. Bola sengaja dimainkan di belakang untuk memancing pressing lawan.
Hal ini bertujuan untuk mengeliminasi lini pertama pressing lawan sehingga bola langsung terkirim ke pemain Inter yang tinggal berhadapan dengan lini pertahanan lawan.
Handanovic kerap memainkan peran ini dengan cara melakukan umpan jauh ke depan dengan target Lukaku. Kemudian Lukaku berperan sebagi tembok/pemantul bola ke pemain yang berdiri di belakangnya.
Kemudian pemain tersebut mengirim bola ke Hakimi (pemain sayap) yang membawa bola kemudian melakukan umpan diagonal ke kotak penalti lawan.. Lini pertahanan lawan menjadi kocar-kacir dengan skema ini. Di musim ini, lewat skema tersebut Inter banyak menciptakan gol.
Atau, Handanovic melakukan kerja sama dengan pemain belakang untuk menarik lini pertama lawan melakukan pressing. Setelah lini pertama terlewati, pemain belakang seperti Bastoni bisa mengirimkan umpan jauh langsung ke jantung pertahanan lawan, atau bisa juga mengirim umpan ke sayap kiri lalu dari sayap kiri melakukan/merubah arah serangan ke kanan yang kosong, kemudian terjadi gol. Lihat saja gol-gol Inter musim ini. Kebanyakan tercipta dengan proses seperti itu.
Menghadapi lini pertama pressing lawan bukan hal yang mudah, apalagi jika lawan memainkan strategi high-pressing. Pemain belakang harus memainkan ball possession saat melakukan build-up pendek di belakang. Disini peran kiper sangat krusial. Sedikit saja kesalahan kiper, dapat berakibat fatal yaitu terciptanya gol mudah untuk lawan.
Inilah alasan Inter mempertahankan Samir Handanovic. Handanovic mampu memainkan peran ini dengan sangat baik. Dia tetap tenang saat menguasai bola. Tidak terintimidasi oleh pressing lawan.
Inter yang saat ini menjadi tim tersubur di Serie A dengan 51 gol, bukan semata-semata berkat Lukaku, Lautaro, Barella, atau Hakimi. Tapi ada peran krusial Handanovic dalam membuat taktik Conte membangun serangan dari bawah yang melibatkan kiper (deep build-up) berjalan dengan baik.
Tidak banyak kiper sanggup memainkan peran ini dengan baik. Bahkan Alison Backer yang hebat pun sulit melakukan peran ini. Saat dikalah City dengan 4-1 dia dua kali mengumpan bola ke pemain City yang keduanya berujung dengan gol. Allison tidak sanggup menghadapi pressing lini pertama City.
Kesalah kiper saat terlibat build-up pendek di belakang juga pernah dipertontonkan oleh mantan kiper utama Chelsea, Kepa. Dia tidak sanggup menghadapi ganasnya pressing Liverpool dan memberikan bola kepada Mane dan terjadilah gol mudah.
Sangat sedikit kiper yang jago memainkan peran ini dengan sangat baik. Hanya ada beberapa nama diantaranya seperti Ter Stegen, Claudio Bravo, Manuel Neuer, Samir Handanovic, dan Ederson Moreira (lihat saja kemampuannya memainkan bola di antara pressing Salah, Mane, dan Firmino).
Menurutku itu sih, kenapa Inter Milan mempertahankan Samir Handanovic. Benar atau tidaknya aku tidak tahu. Ya, setidaknya ini membuatku sedikit terhibur karena Inter gagal melaju ke final Coppa Italia. Hehehe.
Salam
-Mex'r-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H