Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Jokowi, Investasi dan Utang Bukan Satu-satunya Jalan Keluar

10 Agustus 2019   19:41 Diperbarui: 10 Agustus 2019   20:24 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Presiden Jokowi, sebesar apapun investasi  ke Indonesia dan utang untuk membiayai APBN, Hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi justru akan membuat masalah baru yang lebih besar.  Semakin besar jumlahnya, akan berbanding lurus dengan masalah yang ditimbulkannya

Dalam Kongres PDIP V di Sanur Bali hari Kamis tanggal 8 Agustus 2019, Presiden Jokowi menyampaikan paparan tentang kendala percepatan investasi diantaranya  regulasi tenaga kerja yang tidak ramah investasi, ke depan akan dilakukan perbaikan iklim investasi. 

Jokowi memberi contoh tentang kunjungannya ke Uni Emirat Arab, dan menggambarkan bagaimana negara Arab melakukan lompatan pembangunan yaitu dengan melakukan pembangunan SDM dan Reformasi pendidikan. Hal ini harus dilakukan mengingat kejayaan tambang, minyak, dan kayu telah selesai. 

Pondasi Indonesia ke depan harus membuat SDM berkualitas yang unggul dan premium. Mampu menguasai Iptek, kreativitas dan inovasi. Titik awal pembangunan dilakukan dengan menjaga kesehatan ibu hamil, bayi, balita dan anak usia sekolah. 

Diharapkan ke depan akan melahirkan generasi muda yang tidak hanya pintar tetapi juga mampu berkarya, tapi juga Pancasilais, toleran dan berjiwa gotong royong. Semangat dari para Founding Fathers harus mampu diterjemahkan ke zaman baru.

Tulisan di atas murni saya ambil dari slide paparan  Jokowi dari panggung. Saya hanya menyusun ulang, tanpa melakukan penambahan dan pengurangan. Paparan tersebut saya ambil sebagai titik awal pemikiran saya. 

1.  Titik Awal Pemikiran 

Berikut ini ada beberapa pertanyaan yang bisa kita renungkan berdasarkan hal-hal yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Pertanyaan ini hanya mewakili beberapa masalah yang ada di negeri ini., terutama menyangkut kebijakan terkait investasi dan penerimaan  negara.

  • Apakah dengan adanya penurunan tarif Pajak Penghasilan, super deduction tax, sampai pembebasan Pajak Pertambahan Nilai akan mengundang investasi dan pasti meningkatkan ekspor sehingga mampu mengatasi masalah defisit transaksi berjalan?
  • Apakah dengan peningkatan utang dan penambahan investasi akan menjamin adanya peningkatan modal di dalam negeri, akan menyelesaikan masalah. Apakah solusi instan yang harus diselesaikan jangka panjang ini tidak akan menambah masalah baru?
  • Apakah dengan kemudahan dan insentif yang diberikan kepada pengusaha akan membuat mereka memarkirkan dananya di dalam negeri? Bagaimana menjawab adanya fenomena Special Purpose Vehicle yang dibuat oleh pengusaha untuk mensikapi peraturan perpajakan dan kemudahan bagi PMA?
  • Apakah dengan menambah besarnya jumlah utang  yang digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif akan membuat masalah ekonomi dan APBN kita menjadi lebih baik? 
  • Apakah dengan melakukan Reformasi Perpajakan, akan membuat penerimaan pajak tercapai dan tax ratio meningkat? Apakah Reformasi Perpajakan adalah  jalan keluar masalah yang ada di Ditjen Pajak? 
  • Apakah dengan peningkatan pendapatan guru dan penambahan jumlah anggaran pada dunia pendidikan akan membuat kualitas SDM kita lebih baik, seperti yang Bapak harapkan? Dan untuk pertanyaan ini bisa kita jawab dengan sentilan Menteri Keuangan yang dilansir di laman Detik.com, bahwa anggaran jumbo sebesar 20% dari total APBN selama 10 tahun, sektor pendidikan Indonesia yang hingga saat ini belum memberikan dampak signifikan.
  • Apakah rangkaian proses perbaikan di negara kita ini akan mencapai hasil seperti yang kita harapkan bersama? 

dokpri
dokpri
2. Evaluasi Proses 

Penerimaan Pajak yang tidak memenuhi target, sektor pendidikan belum memberikan dampak yang signifikan, pertumbuhan ekonomi yang stagnan, investasi masih belum seperti yang diharapkan, kinerja BUMN yang memprehatinkan,  perilaku korupsi politik dan birokrasi yang masih terus berjalan, kartel politik adalah sebagian potret hasil perubahan yang saat ini sedang berjalan. 

Secara keseluruhan ada perubahan, tetapi jika perubahan yang seperti dalam bayangan Presiden Jokowi, sepertinya itu bagaikan menegakkan benang basah. Idealnya kemudahan kebijakan dan penambahan investasi akan berbanding lurus dengan hasil yang dicapai. Tetapi kenapa pembangunan, kecuali infrastruktur berjalan dengan sangat pelan. 

Tidak mudah menemukan jabawan apa dan mengapa, jika kita berada di dalam posisi lingkaran kekuasaan dan kebijakan, apalagi jika kita hanya ahli dalam bidang tertentu saja.  

Tidak ada yang salah dalam semua keputusan dan kebijakan yang sudah dilaksanakan terkait dengan pembenahan masalah yang ada di negara kita. Bapak dan seluruh jajarannya telah bekerja dengan sangat keras untuk memperbaiki kondisi negara ini. Jika dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, Jokowi tetap yang terbaik. Jika dibandingkan dengan politisi lainnya, Jokowi masih yang terbaik. 

3. Sudut Pandang

Melihat permasalahan sebuah negara harus dilakukan secara utuh,bukan hanya bagian perbagian. Spesialisasi teknis penting, tetapi manajerial sama pentingnya. Teori penting, tetapi praktek juga sama pentingnya. Mencontoh best practise di luar negeri bagus, tetapi capture nya juga harus sama jangkauannya, frame nya. Ilmiah penting, tetapi Spiritual juga tidak kalah pentingnya.

Bung Karno dan Pak Harto mempunyai perbedaan pendapat dalam mengelola negeri ini, bahwa menurut Bung Karno  berdiri di kaki sendiri lebih baik, dan akan bagus dalam jangka panjang. Tetapi Pak Harto lebih suka menerima investasi dan utang dari luar negeri, membesarkan konglomerat dan dalam jangka panjang menciptakan kesenjangan sosial. 

Uang berkuasa atas negeri ini, atas partai politik, atas sebagian pemimpin negeri, atas kebijakan negara, yang sudah menggurita menjadi lingkaran setan. Solusi instan tidak akan pernah bagus untuk solusi jangka panjang. 

Kebijakan yang dibuat berdasarkan best practise dari negara lain dengan kajian ilmiah ini adalah hal yang wajib dilakukan. Kebijakan seperti ini mempunyai kelemahan jika negara kiblat ternyata mempunyai pondasi budaya yang berbeda, baik secara kemapanan ekonomi, budaya masyarakatnya,  tingkat kedisiplinan, tingkat pendidikan,  dan kualitas penegakan hukum. Bahkan mencontoh dalam bidang kebijakan keuangan juga selayaknya untuk memperhatikan hirarki ketatanegaraan negara asal yang dicontoh. 

dokpri
dokpri
4. Frame

Melihat hal besar, dalam cakupan yang luas, dalam sebuah jangkauan yang besar adalah sebuah hal yang rumit, komplek, ribet, tidak mudah, melibatkan banyak faktor, banyak elemen, banyak variable, banyak ilmu dan pengetahuan. Melihat dengan detil, dan akan membutuhkan banyak orang untuk melakukannya. Banyak kepala banyak pemikiran, berbeda sudut pandang, berbeda tujuan. 

Dengan tenaga spesialisasi yang berbeda-beda akan membuat satu bagian dengan bagian lainnya sering tidak terkoordinasikan dengan baik, alias tidak nyambung. Kebijakan yang dibuat menjadi kurang sinkron antara satu bidang dengan bidang lainnya. Bahkan ada kebijakan yang dibuat jauh dari penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.   

Hilang ujungnya, dan alih-alih berhenti atau melambat, tetapi yang seringkali adalah negara tidak disadari salah arah dalam menuju pembangunannya. Merasa sudah benar tujuannya tetapi justru menjadi semakin jauh dari tujuan, alias nyasar dengan sukses ilang dalane.

Menyederhanakan masalah, kembali kepada hal-hal yang mendasar, kembali kepada substansi dasarnya. Tidak ada hal besar kecuali kita membesar-membesarkannya, tidak hal kecil kecuali kita menyepelekannya, tidak ada hal rumit, kecuali kita merumitkannya. 

Prinsip ekonomi, mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya sekecil-kecilnya selalu menjadi pedoman bagi para pengusaha.  Business follows the money, bisnis bukan pengikut kebijakan. Dimana ada untung, di sana pengusaha ada.  Bagi dunia bisnis, kebijakan adalah alat pendukung untuk menambah keuntungan. Faktor pengusaha dalam pergerakan ekonomi dan penerimaan negara adalah faktor penentu. 

Perilaku mereka menjadi acuan dalam membuat kebijakan, bukan keinginan mereka yang menjadi acuan. Jika kebijakan negara mengacu kepada keinginan mereka, terutama menyangkut pajak dan investasi, maka mereka akan untung banyak, dan negara tetap saja buntung. Bukan penerimaan negara bertambah, tapi malah menurun dan kita siap menjadi penonton. 

Peningkatan besarnya utang yang digunakan secara produktif dengan diiringi peningkatan investasi diharapkan akan menggerakkan sektor perekonomian, dan memberi efek domino pada tersedianya lapangan pekerjaan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  

Kebijakan adanya penurunan tarif Pajak Penghasilan, super deduction tax, sampai pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dianggap akan mampu mengundang investasi  sehingga meningkatkan ekspor sehingga untuk mengatasi masalah defisit transaksi berjalan. 

Indonesia adalah penyedia sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah, kegiatan ekonomi di Indonesia masih sangat menggiurkan. Faktanya pengusaha lebih suka memarkir dananya di tax heaven, di luar negeri. Berikutnya dengan alih investor, pengusaha meminta kebijakan karpet merah bagi Penanaman Modal Asing (PMA), dan selanjutnya uang-uang mereka juga yang dari luar negeri masuk kembali ke Indonesia atas nama investasi asing. Hal ini adalah sebuah hal yang lazim dilakukan. 

Skema BUT, skema perusahaan maklon, atau dengan dalih dan nama apapun, intinya adalah Indonesia hanya diambil sumber daya alamnya dan pada level tingkat produksi, sedangkan nilai tambahnya diambil dan dipindahkan ke luar negeri. Arus uang bergerak keluar, nilai tambah yang ada sebagian besar mengalir ke luar negeri. Demikian seterusnya. 

Maka kebijakan yang dibutuhkan dalam rangka investasi adalah kebijakan yang terkait dengan arus cash flow, bukan hanya masalah pajak, tetapi juga penegakan hukum. Bukan hanya masalah utang, tetapi juga regulasi yang akan membentuk perilaku dan budaya pengusaha Indonesia. Walaupun untuk bagian ini, sepertinya masih jauh dari harapan dengan politik yang masih mengandalkan modal dari investor/sponsor. 

Demikian juga permasalahan penerimaan pajak dan rendahnya tax ratio tertuang dalam rencana strategis tahun 2015-2019, bahwa permasalahan sebagian besar karena faktor pihak ketiga (eksternal), yaitu kesadaran Wajib Pajak dan koordinasi dengan pihak lain, tetapi diberi solusi Reformasi Perpajakan yang lebih menekankan pada faktor internal dan bukan kepada Wajib Pajak. Kebijakan ini kurang dapat memberikan hasil yang maksimal dalam mengatasi permasalahan yang ada di Ditjen Pajak. 

Masalah pendidikan, kesejahteraan guru hanyalah salah satu dari masalah yang ada. Masalah utama dalam masalah pendidikan adalah keseimbangan pendidikan, baik dari pikiran dan perasaan, emosional dan praktek. Keseimbangan antara teori dan praktek. Sedangkan untuk mengatasi masalah moral adalah mengembalikan kepada proses spiritual negeri yang sudah ditinggalkan untuk saat ini. 

Korupsi dilakukan oleh orang berpendidikan dan beragama. Lalu apakah pendidikan karakter berbasis agama bisa menyelesaikan masalah ini, bisa iya bisa tidak. Penerapan pendidikan agama di sekolah dan di masyarakat cenderung pada pemahaman pada teori, bukan pada prakteknya. Maka pengolahan agama dilakukan pada penajamann pikirannya, bukan pada rasanya. 

Jika mau melakukan pendidikan karakter aatau moralnya adalah melakukan tindakan prakteknya, yaitu puasa dan praktek secara langsung perilaku sosial seperti yang tertuang dalam ajaran agama. Tapi ini tidak mudah juga, karena penjajah telah mewariskan guru-guru kita yang lebih banyak mengolah pikiran daripada rasa. Mengolah intelegensia daripada softskill. Lebih suka menonton TV daripada membaca, lebih suka belanja daripada belajar. 

Memang negara kita ini dalam lingkaran setan kehidupan bernegara, kusut. Berharap pada sistem politik dan orang-orang politik yang ada saat ini, sungguh tidak mudah. Hanya butuh keajaiban. Untungnya negara kita ini selalu diwarnai dengan keajaiban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun