Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Spiritual, Ketika Aku Harus Kembali Mengolah Diri

14 Februari 2017   10:53 Diperbarui: 14 Februari 2017   11:28 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
langit negeri | pribadi

Aku menarik nafas dengan sangat panjang, berat dan menahannya di dalam dada. Menahan semua kesesakan melihat semua kejadian demi kejadian yang sudah terjadi, bagaikan sebuah video yang diputar ulang di kepalaku.

"Romo, dan semua sesepuh yang hadir di sini. Tolong pahami, bahwa tugas saya hanyalah membuka arah perjalanan negeri, dan menyesuaikan mereka untuk berada di jalur yang sama. Dan semua keberhasilan dan kekuatan mereka ada pada mereka sendiri, sama sekali bukan pada saya, sedikitpun saya tidak akan mengakui ada bagian saya di sana. Saya hanya menunjukkan arah, dan semuanya kembali kepada kemampuan mereka untuk menjalaninya. Dalam beberapa hal saya memang bisa melihat, apa saja yang diperlukan sebagai piranti, hal-hal yang harus dipenuhi untuk berjalan di sana. Jika saya memilikinya, maka akan saya berikan, jika tidak saya hanya menunjukkan, bagian-bagian yang harus digenapinya. Dan lagi-lagi semua kembali kepada mereka, dan bukan kepada saya. Untuk memilih dan menjalaninya, untuk belajar dan melengkapinya".

"Jika saya kembali ke sini, lebih karena saya membutuhkan kembali semua kekuatan diri untuk menghadapinya. Perjalanan negeri adalah perjalanan lahir dan bathin, tidak bisa lagi saya main-main di sini, atau hanya sebisanya, semampunya. Harus benar-benar diasah dan diolah, harus benar-benar terlatih dan tertata. Tidaklah bisa saya menguatkan orang lain saat saya sendiri tidak kuat, tidaklah bisa saya menata orang lain saat saya sendiri belum tertata, apalagi menjaga bathin orang lain, sedang bathin saya sendiri porak poranda. Dan yang terakhir, bagaimana saya bisa melihat semuanya secara utuh, jika saya hanya sesekali berada di sini, dan saat saya berada di sini, saya tetap harus berhadapan dengan tugas utama saya, melawan kekuatan kegelapan, dimana semuanya membutuhkan kekuatan yang harus kita kuatkan dari waktu ke waktu. Dan kali ini saya tumbang, jatuh dan tidak mampu menghadapinya. kali ini saya berada di bawah kendali mereka, saya tidak bisa lagi menentukan arah perjalanan negeri, karena jagad bathin di bawah kekuatan mereka. Dan secara lahiriah sesepuh bisa melihat, semua momongan saya mengalami saat-saat yang tidak mudah, sama halnya saya juga mengalami hal yang juga lebih tidak mudah lagi. Siapa lagi yang harus berdiri di depan, atas nama tidak tega, antara pamomong dan momongan, tanggung jawab moral dan tanggung jawab negeri, saya akhirnya memutuskan untuk kembali utuh, berjalan seperti dulu, kembali di sini, lengkap dengan gemblengan lahir dan bathin, bersiap menghadapi segala hal yang terjadi, jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Saya tidak peduli lagi, dekat atau jauh mereka, menutup atau tidak, yang penting saya harus bisa konsisten di jalan ini. Untuk jiwa dan raga saya sendiri, untuk negeri ini dan tentu saja jika saya masih harus dibutuhkan oleh semua penduduk negeri ini".

"Anakku, kamu telah memilih yang terbaik. Dengan kembalinya kamu di tempat latihan ini, maka itu sudah membuktikan niatmu yang sesungguhnya. Niat bathin yang akan kau wujudkan, semoga engkau diberi kekuatan. Bersiaplah, kita akan memulai kembali. Apa yang akan kau lakukan, kami para sesepuh akan mendampingimu, menemani dalam setiap laku dan pikiranmu. Mari kita mulai, anakku". BK dan Panembahan Senopati mengambil posisi mereka kembali di pinggir arena dan membiarkan aku memasuki arena.

Aku memulai dengan melihat ke dalam diri, berkaca dengan kehidupan dan kekuatan bathinku, mengukur dan melihat kembali. Apa yang sedang terjadi, apa yang sudah dilewati, apa yang masih tersisa. Bagian mana yang lemah dan harus dikuatkan, bagian mana yang masih harus diisi dengan hal yang baru.

Memejamkan mata dan memantapkan hati, mengosongkan pikiran. Menep untuk masuk ke dalam sanggar pamujan Gusti. Menenangkan diri, memusatkan segala jiwa raga, lahir bathin, Pikiran dan perasaan untuk menghadap kepada-Nya dengan segala kepasrahan. Menutup mata untuk semua yang terjadi, dan hanya kepadaNya aku berserah. Kehidupanku adalah milik-Nya, diriku dan segala isinya, jagad semesta dan segala yang menaunginya,tidak ada lagi yang tersisa. Menyerahkan semua titipan yang ada padaku untuk mengembalikan kepadaNya. Tidak ada lagi aku, karena aku adalah milikNya. Menjadi kosong dan menep, hanya kepadaNya, untukNya dan milikNya.

Ketika aku membuka mata, mengembalikan kesadaran diri pada sebuah kehidupan nyata. Melihat kembali apa yang sedang terjadi, kegaduhan karena putaran negeri, benturan demi benturan, kekuatan bukan hanya satu lawan satu, tetapi sudah satu lawan banyak. Beberapa kekuatan berusaha mengambil kesempatan dalam kesempitan, berusaha "numpang udut", siapa tahu dalam gegeran ini mereka akan mendapat kabejan, pulung karena mereka yang bertempur lengah dan leno, asyik dengan alur dan jebakan yang mereka buat sendiri, dan akan ada pihak-pihak lain yang muncul dan memanfaatkan kesempatan yang ada. Selalu banyak kemungkinan, demikianlah perputaran dari sebuah kehidupan. Selalu ada bagian-bagian yang lowong, dan hanya mata-mata yang jeli dan tajam bisa melihat segala kemungkinan yang ada.

Ingatlah penonton selalu lebih bisa melihat segalanya dengan jelas apa yang terjadi di lapangan, pahamlah bahwa seseorang yang berada di luar arena lebih bisa melihat segala kemungkinan yang bisa terjadi.

Bencana alam masih terjadi tanpa henti, tanah longsor dan pergerakan tanah tidak dapat dihindari. Menghalau dan membangunkan mereka yang tertidur di dalamnya, sama saja membuat mereka harus berpindah dari tempat yang selama ini mereka tinggali. Setiap pergerakan menimbulkan kedasyatan angin puting beliung. Selalu demikian, cuaca tak menentu. Korban jiwa dan materi berjatuhan terus menerus tanpa bisa kita hindari. Aku memejamkan mata menguatkan diri untuk meneruskan semua putaran, tidak mau melihat apa yang terjadi.

Jika saja mereka mengerti, bahwa selama ini, saat mereka masih menjadi dan menempatkan diri dari perputaran ini, maka mereka sebenarnya akan selalu terjaga dari putaran dan kegaduhannya. Tetapi tidak kali ini, mereka memilih ikut dalam arusnya, memilih menjadi bagian dari putaran negeri. Haha, akdang-kadang memang niat baik itu tidak selalu bisa diterima dengan baik dan dipahami dengan baik. Mereka akhirnya merasakan, menjadi bagian dari perputaran itu sungguh tidak mudah. Tetapi itu adalah sebuah pilihan. Menang atau hancur, atau sama sekali tidak ambil bagian dari semua kejadian ini.

Dengan keadaanku saat ini, akhirnya aku memilih menguatkan diri sendiri, dan terus menjalankan tugas dan kewajiban tanpa harus bertanggung jawab atas satu dengan yang lainnya. Justru keadaan ini memudahkan langkahku, saat aku berjalan sendiri tanpa beban tanggungan, bergerak tanpa batas, berjalan tanpa beban. Sangat ringan dan mudah. Melihat segalanya lebih jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun