Mohon tunggu...
meuti bulan
meuti bulan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulis dan Freelancer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Dunia Pendidikan dalam Pelaksanaan Pertemuan Tatap Muka

3 Februari 2022   14:53 Diperbarui: 3 Februari 2022   14:58 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri

Meningkatnya pertambahan kasus Covid 19 salah satunya disinyalir dari sekolah yang sudah melaksanakan PTM (pertemuan tatap muka) sebanyak 100 persen, Berdasarkan data lawan covid -19, Rabu, 2 februari 2022, Surabaya mengalami peningkatan kasus Covid 19 yaitu menjadi 587 orang. 

Akibatnya, walikota Surabaya, bapak Ery Cahyadi memberlakukan pembelajaran tatap muka secara bergantian, dengan sistem sehari masuk, sehari libur. Sistem ini diberlakukan untuk dinas pendidikan yang berada di bawah naungan Pemkot, yaitu SD dan SMP. Sementara untuk dinas pendidikan provinsi yang menaungi SMA dan SMK, belum ada instruksi Pertemuan tatap muka terbatas.

Dua tahun lamanya, dunia Pendidikan menjadi tak berdaya akibat pandemic covid 19, meski berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, agar para siswa  bisa memperoleh hak mereka sebagai pelajar, namun rupanya upaya tersebut masih banyak mengalami kendala. Dan yang paling merasakan kesulitan tersebut adalah pengajar yang berada di lapangan. 

Jauh sebelum pelaksanaan tatap muka 100 persen diterapkan, tempat kami, salah satu  Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada di kota Surabaya, sebenarnya sudah melaksanakan pertemuan tatap muka secara terbatas, bahkan itu terjadi di saat kasus Covid-19 masih tinggi.

Saat itu hanya doa yang kami panjatkan, agar kami selalu berada dalam perlindungan Allah SWT, bukan apa-apa, meski kami selaku pengajar sudah tuntas memperoleh vaksin covid 19. 

Tetapi kemungkinan untuk terpapar virus tersebut masih selalu ada. Bagaimanapun juga, kami hanya manusia biasa dan bukan superhero yang memiliki kekuatan istimewa.

Tidak mudah sebenarnya melaksanakan pertemuan tatap muka di tengah situasi pandemic yang masih belum usai, berulang kali kami selalu mengingatkan pentingnya bagi siswa  untuk selalu disiplin melaksakan prokes (protocol kesehatan), namun, rupanya tetap tidak mudah untuk mengubah kebiasaan. 

Butuh waktu, dan usaha lebih untuk terus mengedukasi siswa, memunculkan kesadaran pada mereka, tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Bahkan bisa diibaratkan bibir kami, para pengajar berubah fungsi seperti corong yang selalu berbunyi untuk mengingatkan para siswa agar tertib melaksanakan prokes.

.

Keputusan untuk melaksanakan PTM sebenarnya juga bukan hal yang mudah, keputusan itu diambil berdasarkan evaluasi, banyaknya hambatan yang kami alami selama proses pembelajaran daring, antara lain yang paling umum antara lain adalah;

Pengajar tidak bisa menjelaskan materi secara terperinci,

Pengajar tidak bisa menjelaskan kesalahan dari tugas masing-masing siswa, karena media e learning hanya bisa menerima dan memberi tugas saja.

Untuk memberikan materi zoom, kendala yang paling utama adalah kuota data siswa yang terbatas, meski sudah diberi bantuan kuota, namun penggunaan kuota tersebut dibatasi, padahal ada banyak materi yang harus siswa browsing melalui internet.

Kendala yang paling sering muncul ketika pengajar akan memberikan materi zoom adalah, ketidaksesuaian waktu, seringkali pengajar memberikan materi zoom ataupun google meet, namun siswa hanya bersikap pasif dan tidak fokus pada materi, atau seringnya siswa tidak bisa mnegikuti dengan alasan terkendala kuota.

Pengajar kesulitan mengenal siswa secara personal, karena minimnya interaksi dan komunikasi.

Kesulitan itu menjadi semakin nyata, ketika kami yang mengajar di SMK, harus bisa menyampaikan materi praktek melalui zoom, dan google meet, dimana, siswa tidak bisa melaksanakan praktek secara langsung dengan alat yang sudah tersedia di sekolah. Padahal untuk SMK, praktek adalah mutlak, karena tujuan utamanya adalah mencetak calon tenaga kerja handal.

Karena kesulitan itulah kami memberikan banyak tolerasi, bahkan untuk pengayaan nilai, tolerasi yang diberikan pengajar sangat besar, sehingga selama 2 tahun, kami benar-benar menilai murni dengan hati, sebab factor pengampunan dan belas kasih lebih dikedepankan.

Permasalahan tersebut menjadi semakin kompleks dengan meningkatnya siswa yang kecanduan gadget, hal tersebut terjadi pada beberapa kasus di tengah siswa yang kami tangani, dimana mereka kecanduan game online. 

Akibatnya tugas mereka tidak tuntas, bahkan banyak yang menggantung, meski orangtua mengaku sudah membatasi namun apa daya, kesibukan mereka sebagai pekerja membuat mereka kesulitan untuk bisa memantau putra dan putrinya.

Masalah lain yang muncul adalah adanya perubahan pola kenakalan remaja, jika dulu membolos sekolah sekolah adalah sebuah kasus yang sering terjadi, maka kini, peningkatannya semakin tinggi, namun dalam bentuk yang berbeda yaitu ketidakhadiran mereka dalam pembelajaran daring, dengan alasan kuota terbatas. 

Belum lagi dengan adanya siswa yang terpaksa bekerja sebagai dampak dari kesulitan ekonomi keluarga akibat pandemi yang panjang. Seorang remaja yang seharusnya mengenyam pendidikan terpaksa bekerja, rupanya memberikan dampak yang kurang baik, sebab, mereka menjadi tidak fokus terhadap pendidikannya, dan beralih menjadi lebih fokus pada pekerjaannya.

Beberapa kasus diatas adalah yang tertinggi dibandingkan kasus yang lainnya, segala upaya dari kami telah dilakukan, termasuk melaksanakan praktek secara bergilir, namun masih terkendala oleh perilaku siswa tersebut. Dua tahun dalam buaian pendidikan daring (online) mampu merubah kebiasaan mereka, terlena dengan segala toleransi yang ada tidak membuat mereka menjadi semakin baik melainkan membuat suatu permasalahan baru. 

Kerjasama antara orangtua dengan sekolah yang diharapkan bisa berjalan seiring sejalan, acapkali mengalami kendala, karena terbatasnya ruang gerak kami semua. 

Hal tersebut yang melatarbelakangi mengapa Pertemuan Tatap Muka bagi kami selaku pengajar menjadi penting, kami sadar konsekuensinya juga tidak mudah, kami sendiripun dibayangi rasa cemas dan takut. Namun, kewajiban dan tanggung jawab kami pada akhirnya membuat kami harus mengesampingkan semua rasa tersebut.

Saat ini, tindakan yang paling tepat adalah  saling bersinergi untuk bersama menghentikan atau paling tidak meminimalisir penyebaran Covid 19, peran orangtua menjadi sangat penting untuk bisa membantu pelaksanaan PTM di sekolah,orangtua diharapkan agar bisa menjadi corong terdepan bagi putra putrinya, supaya bisa tercipta kebiasaan baik.

Tujuannya adalah ketika anak-anak berada di sekolah,muncul kesadaran dalam diri mereka untuk memproteksi diri mereka supaya tidak terpapar virus tersebut, bagaimanapun juga, kita tidak pernah bisa memprediksi kapan pandemi ini benar-benar berakhir,yang bisa kita lakukan adalah selalu berusaha yang terbaik untuk melindungi diri, terutama untuk anak-anak bangsa ini, mari kita bersama berdoa agar pandemi ini segera berakhir, dan semua ketakutan dan keresahan kita juga akan menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun