Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Genderang Perang, Semangat dan Melepaskan Belenggu Pikiran dan Hati

23 Agustus 2018   10:00 Diperbarui: 23 Agustus 2018   11:05 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat kemarin aku mendapatkan bayangan sebuah daerah yang penuh dengan  pepohonan, sangat asri dan teduh. Di tengah rumpun pepohonan dengan  membentuk sedikit lembah di ketinggian sebuah bukit yang tidak seberapa  tinggi terdapat danau di tengah-tengahnya, sejuk dan tenang. 

Membuat  hati terasa menep, membuat hidup seperti memasrahkan kepada semesta.  Jagad bathinku berkelana, di manakah itu? Kenapa aku harus melihat semua  ini? Bayangan tempat yang menyejukkan ini tidak hilang juga dalam waktu  seminggu ini, pikiranku seperti selalu ditarik untuk pergi ke sana, ke  sebuah tempat di mana ada asa yang demikian besar yang pernah terbentuk.

Dalam  penerawangan dan pencocokan informasi secara langsung, aku memperoleh  jawaban bahwa itu adalah daerah atau wilayah yang berada di Jawa Timur  saat Jaman Kerajaan Majapahit. 

Di sana adalah tempat awal Raden Wijaya  berada, saat Raden Wijaya mempunyai niat untuk mendirikan sebuah  kerajaan dengan membuka alas Mentaok yang di dalamnya terdapat pohon  Maja yang rasanya pahit.

"Kenapa aku harus melihat  lebih jauh semua ini, saat ini aku tidak memungkinkan untuk pergi ke  sana. Aku punya tanggung jawab di tempat lain yang tidak bisa  kutinggalkan. Pekerjaanku dan anak-anakku sebagai tanggung jawab utama."  Aku bertanya kepada sesepuh yang hadir di sini dengan segala kegundahan  hatiku.

"Anakku, kegundahanmu dan ketidakiklasanmu itu  yang membuat langkahmu pendek. Hatimu yang selalu bergelimang risau dan  ragu, dan membuat langkahmu begitu berat. Dan akhirnya kamu tidak bisa  melakukan banyak hal seperti hari kemarin, saat kita semua berjuang  bersama-sama."

Aku menunduk, lagi-lagi aku merasakan  sesuatu yang menusuk hatiku. Benar kata sesepuh, perjalanan masa laluku  yang menimbulkan dalamnya luka hatiku membuat aku seperti gamang setiap  akan mengambil keputusan dan memulai langkah kaki. 

Aku ragu dan aku  galau, air mata ini menjadi pengikat langkahku. Menjadi belenggu dalam  pikiranku, menjadi penghalang dari semua kemerdekaanku. 

Tanpa kusadari,  aku telah membelenggu diriku dengan pikiranku dan perasaanku, bukan  orang lain, bukan keadaan, tetapi semua kekalahan dan kegagalan ini  adalah karena diriku sendiri, karena kekerdilan hatiku, kecilnya jiwaku  dan sempitnya pikiranku. Hahahahaha, aku tertawa, menertawakan diriku  sendiri, hal yang selalu kukoreksi kepada orang lain, ternyata aku  memilikinya, tetapi aku tidak bisa melihatnya. 

Sesuatu yang terletak  jauh di dalam lubuk hatiku dan aku mampu menutupinya dengan sempurna,  sehingga akupun tidak menyadari keadaan ini. Melenakanku, melemahkanku,  dan aku ingin semua kekuatan itu kembali kepadaku dalam sebuah kenyataan  perjalanan hidup yang harus kulewati.

Aku memandang  sesepuh, dan mereka menyambutku dengan senyuman menertawakan  kebodohanku, kekerdilanku dan seluruh hal yang telah membelengguku. Hal  yang selalu kami lakukan bersama, tertawa dalam kebodohan-kebodohan  kami, dalam kesalahan-kesalahan yang kadangkala  terjadi tanpa kita  sadari.

Aku melihat kembali di tempat yang muncul dalam  pikiranku, melihat lebih jauh, merasakannya dengan hati, menajamkan  pikiran dan perasaan untuk menangkap pesan yang ada dari tempat itu.  

Sebuah keadaan di mana tingkat kemenepan yang luar biasa membuat tempat  itu begitu menyimpan magnet magis yang demikian besar, menenangkan dan  menyejukkan. Kekuatan yang tersimpan di dalamnya begitu besar.

"Apa yang kau temukan, nduk. Aku melihat engkau mampu menemukan hal besar yang mampu menggugah hatimu?"

Aku  berusaha memahami apa yang terjadi antara aku dan sesepuh dalam  pendampingan perjalanan bathin yang telah aku lewati demikian lamanya  bersama mereka. Aku menemukan hal berbeda hari ini dan kemarin-kemarin.  

Hal yang berbeda adalah dulu sesepuh selalu menunjukkan dan menerangkan  apa yang sedang aku lihat, aku diberi pitutur dan penjelasan akan segala  sesuatu, baik benda maupun kejadian. Tetapi hari ini sepertinya berbeda  dengan dulu, dalam sebuah perjalanan bathin kali ini, mereka juga belum  pernah melewati bagian ini, di mana akhirnya mereka menunggu  pemahamanku, menunggu aku mengerti dan menunggu penjelasan dariku. 

Saat  ini sesepuh hanya menemani dan menjagaku, mendampingi dan membantuku  dalam memahami, supaya aku tidak melewati standar dasar dalam perang  atau dalam mempelajari sesuatu, agar aku tidak sembrono, walaupun pada  akhirnya tetap saja aku sembrono dan mereka tidak mampu berkata apa-apa  saat aku harus ngawur dalam mengerjakan sesuatu. Hahahaha, tetapi  beginilah sebuah perjalanan panjang dalam sebuah pendampingan, apapun  yang kulakukan, apapun yang kupikirkan, dan apapun yang terjadi, suka  tidak suka, mau tidak mau, susah senang, mereka selalu akan berada di  sini menemaniku dalam kesetiaan tanpa akhir, dengan kasih sayang tanpa  batas. 

Dari merekalah aku belajar memomong, memahami dan menyayangi  orang-orang di sekitarku, dengan kasih sayang dan pengertian tanpa batas  yang membahagiakan, menentramkan dan menguatkan. Sebuah ajian pamomong  agung yang membuat semua yang dimomong akan menjadi besar karena  kebesaran hati dan jiwanya, keluasan dalam berpikirnya.

Kembali  aku melihat tempat itu, dan aku mulai merasakan sesuatu yang masuk ke  dalam rasaku, ke dalam pikrianku. Bahwa di tempat inilah asal muasal  keraajaan Majapahit, di mana semua di awali dari niat dan kepasrahan  yang besar, besarnya rasa cinta dan semangat untuk membuat semuanya  dengan diawali ketulusan dan cinta yang besar akan rakyatnya, cinta akan  kehidupan alam semesta yang melingkupinya, pengabdian kepada kehidupan  dan seluruh semesta yang melingkupinya.

Aku berusaha  memahami pesan yang muncul di dalamnya, dan aku mengerti bahwa ini  adalah pesan disampaikan. Dan disinilah aku berada, di depanku  menghadang banyak hal permasalahan negeri yang harus dihadapi,  dipecahkan dari segala macam sudut pandang dan aku memiliki semuanya,  memiliki banyak hal yang bisa aku lakukan. 

Aku memiliki kekuatan hati  dan kekuatan pemikiran yang akan menjadi pondasi dasar yang mampu  mendobrak tatanan yang ada. Aku sebenarnya mampu dan bisa melakukannya.  Aku hanya butuh menguatkan diri dengan menghilangkan belenggu-belenggu  di dalam pikiranku, membuang semua perasaan dan kekawatiranku, melupakan  semua kejadian yang pernah aku lewati, gelapnya dan lukanya, sakitnya  dan pedihnya. Semua harus aku lalui dengan hati yang lebih terbuka,  lebih kuat.

"Anakku, setiap sesepuh, setiap pejuang  negeri, pejuang kemerdekaan pasti merasakan dan pernah melewati saat  seperti ini. Sakit dan sendiri, luka dan tak berdaya, sedih dan pedih.  Tetapi semua kembali kepada bagaimana kita mensikapi saat-saat seperti  ini, bangun dan bangkit adalah kunci dari semua perjuangan dan  kemenangan, menjadikan masa lalu, luka dan pedih menjadi bahan bakar  penyulut semangat di dalam diri, semangat yang akan menguatkan langkah  kita, menjernihkan pikiran kita dan menajamkan semua perlawanan ini."

"Bergeraklah  terus, anakku. Menggerakkan seluruh raga, pikiran dan hatimu, dalam  sebuah kesatuan gerak dan langkah menjadi kekuatan pendobrak kekuatan  negeri ini. Menjadi arah dan tujuan dalam pergerakanmu, bukan untuk  siapa yang menang dan kalah, tetapi untuk kebesaran negeri ini.  Mengembalikan apa yang seharusnya menjadi hak milik sah negeri ini.  Hatimu bisa dan kamu mampu, kamu bisa dan kamu kuat anakku. Semua yang  diperlukan untuk semua langkahmu telah disiapkan untukmu."

Sekali  lagi aku menatap negeri ini dengan mata hatiku, nusantara dalam  genggaman, negeri tercinta tempat aku berpijak, tempat aku menyerahkan seluruh hidupku dengan segala air mata hatiku, dengan segala cinta dalam  kehidupanku. 

Dan ternyata, lagi-lagi aku menarik nafas panjang dan jauh  lebih dalam lagi, ternyata semua itu belumlah cukup, jauh dari cukup,  sangat kurang jika harus diberikan untuk negeri ini, semua yang aku  berikan harus lebih besar lagi, lebih lebih kuat lagi, lebih -lebih  iklas lagi, dalam sebuah curahan air mata yang menyimbolkan besarnya  kekuatan dan semangat untuk melangkah. Bukan air mata sebagai simbol  kelemahan hatiku. Merubah semua mind set, merubah semua hal yang sedang  aku pikirkan dan lakukan.

Berkaca dan bercermin pada alas Mentaok, membaca pesan dan kesan, membaca semua hal yang tersirat  dan jejak langkah dari keadaan sebuah tempat, energi yang tertinggal dan  tersimpan di dalamnya dan aku harus bersyukur bahwa aku bisa membaca  pesan yang tersimpan, pesan yang tersirat untuk langkahku.

Cinta negeri tidaklah cukup untuk membuat negeri ini berubah tetapi harus sangat cinta sekali. Semangat saja tidak cukup tetapi harus sangat semangat dan sangat kuat dengan kemauan dan niat yang sangat besar bergerak saja tidak cukup, tetapi harus bergerak dengan sangat-sangat cepat bukan hanya maju, tetapi kamu harus berlari bukan hanya memimpin, tetapi kamu harus melawan musuhmu tetapi hal yang harus kau lakukan pertama kali adalah mengalahkan dirimu sendiri mengalahkan segala kelemahanmu mengalahkan segala kekerdilan hatimu dalam melangkah dan meluruskan niat hati membersihkan hati dari kotoran-kotoran nafsu dan kekuasaan yang menjadi penyakit dalam setiap perjuangan kamu harus melangkah dan seterusnya berlari dengan cepat anakku tanpa belenggu diri tanpa ragu dan menatap masa depan negeri cerah di dalam genggamanmu.

Bismilah Tuhan, aku melangkah dalam langkah yang semakin mantap dengan degup jantung yang semakin keras bagaikan tabuhan dentang genderang perang dan semuanya menjadi awal untuk perjalanan selanjutnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun